Jumat, 15 Februari 2013

Zat Adiktif


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sejak pertengahan abad ke-20, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis. Banyaknya bahan tambahan relatif murah akan mendorong meningkatkan pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda bagi penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita perlu memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk di konsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan.  
1.2  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, agar kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan zat aditif tersebut dan juga mengetahui jenis-jenis dari zat aditif baik yang penggunaannya dilarang ataupun yang diizinkan menurut PERMENKES serta bagaimana dampak kesehatan dari penggunaan zat aditif tersebut.

1.3  Metodologi Penulisan
Dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, penulis mengambil bahan / data-data yang ingin di tulis dengan membaca beberapa referensi atau literatur (buku) yang ada hubungannya dengan topik dari makalah yang penulis buat.

BAB II
ZAT ADITIF

2.1  Pengertian Zat Aditif
Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan.
Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. umunya zat aditif tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan manusia. Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin bertambah menurut jumlah yang lebih besar sehingga zat aditif alami  tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu industri makanan memproduksi makan yang memakai zat aditif buatan (sintesis). Bahan baku pembuatan adalah dari zat-zat kimia yang kemudian direaksikan. zat aditif yang berlebihan dapat menimbulkan beberapa efek samping misalnya : gatal-gatal dan kanker.
Penambahan ini sebetulnya sudah lama dilakukan oleh masyarakat, salah satu contoh zat aditif alami yang sering digunakan oleh masyarakat adalah garam yang digunakan sebagai pemberi rasa asin atau pengawet, zat aditif alami yang lain seperti gula, kecap-, asam dan bumbu dapur serta kunyit, pandan, cabe yang merupakan zat aditif alami yang diberikan sebagai pemberi warna disamping pula memberikan rasa yang khas.
Dengan berkembangnya industri makanan, selain bahan-bahan aditif yang alami di gunakan pula zat aditif sintesis sebagai tambahan dalam proses pembuatan makanan, sebagai zat pewarna, pemberi rasa manis buatan, pengawet, pewangi buatan be aroma buah-buahan, vitamin dan mineral yang diberikan sebagai pelengkap nutrisi sebagai pengganti dari nutrisi yang hilang dalam proses pembuatan makanan.
golongan BTP yang diizinkan PERMENKES RI NO 722/MENKES / PER / IX/ 88 yaitu :
·         Anti Oksidan
·         Anti kempal
·         Pengatur keasaman
·         Pemanis Buatan
·         Pemutih pematangan tepung dan pengeras
·         Pengemulsi, pemantap dan pengental
·         Pengawet
·         Pengeras
·         Pewarna
·         Penyedap rasa dan aroma
·         Sekuestran
·         Enzim, penambahan gizi, humektan
Sedangkan golongan BTP yang dilarang di gunakan menurut PERMENKES PERMENKES RI NO 722/MENKES/PER/IX/88 dan NO 1168/MENKES/PER/X1999 yaitu :
·         Natrium Tetraborat
·         Formalin
·         Minyak nabati dan dibrobinasi
·         Kloramfenikol
·         Kalium klorat
·         Diethylpirokarbonat
·         Nitrofuranzon
·         P-phenetikarbamida
·         Asam salisilat dan garamnya
·         Rodamin B (pewarna merah)
·         methanyl yellow (pewarna kuning)
·         Dulsin (pemanis sintesis) potassium bromat (pengeras)
2.2  Macam-macam zat aditif
2.2.1     Zat Pewarna
Zat pewarna adalah bahan yang dapat memberi warna pada makanan, sehingga makanan tersebut lebih menarik, secara garis besar berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan BTP, yaitu pewarna alami pewarna sintesis. beberapa contoh zat pewarna alami yaitu anoto (orage), caramel (coklat hitam ), beta karoten (kuning ), klorofil (hijau). sedangkan contoh pewarna buatan yaitu biru berlian, coklat HT, eritrosit dan hijau FCF.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh “Soleh (2003)”, menunjukkan bahwa dari 25 sampel makanan minuman jajanan yang beredar di wilayah kota Bandung, terdapat lima sampel yang positif mengandung zat warna yang dilarang oleh pewarna, yaitu Rhodamin B (Produk sirup jajanan), krupuk, terasi merah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh “YLKI (1990) terhadap pangan jajanan di bawa Jakarta dan Semarang. menunjukkan bahwa pisang moleng dan manisan kedondong yang dijual setelah di uji positif mengandung methanyl yellow.
2.2.2     Penyedap Rasa Dan Aroma Serta Penguat Rasa.
Zat aditif ini dapat memberikan, menambah, mempertegas rasa dan aroma makanan. Zat aditif ini terdiri atas dua golongan yaitu alami dan buatan. Contoh yang alami yaitu penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa sedangkan yang buatan yaitu zat pemanis buatan.
ü  Penyedap rasa dan aroma (flavor)
Penyedap rasa dan aroma yang banyak di gunakan berasal dari golongan ester, contoh ; isoamil asetat (rasa pisang), isoamil valerat (rasa apel), butir-butiran (rasa nanas), isobutyl propionate (rasa rum)
ü  Penguat rasa (flavuor echancer)
Bahan penguat rasa atau penyedap makanan yang paling banyak di gunakan adalah MSG (monosodium glutamate) yang sehari-hari dikenakan dengan nama vet sin. 
ü  Zat pemanis buatan
Bahan ini tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi, contohnya natrium (kemanisanya 500x gula), dulsin (kemanisanya 250x gula), dan natrium siklamat (kemanisanya 50x gula) dan serbitol.
2.2.3     Pengawet
Zat aditif ini dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengemasan atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorg anisme.
Contoh bahan pengawet dan penggunaanya ;
a)    Asam bezoat, natrium dan kalsium benzoat, untuk minuman ringan, kecap, acar ketimun dalam botol dan caos.
b)    Natrium nitral (NaNo3), untuk daging olahan dan keju
c)    Natrium nitrit (NaNo2), untuk daging olahan, daging awetan dan kornet kalangan.
d)    Asam propionate untuk roti dan sediaan keju olahan
2.2.4     Antioksidan 
Zat aditif ini dapat mencegah atau menghambat oksidasi.
contoh ;
a)    Asam askorbat (bentukan garam kalium, narium, dan kalium), di gunakan pada daging olahan, kaldu dan buah kalangan.
b)    Butil hidroksianisol (BHA), di gunakan untuk lemak dan minyak makanan.
c)    Butyl hidroksitoluen (BHT), di gunakan untuk lemak, minyak makan, margarine dan mentega.
2.2.5     Pengemulsi, Pemantap, Dan Pengental
Zat aditif dapat membantu pembentukan atau pemantapan sistem depresi yang homogen ada makanan.
Contoh ; agar-agar, gelatin, dan gom Arab
2.2.6     Pemutih Dan Pematang Tepung
Zat aditif ini dapat mempercepat proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
Contoh : Asam askorbat, aseton, peroksida, kalium bromat.
2.2.7     Pengatur Keasaman
Zat aditif ini dapat mengemaskan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh ; asam asetat aluminium ammonium sulfat, ammonium bikarbonat, asam klorida, asam sitrat, asam tetrat, dan natrium bikarbonat.
2.2.8     Anti Kempal
Zat aditif ini mencegah pengempalan makanan yang berupa serbuk, contoh : aluminium silikat (susu bubuk), dan kalsium aluminium silikat (garam meja)
2.2.9     Pengeras
Zat aditif ini dapat memperkeras atau mencegah melunakkan makanan. Contoh : aluminium ammonium sulfat (pada acar ketimun botol), dan kalium glukona (pada buah kalangan).
2.2.10  Sekuestran
Adalah bahan yang mengikat ion logam yang ada dalam makanan.
Contoh : asam fosfat (pada lemak dan minyak makan), kalium sitrat (dalam es krim), kalsium dinatrium EDTA dan natrium EDTA
2.2.11  Penambah Gizi
Zat aditif yang ditambahkan adalah asam amino, mineral, atau vitamin untuk memperbaiki gizi makanan.
2.4      Efek terhadap kesehatan zat aditif
2.4.1      Efek terhadap kesehatan dari penggunaan BTP yang diizinkan
ü  Zat pewarna
Pada zat aditif ini, dampak negatif timbul apabila penggunaannya berulang walaupun dalam jumlah kecil, dimakan dalam jangka waktu lama, tergantung dengan daya tahan tubuh yang berbeda-beda, seperti pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari dan keadaan fisik. Dampak negatifnya seperti timbulnya kanker hati.
ü  Zat pengawet
1.    Pengawet organik
a.    Asam benzoat dan garamnya
Efeknya : dalam jumlah besar akan mengkritisi lambung khususnya pada penderita asma dan orang yang menderita antikaria.
b.     Asam sorbet dan garamnya
Efeknya : Pada diet tidak menimbulkan aktifitas carcinogenic karena tingkat fasilitasnya rendah kemungkinan asam sorbet hanya memberikan efek intasi kulit apabila langsung di pakai pada kulit.  
c.    Asam propionat dan garamnya
Efeknya : tidak menimbulkan toksin apabila natrium propionat di berikan dalam dosis reenrollsehari 6 gr untuk laki-laki.
d.    Ester dari asam benzoot
Efeknya : memberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik, reaksi yang spesifik seperti timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit yang dapat terjadi pada orang penderita asma, urtikaria, dan sensitif. 
e.    Nisin
Efeknya : Timbulnya neproteksik

2.    Pengawet anorganik
Efeknya : apabila mengandung belerang dioksida dapat menyebabkan luka usus sedangkan pada pemakaian nitrit dengan dosis yang tinggi menyebabkan kanker. pada penderita metamogloginemia itu menjadi pucat, sinosis sesak nafas, muntah dapat syok.
ü  Zat pemanis
a.    Sakarin
Efeknya : menyebabkan kanker khususnya kanker kentong benih
b.    Skala siklamat
Efeknya : bersifat konsigenik, sedangkan hasil metabolisme dari siklamat yang diekskresikan melalui urin dapat merangsang pertumbuhan serta dapat menyebabkan atropi.
Contoh : asam askorbat, feri fosfat, vitamin A, dan vitamin D.
c.    Aspartame
Efeknya : dapat menyebabkan kerusakan otak yang pada akhirnya akan mengakibatkan cacat mental khususnya pada penderita penyakit keturunan dan kelemahan mental (penil keton urea / PKU)
d.     Nitro-propoksi-analin
Efeknya : bersifat carcinogenic yang penggunaannya di batasi bagi orang-orang penderita penyakit OM karena senyawa ini tingkat komunikasinya paling tinggi (4110 x kemanisan gula tebu murni) senyawa ini juga bersifat racun seperti aniline yang dapat mengakibatkan kanker kemin.
e.     Solbitol
ü  Penyedap Rasa dan aroma
a.    Monosodium glutamate (MSG)
Efeknya : menimbulkan gejala Chinese restavrant sydrom (CRS) seperti kesemutan pada punggung, leher, rahang bawah, wajah berkeringat, sesak dada bagian bawah dan kepala pusing.
b.    L-asam glutamate
Efeknya : menyebabkan CRS
c.    Potosium hidrogen L-Glutamate (mono potassium glutamate)
Efeknya : menyebabkan mual, muntah dan kejang-kejang perut walaupun taksisisitas amnya relatif kecil, potosium berbahaya bagi penderita ginjal dan tidak boleh di berikan pada bayi di umur (12 minggu) 
d.    Kalsium di hidrogen di –L- glutamate
Efeknya : belum diketahui, tetapi tidak boleh di berikan kepada bayi yang berumur di bawah 12 minggu.
e.     Guanosin S- disodium fosfor (sodium glutamate) : inosin S- disodium fosfor (sodrum inosat) ; sodium S- ribunokleotida
Efeknya : tidak diketahui tetapi dilarang di gunakan pada pangan bayi dan anak-anak begitu pula untuk penderita encek yang harus mengindari purin dilarang mengkonsumsi zat ini. 
ü  Anti Kempal
Efek : anti kempal tidak menunjukkan akibat kekurangan pada tingkat penggunaan yang tepat. Akan tetapi masuknya ferrosinida dalam golongan anti kumpal yaitu 0,025 / kg berat badan yang membayakan suka dikonsumsi. 
ü  Antioksidan
a.    Asam L-askorbid (vit-c)
Efeknya : jika dikomsumsi lebih daro 100 gr / hari mudah terkena batu ginjal dari dosis yang tinggi dapat menyebabkan diare erosi pada gigi
b.    Natrium L-askorbad (vit-c natrium L-c-t) askorbad
Efeknya : karsionogen yang merugikan
c.    kalsium L-askorbat (kalsium askorbat)
Efeknya : dapat menyebabkan batuk ginjal
d.    Asam 6-0 pallmitol-L askorbit (askorbit palmital)
Efeknya : tidak merugikan
e.    ekstra tokoperois dalam (vit-e)
Efeknya : menyebabkan penimbunan lemak
f.     sintesic alfa toko ferol (vit-E : OL-alfa-tokoferol); sintetik delta tokoferot (vit-E : DL- delta-tokoferol)
Efeknya : menyebabkan penimbunan lemak
g.    Sintetik gamma-tokoferol (vit-E ; DL- gamma-tokoferol)
Efek : terjadi penimbunan lemak.
h.     propil gallaf ; aktil gollat ; dan dodekil gallat
Efek : menyebabkan iritasi pada lambung dan kulit
i.      butil hidroksil anisol (BHA)
Efeknya : menyebabkan timbulnya kanker sekitar lambung, alergi.
j.      Butil hidroksiltoluen
Efeknya : menyebabkan kulit menjadi kasar serta dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan liver membesar.
ü  pengemulsi, pemantap dan pengenta
ü  Pengatur kesamaan
Efeknya : dapat menyebabkan jaringan mati dan terjadi peradangan
ü  pemutih, pematangan tepung dan pengeras
Beberapa efek bahan tambahan pangan pemutih, pematang tepung, serta pengeras terhadap kesehatan.
1.    Pemutih dan pemotong tepung
a.    Asam acrobat
Efeknya : dapat meningkat pada kasus potologek misalnya asisten rematik dan meningkatkan kandungan air feses, sehingga dapat menghasilkan terjadinya diare.
b.    Kalsium sterol – 2- lakatilat, natrium sterol fumarat, dan natrium -12- lokilat.
Efeknya : dapat menyebabkan hiperkalsimea dalam darah yang terjadi apabilah dalam tubuh terjadi kelainan klinik, misalnya hiperporatirodisme, keracunan vit , serkoldes dan kanker.
c.     L- cyistein
Efeknya : dapat menyebabkan penyakit seborrhea,, kerapuhan kuku atau jaringan tanduk (keratin, dan alopisia)
2.    Bahan pengeras
a.    Garam-garam (aluminium ammonium sulfat, aluminium kalium sulfa, almunium natrium sulfat (annidrat) 
Efeknya : tasistas dari aluminium dan beda kelebihan konsumsi logam adminium dapat m,enimbulkan efek toksis pada susunan saraf dan menyebabkan penyakit alzaimer (gangguan saraf)
b.    Garam-garam kalsium (kalsium glikonat, kalsium karbonat, kalsium klorida, kalsium laktat, kalsium setrat, kalsium sulfat dan mono kalsium fosfat.
Efeknya : gangguan saraf dan otot serta hipoparatirodisma/ insufiensi ginjal bila kadar kalsium dalam darah turun di bawah normal.
2.3  Tujuan dan penggunaan zat aditif
1.    Dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan.
2.    Membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan
3.    Mempermudah preparesi bahan pangan.
4.    Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5.    Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. 
2.4  Efek terhadap kesehatan zat aditif
2.4.1     Efek terhadap kesehatan dari penggunaan BTP yang diizinkan
·        Zat pewarna
Pada zat aditif ini, dampak negatif timbul apabila penggunaannya berulang walaupun dalam jumlah kecil, di makan dalam jangka waktu lama, tergantung dengan daya tahan tubuh yang berbeda-beda, seperti pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari dan keadaan fisik. Dampak negatifnya seperti timbulnya kanker hati.
·         Efek terhadap kesehatan dari pengemulsi, pemantap, dan pengental.
No
Nama BTP
Efek terhadap kesehatan
1.
Lesitin
Lesitin adalah nutrisi dan bersifat nontoksi
2.
Sodium laktat
Dapat menimbulkan keracunan tertentu pada anak-anak karena anak-anak tidak tahan terhadap laktosa, tetapi tidak ditemui sifat racunnya pada orang dewasa.
3.
Potasiun laktat
Dapat menimbulkan keracunan tertentu pada anak-anak karena anak-anak tidak tahan terhadap laktosa, tetapi tidak di temui sifat racunnya pada orang dewasa.
4.
Kalsium laktat
Tidak satupun diketahui.
5.
Asam sitrat
Asam sitrat apabila dikomsumsi terlalu banyak menyebabkan eroso pada gigi dan dapat menyebabkan iritasi lokal.
6.
Sodium sitrat
Dapat mengubah sekresi urin sehingga apabila dalam pemberian obat dapat menyebabkan obat kurang efektif bekerja atau bahkan dapat menjadi racun.
7.
Ammonium ferri sitrat
Mencegah anemia.
8.
Kalsium disodium EDTA
Pemakaian EDTA yang berlebihan dalam pangan dapat mengikat logam-logam yang diperlukan oleh tubuh, seperti besi, seng, Cu, sehingga tubuh kekurangan logam isensial.
9.
Asam alginate
Pemakaian yang berlebihan dalam bahan pangan dapat menghambat proses penyerapan nutrisi tertentu seperti mineral dan unsur renik.
10.
Sorbitol
Tidak terdapar resiko keracunan yang nyata, tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan flatulensi sementara atau intestinal distention, tetapi juga mengurangi kadar kolesterol darah. 
2.4.2     Efek terhadap kesehatan dari penggunaan BTP yang tidak di izinkan
ü  Natrium Tetrabonat
Asam ini dapat menyebabkan keracunan dengan gejala seperti mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala dan bahkan dapat menimbulkan syok.
ü  Formalin
Jika kandungan dalam tubuh tinggi dapat menekan fungsi sel sehingga menyebabkan sel, selain itu juga dapat menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat carcinogenic dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi atau jaringan)
ü  Dulsin (pemanis sintetis )
Efeknya : dapat menimbulkan dampak yang berbahaya apabila komsumsi dursin yang berlebihan karena ternyata dosis letalnya pada anjing sebesar1,0 gl/2kg BT.
ü  Nitrofuransen
Efeknya : dapat menyebabkan skinlassion pada kulit serta infeksi pada kandung kemih.
ü  Asam salisilat dan garamnya
Efeknya : bersifat iritatif sekali, pada pemberian peroral asam salisilat dapat menimbulkan efigastrik, pusing, berkeringat, mual, dan muntah serta gejala toksisitas yang serius yang terjadi perubahan keseimbangan asam basa dan komposisi elektrolit yaitu hiperfentilasi, demam ketosis, respirasi alkalosis dan asidosis metabolic.
ü  Potassium Bromat
Efeknya : penggunaan dalam jumlah yang besar akan mengakibatkan iritasi terhadap saluran pernafasan, gangguan pada fungsi ginjal, serta mengakibatkan hemolisis dari sel darah merah dan methemohglobinomia.
ü  Kloromfenikol
Efeknya : apabila di berikan sebanyak 50 mg/kg BB neonatus, terutama yang permatur dapat mengalami gray sickness.
ü  Diethilpirokarbonat
Efeknya : dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan hidung serta diikuti pusing-pusing.
2.5.1.   Analisis Bahan Pengawet
  1. Bahan  Pengawet Anorganik.
  1. Analisis sulfite dalam bahan pangan
1.    Metode Spectrophotometer (AOAC,1990 dan 1995)
  1. Pereaksi
1.    Larutan p-rosanilin 9acid bleached p-rosanilin-rohn)
Timbang 100 mg p-rosanilin klorida, masukkan kedalam labu uku 1 liter, tambahkan 100 ml air dan 160 ml HCI (1 : 1), kemudian encerkan sampai tanda batas. biarkan 12 jam sebelum di pergunakan.
2.    Natrium tetrakloromerkurat
Larutkan 4,7 gr NaCI dan 10,9 gr HgCI2 dalam kira-kira 1.900 ml H2 O, kemudian encerkan sampai 2 liter.
3.    larutan formaldehid HCHO 0,015%
Encerkan 2 ml formalin sampai 100 ml dengan air, kemudian encerkan kembali 2 ml larutan tersebut sampai 1000 ml.
4.    Larutan natrium sulfit 1 mg/ml
Larutkan 100 mg natrium sulfit dalam 100 ml larutan naterakloromerkurat.
  1. Persiapan kurva standar sulfit
1.    Pipet 0,1,2,3,4,5, dan 6 ml larutan Na sulfit ke dalam 7 buah labu ukur 100 ml, tambahkan 50 ml larutan Na- tetrakloromerkurat pada masing-masing labu, encerkan dengan akuades sampai tanda batas.
2.    pindahkan 1,0 ml alikot dari setiap labu ukur ke dalam tabung reaksi 200 mm, tambahkan 5 ml larutan rasionalin dan kocok, tambah 10 ml larutan HCHO, kocok dan biarkan selama 30 menit.
3.    baca resapannya pada panjang gelombang 550 nm. Plotkan resapan tersebut terhadap kepekatan.
  1. Penetapan sulfit
1.    Pipet 5,0 ml alikot ke dalam tabung reaksi 200 mm yang mengandung 5 ml Na-tetrakloromerkurat, kocok.
2.    Pindahkan 1,0 ml larutan yang telah diencerkan tadi ke dalam tabung reaksi lainnya, tambahkan 5 ml larutan p-rosanalin, aduk.
3.    Tambahkan 10 ml larutan HCHO aduk dan biarkan 30 menit. Apabila terbentuk warna lembayung sering melalui penyaring gelas dan kaca resapannya. 1 ml alokot yang di uji mengandung 0,1 gram daging sehingga 0,01 mg sesuai dengan Na-sulfit0,01%. apabila warna terlalu pekat, emcerkan larutan dari tabung pertama dengan larutan Na-tetrakloromerkurat (1 : 1).
2.    Metode Titrasi (AOAC, 1990 dan SNI, 1992-1994)
a.    Peralatan
Neraca analitis, labu destilasi, gelas ukur, burette, botol timbang, dan alat destilasi.

b.    Perekasi
    1. Asam phosphate 88% (d = 1,75)
    2. Larutan hidrogen peroksida 0,2% (w/v)
Larutan 0,7 ml hidrogen peroksida ke dalam 100 ml. Dibuat baru setiap akan di gunakan/harus selalu segar.
    1. Larutan NaOH 0,01 N
Standardisasi dengan K-hidrogen phtalat, yang telah dikeringkan pada suhu 110oC.
    1. Methanol
    2. Larutan campuran indikator
campurkan 50 ml larutan merah meil 0,03% dalam alkohol dan 50 ml larutan biru 0,05% dalam alkohol, kemudian saring.

c.    Cara Kerja
    1. Timbang atau pipet sejumlah contoh ke dalam labu destilasi sebagai petunjuk seperti tabel di bawah ini.
Kandungan SO2
(mg/kg)
Sejumlah contoh untuk yang ditimbang (g/ml)
Volume air suling yang di tambahkan (ml)
< 10
10 – 100
> 100
40 – 50
20 – 25
5 – 10
20
30
40

    1. Tambahkan air suling ke dalam labu sebagai petunjuk. Tambahkan 50 ml methanol dan campurkan. masukkan kedalam penampung destilasi, 10 ml larutan H2O2, 60 ml air suling dan beberapa pengujian indikator. Tambahkan beberapa pengujian NaOH 0,01N sampai terbentuk warna hijau.
    2. tambahkan sejumlah yang sama larutan H2O20,2% yang sudah di netralkan ke dalam botol pencuci
    3. Hubungkan ke atas alat dan atur nitrogen mengalir kira kira-kira 60 gelembung per menit
    4. Tambahkan 15 ml asam posphat 88% ke dalam pipa/funnel dan alirkan ke dalam labu distilasi.
    5. Panaskan dengan cepat untuk mendidihkan campuran dan kemudian biarkan mendidih selama 30 menit.
    6. lepaskan penampung dari alat destilasi dan bilas pipa.
    7. Titrasi asam sulfat yang ada/ terbentuk dengan larutan NaOH 0,01 perhitungan.
SO2 yang terkandung (mg/kg atau mg/1) =  b x c x 32 x 1.000
                                                                                                            a
                        a = Bobot cuplikan (gram)
                        b = Volume larutan NaOH yang diperlukan untuk peniter (ml)
                        c = Normalitas larutan NaOH

2.5.2     ANALISIS BAHAN PEWARNA SINTETIS
Telah diketahui bahwa berbagi jenis pangan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik secara maupun tidak disengaja telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau yang bukan food grade, yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk tekstil, kertas atau kulit.
1.    Teknik Analisis Sederhana
Babu, S dan indushekhar,S.,(1990), dari NIN Hyderabad India, telah melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetis dapat dilakukan secara sederhana dan dengan menggunakan peralatan yang sederhana seperti gelas, air dan kertas saring. sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan khusus. Metode dapat dikerjakan dirumah maupun dilapangan. Keistimewaan atau keuntungan penting dari metode tersebut karena cara analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat pewarna-pewarna  standar apapun.
Sedangkan prinsip kerjanya adalah kromotografi kertas dengan pelarut air (PAM,destilasi,atau air sumur,Setelah zat pewarna diuji diujung kertas rembesan (elusi),air dari bawah mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut dalam air (zat pewarna pangan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil.
Cara kerja analisis tersebut adalah melarutkan suatu zat pewarna yang dicurigai kedalam air destilasi, sehingga diperoleh konsentrasi 1.0 mg/ml atau 1g/l,kemudian larutan tersebut diujikan (spot) pada +  2 cm dari ujung kertas saring yang berukuran 20 x 20 cm. Selanjutnya, kertas saring tersebut dimasukkan kedalam gelas yang telah diisi air secukupnya (diletakkan1-1,5 cm dari dasar gelas). Air akan dihisap secara kapiler atau merembes ke atas, dan air dibiarkan merembes sampai 3/4 tinggi gelas. Kertas saring diangkat dan dikeringkan diudara. Setelah kering, kertas dilipat dua dan dilipat lagi menjadi tiga, sehingga terdapat 8 bagian antara spot asli dan batas pelarut. Seluruh analisis itu dapat selesai kurang dari 1,5 jam. Hasilnya, zat pewarna tekstil tidak bergerak pada tempatnya.

2.    Analisis Zat Warna yang dilarang (Rhodamin B dan Methanyl yellow)
a.    Cara reaksi kimia (SNI 1992)
                  Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut: HCI pekat, H2SO4 NaOH 10 %, dan NH4OH 10%. Lalu reaksi apa yang terjadi (reaksi perubahan warna) pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (matriks).
b.    Cara kromotografi kertas (Charles, J.P.S.,1990, dan Tri Indraswari,W.,2000)
Sejumlah cuplikan 30-50g ditimbang dalam gelas kimia 100 ml, ditambahkan asam asetat encer kemudian dimasukkan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan diatas nyala api kecil selama 30 ,enit sambil diaduk. Benang wool dipanaskan dari larutan dan dicuci dengan air dingin berulang-ulang hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan ammonia 10% di atas penangas air hingga sempurna. Larutan berwarna yang didapat dicuci lagi dengan air hingga bebas dari ammonia.
Totolkan pada kertas kromotografi, juga totolkan zat pewarna pembanding yang cocok (Larutan pekatan yang berwarna merah gunakan pewarna zat  warna merah). Jarak rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon: aseton: air = 70:30:30) dan eluen II (2g NaCI dalam 100 ml etanol 50%). Keringkan kertas kromatografi di udara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul.
Perhitungan/penentuan zat warna dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat pelarut.
Rf = Jarak gerak zat pelarut
        Jarak gerak zat pelarut

2.5.3   BEBERAPA METODE ANALISIS                      
1. Analisis Kualitatif Pemanis Sintetis secara Umum
Analisis pemanis sintetis dalam pangan, minuman maupun dalam obat-obatan. agak sulit dilakukan, karena biasanya bahan tambahan yang ditambahkan kedalam pangan/minuman tersebut tidak hanya pemanis saja, tetapi banyak bahan tambahan lainnya, seperti pengawet, pewarna dan lain-lain Hal itu menyulitkan dalam analisis karena berbagai bahan tambahan dalam produk pangan/minuman tersebut saling mengganggu dalam analisis, sampel biasanya mendapat perlakuan pendahuluan, seperti  ekstraksi dengan pelarut organik atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Secara umum analisis bahan pemanis sintetis sakarin, siklamat, dulsin, aspartame, dan sorbitol yang terdapat dalam minuman secara kualitatif dapat dilakukan dengan kromotografi lapisan tipis (thin layer chromathography/TLC). Sedangkan penentuan kadar bahan pemanis dapat dilakukan dengan cara spektrofotodensitometri atau spektrofotometri UV/tampak.

  1. Prinsip Analisis Kromatografi Lapis Tipis (TLC)
         TLC adalah metode pemisahan secara fisikokimia yang berdasarkan sifat perbedaan afinitas zat (analit terhadap fase diam dan fase geraknya). Fase diam biasanya berupa zat padat (adsorben) uang ditempatkan pada suatu penyangga berupa lempeng gelas atau logam. Sedangkan fase geraknya adalah cairan yang terdiri dari campuran beberapa pelarut. Sampel yang telah melalui  perlakuan pendahuluan dipekatkan, kemudian ditotolkan pada lapisan tipis. Lempeng/lapisan tipis tersebut diletakkan pada bejana tertutup yang berisi larutan yang cocok (fase gerak). Adsorben yang biasa digunakan adalah silika gel aluminium oksida,kieselgur,selulosa, dan turunannya atau poliamida.
            Untuk mendeteksi senyawa yang telah terpisah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
1.         Cara fisika dilakukan jika senyawa tidak berwarna dan untuk senyawa yang dapat menunjukkan penyerapan di daerah panjang gelombang 254 nm.
2.       Cara kimia, senyawa yang akan dipisahkan disemprot dengan pereaksi kimia tertentu.
3.       Cara biologi dilakukan untuk senyawa yang mempunyai aktifitas fisiologi.
Deteksi yang sering dilakukan dengan menggunakan lampu UV gelombang pendek (254 nm). Jarak pemisahan senyawa pada kromatogran dinyatakan dengan Rf.
Rf = Jarak gerak zat pelarut
             Jarak gerak zat pelarut

  Identifikasi analit di dalam sampel dilakukan dengan cara membandingkan harga Rf yang didapat dari larutan standar.

  1. Prinsip Kerja Spektrofotodensitometri
Spektrofotodensitometri adalah pengukuran noda pada kromatogram dengan cara melewatkan cahaya yang intensitasnya diukur dengan detector sinar UV. Penentuan kadar dilakukan dengan cara menghitung luas noda atau dengan menggunakan  kurva kalibrasi.
  1. Prinsip Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotometri UV/Sinar Tampak
Absorpsi molekul pada daerah UV/sinar tampak berhubungan erat dengan strukturnya. Dalam penentuan kadar suatu larutan sampel secara spektrofotometri didasarkan atas hubungan antara absorban dengan konsentrasi.
Persamaan Lambert – Beer : A = ε b c
Dimana : A :  Absorbans
               ε :  Absortivitas molar Larutan
               b :  Lebar sel yang dilewati sinar
               c :  Konsentrasi analit.
               Beberapa cara yang biasa digunakan untuk penentuan:
a.    Secara langsung dengan membandingkan absorbans suatu sampel dengan larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya pada panjang gelombang maksimumnya.
b.    Dengan menggunakan kurva kalibrasi, yaitu yang menyatakan hubungan antara absorbans dengan konsentrasi.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
ü  Secara umum zat aditif adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen has makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemesan, dan penyimpanan.
ü  Jenisjenis zat aditif terbagi atas dua golongan yaitu golongan zat aditif alami dengan golongan zat aditif buatan (sintetis). Selain itu, penggunaan dari zat aditif ada yang diizinkan penggunaannya oleh MENKES dan ada juga yang dilarang.
ü  Efek dari penggunaan zat aditif khususnya zat pewarna yaitu efek kronis senyawa azo mengakibatkan kanker, sedangkan pada zat pengawet menimbulkan iritasi pada kulit dan mulut. 

3.2  Saran
ü  Penggunaan zat aditif makanan haruslah hati-hati terutama zat aditif sintetis, karena zat sintetis ini merupakan zat asin bagi tubuh yang dapat menyebabkan penyakit.
ü  Penggunaannya juga harus sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan demi menjaga atau melindungi kesehatan tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W., 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Rohman, A., dan Sumatri, 2007.  Analisis Makanan, Gadjah Mada  University frees. Yogyakarta .

Sartono, 2001, Racun dan Keracunan, Widya Medika, Jakarta.
Yuliarti N., 2008, Racun di Sekitar Kita, C.V. Andi Offset, Yogyakarta.

Zat Aditif. http:// dahlanforum. wordpres. com/2007/07/27. Kamis, 11/12/2008. Makassar.

Zat Aditif. http:// bangadi. blogspot. com. Kamis, 11/12/2008. Makassar.

Tidak ada komentar: