BAB. I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Demam berdarah dengue (DBD)
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus (arthropode borne virus).
Penularan terjadi melalui gigitan nyamuk A. aegypti atau A. albopictus.
Terdapat 4 jenis virus dengue yaitu tipe 1, 2, 3 dan 4. Keempat jenis virus
tersebut menyebabkan gejala yang serupa antara lain demam, sakit kepala, nyeri
retroorbital dan mialgia. Demam ini dapat disertai perdarahan, renjatan dan
kematian. Infeksi oleh virus dengue dibedakan menjadi infeksi primer dan
sekunder. Pada infeksi primer, hanya dijumpai gejala subklinis atau disertai
demam sedangkan infeksi sekunder dapat menimbulkan komplikasi yang berat dan
merupakan risiko terjadinya DBD atau dengue syok sindrom (DSS). Kekebalan
seumur hidup terhadap serotipe yang homolog muncul setelah infeksi primer.
Menjadi hal yang sangat penting untuk membedakan infeksi primer dan sekunder
karena dapat digunakan untuk tindak lanjut penanganan penderita secara dini
serta untuk prognosis DBD/DSS.
Pada umumnya diagnosis DBD sulit
ditegakkan pada awal penyakit karena tanda dan gejalanya yang tidak spesifik
sehingga seringkali sulit dibedakan dengan penyakit infeksi virus influenza,
campak atau demam typhoid. Case fatality rate dapat diturunkan secara seksama
apabila penderita dengan DBD/DSS dapat di diagnosis secara dini dan mendapatkan
penatalaksanaan klinis dengan baik.
Diagnosis DBD dilakukan dengan
melihat gejala klinis dan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang saat ini
dipakai untuk menunjang diagnosis demam dengue baik primer maupun sekunder
adalah dengan menggunakan pemeriksaan Ig M dan atau Ig G anti dengue karena dapat diperoleh hasil
yang cepat dan sensitivitas mirip dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI).
Pemeriksaan ini cukup mahal. Hematokrit dipakai untuk menentukan derajat
hemokonsentrasi seorang penderita. (Pusparini, 2004)
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “
Menghitung Nilai Hematokrit Pada Penderita Demam Berdarah Dengue ”
C.
TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan :
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui nilai hematokrit pada pasien
penderita demam berdarah dengue.
b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui berapa nilai hasil pemeriksaan hematokrit pada penderita
demam berdarah dengue
Manfaat :
a. Bagi pembaca
Bagi pembaca dapat menambah wawasan dan
mengetahui cara penetapan hematokrit pada penderita demam berdarah dengue.
b. Bagi penulis
Bagi penulis sendiri dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, dan dengan penulisan ini penulis dapat
mengetahui cara penetapan hematokrit pada penderita
demam berdarah dengue.
D.
METODE PENULISAN
Metode pengumpulan data dilakukan melalui penelitian
pustaka (buku,internet)
BAB. II
HEMATOKRIT PADA
PENDERITA DBD
1.
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue. Virus dengue merupakan Arbovirus B (Arthropod borne virus),
genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae, dengan serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4. Virus ini termasuk virus dengan single stranded RNA (Foltin,
Lebowitz, Fernando, 2004; Centers for Disease Control and Prevention,
2003; Ihsan Jaya, 2008). Penyakit oleh keluarga virus ini ditandai oleh gejala
dengan spektrum yang luas, mulai dari asimptomatik, demam, nyeri kepala,
myalgia, petekie, netropenia, trombositopenia, hingga renjatan.
Demam Berdarah Dengue ditandai oleh empat manifestasi klinik,
yaitu demam tinggi, perdarahan (terutama kulit), hepatomegali,
dan kegagalan sirkulasi (World Health
Organisation, 1997; Ihsan Jaya, 2008).
A.
Patogenesis dan Manifestasi Klinik
1) Patogenesis
Mekanisme sebenarnya baik
patofisiologi, hemodinamika, maupun biokimia pada kasus DBD sejauh ini belum
sepenuhnya diketahui. Berbagai hipotesis telah diajukan meski tak satupun yang
telah dianggap cukup memadai dalam menjelaskan secara tuntas patogenesisnya.
Hipotesis tersebut antara lain: imunopatologi, infeksi sekunder heterolog,
Ag-Ab dan aktivasi komplemen, infection enhancing antibody, trombosit endotel,
serta mediator dan apoptosis. Sulitnya mendapatkan hewan coba yang
representatif merupakan salah satu kendala besar yang dihadapi para peneliti.
Kasus-kasus yang terjadi memberikan fakta yang tidak sepenuhnya sesuai dengan
pelbagai teori yang telah diajukan. (Ihsan Jaya, 2008)
2) Manifestasi Klinik
Demam berdarah dengue
ditandai oleh empat manifestasi klinik mayor yaitu demam tinggi,
manifestasi perdarahan (terutama kulit), hepatomegali, dan tanda kegagalan sirkulasi (World Health Organisation,
1997; Ihsan Jaya, 2008).
Menurut Tuchida, dalam:
Ihsan Jaya (2008), yang membedakan DBD dengan demam dengue adalah, pada DBD
ditemukan permeabilitas pembuluh darah yang tinggi, hipovolemia, hipotensi,
trombositopenia dan diathesis hemoragik.
Fase prarenjatan diawali
dengan nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi sempit, hipotensi, ekstremitas
dingin, gelisah dan berkeringat. Muntah dan nyeri abdomen persisten meski tidak masuk kriteria WHO juga perlu
diwaspadai. Seringkali terdapat perubahan dari demam menjadi hipotermia
disertai berkeringat serta perubahan status mental (somnolen atau
iritabilitas). (Ihsan Jaya, 2008)
B.
Sindrom Renjatan Dengue
Sindrom Renjatan Dengue
(SRD) atau dengue shock syndrome (DSS) adalah manifestasi renjatan yang
terjadi pada penderita DBD derajat III dan IV (World Health Organisation,
1997; Ihsan Jaya, 2008). Kebanyakan pasien memasuki fase SRD pada saat atau
setelah demamnya turun yaitu antara hari ke 3-7
setelah onset gejala.
Pada saat tersebut penderita
dapat mengalami hipovolemi hingga lebih dari 30% dan dapat berlangsung selama
24-48 jam (Azhali, 1992; Berita IkatanDokter Indonesia, 2007; Ihsan Jaya, 2008)
C.
Kriteria Diagnosis DBD
Diagnosis klinik penyakit
DBD dapat ditegakkan apabila ditemukan dua
atau tiga gejala klinik yang disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
1. Demam tinggi mendadak (38,2-40 °C) dan terus-menerus selama 2-7
hari tanpa sebab yang jelas. Demam pada penderita DBD disertai batuk,
faringitis, nyeri kepala, anoreksia, nausea, vomitus, nyeri abdomen, selama 2-4
hari, juga mialgia (jarang), atralgia, nyeri tulang (Kasper, et al.,
1991) dan lekopenia (Centers for Disease Control and Prevention, 2003).
2. Manifestasi perdarahan, biasanya pada hari kedua demam, termasuk
setidak-tidaknya uji bendung (uji Rumple Leede/ Tourniquette) positif dan salah
satu bentuk lain perdarahan antara lain purpura, ekimosis, hematoma, epistaksis, pendarahan gusi dan
konjuntiva, perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, atau hematochezia),
mikroskopik hematuria atau menorrhagia (Azhali, 1992; Hapsari, 2006; Ihsan
Jaya, 2008).
3. Hepatomegali, mulai dapat terdeteksi pada permulaan demam.
4. Trombositopenia (100.000/mm atau kurang) biasanya ditemukan
pada hari ke dua/tiga, terendah pada
hari ke 4-6, sampai hari ke tujuh/sepuluh sakit. (Berita Ikatan Dokter
Indonesia, 2007a; Soedarmo, 2005; Ihsan Jaya, 2008)
5. Tanda perembesan plasma yaitu:
a. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
- peningkatan kadar
hematokrit setinggi kadar hematokrit pada masa pemulihan.
- peningkatan kadar hematokrit sesuai usia dan jenis kelamin >20%
dibandingkan dengan kadar rujukan atau lebih baik lagi dengan data awal pasien.
- penurunan kadar hematokrit 20% setelah mendapat penggantian
cairan.
b. Hipoalbuminemia.
c. Efusi pleura, asites atau proteinuria.
6. Renjatan, biasanya mulai pada hari ketiga sejak sakit (Soedarto,
1996; Centers for Disease Control and Prevention, t.th.b; Ihsan Jaya,
2008). Ia merupakan manifestasi
kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, kecil sampai tidak teraba, tekanan nadi (beda
tekanan sistolik dan diastolik) menurun (20 mmHg atau kurang), hipotensi
(sesuai umur), disertai kulit teraba
dingin dan lembab terutama daerah akral (ujung hidung, jari tangan dan kaki), penderita tampak gelisah
dan timbul sianosis sirkumoral.
Dengan patokan ini 87% penderita yang tersangka penyakit DBD
diagnosisnya tepat setelah konfirmasi serologis (Setiawan, et al., 1992;
Sunarto, et al., 2004; Ihsan Jaya, 2008; World Health Organisation,
1999).
D.
Derajat Klinis DBD
Derajat klinis DBD
diformulasikan oleh WHO dan dijadikan sebagai patokan dalam menilai kondisi
klinis penderita DBD. Rumusan ini didasarkan pada keadaan klinis penderita
yaitu: demam, manifestasi perdarahan, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi.
Derajat klinis DBD diklasifikasikan ke dalam empat strata. Klasifikasi ini baik
pada kasus dewasa maupun anak adalah sama (Siregar, 2005; Kasper, et al., 1991; Ihsan
Jaya, 2008; World Health Organisation, 1997).
Derajat klinis ini telah
digunakan sebagai panduan dalam menangani penderita DBD di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Disamping segi penggunaannya yang praktis, keseragaman
dan pemanfaatannya dalam studi kesehatan masyarakat memberikan banyak manfaat.
Meski terdapat berbagai
perkembangan dan penemuan baru di seputar masalah DBD, termasuk dalam hal
variasi klinis (Setiawan, et al.,
1992; Siregar, 2005; Soegijanto, 2006; Ihsan Jaya, 2008), namun hingga
saat ini klasifikasi klinis berdasarkan derajat klinis tersebut tetap digunakan
(World Health Organisation, 1997; Hassan dan Alatas, 2005; Ihsan
Jaya, 2008).
2.
Hematokrit
A.
Pengertian
Kadar hematokrit (packed red
cell volume) adalah konsentrasi (dinyatakan dalam
persen) eritrosit dalam 100 ml (1 dL) darah lengkap (Gandasoebrata, 2004; Kee, 1997; Sutedjo, 2007; Ihsan
Jaya, 2008). Dengan demikian kadar hematokrit adalah parameter hemokonsentrasi serta
perubahannya. Kadar hematokrit akan meningkat
saat terjadinya peningkatan hemokonsentrasi, baik
oleh peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar plasma darah, misalnya pada kasus hipovolemia. Sebaliknya kadar
hematokrit akan menurun ketika terjadi
penurunan hemokonsentrasi, karena penurunan kadar seluler darah atau peningkatan kadar plasma darah, antara
lain saat terjadinya anemia.
Pengukuran kadar hematokrit
dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu:
a. Metode langsung, dengan cara makro atau mikro. Cara mikro kini
lebih banyak digunakan, karena hasilnya dapat diperoleh dengan lebih cepa dan
akurat.
b. Metode tidak langsung, yaitu dengan menggunakan konduktivitas
elektrik dan komputer. (Dacie dan Lewis, 1977; Ihsan Jaya, 2008)
B.
Penyakit dengan Peningkatan Hematokrit
Dehidrasi/hipovolemia, diare
berat, polisitemia vera, asidosis diabetikum, emfisema paru (stadium akhir), trancient
ischaemic attack (TIA), eklampsia, trauma, pembedahan, luka bakar (Kee,
1997; Sutedjo, 2007; Ihsan Jaya, 2008).
C. Penetapan Nilai
Hematokrit
Cara Makro
1. Isi
tabung Wintrobe dengan sampel darah sampai garis nol; boleh juga dipakai sampel
yang telah digunakan pada penetapan LED (cara Wintrobe).
2. Sentrifuge
selama 30 menit pada kecepatan 3000 rpm. (rpm = revolution per minute = putaran
per menit).
3. Baca
tinggi kolom volume eritrosit yang telah dimanfaatkan. Hasilnya : angka pada
skala dikalikan 10.
4. Nilai
normal pada perempuan : 37 – 47 vol%
Nilai normal pada
laki-laki : 40 – 54 vol%
Cara
Mikro
Pada
cara ini digunakan pipa kapiler dan alat sentrifuge khusus. Untuk membaca
hasilnya dipakai alat pembaca (“reader”) khusus pula.
Pipa
kapiler mempunyai panjang 75 mm dengan diameter bagian dalamnya ± 1 mm.
Dipasaran dapat diperoleh 2 macam pipa kapiler. Ada tabung yang polos dan ada
yang telah dilapisi heparin. Bila dipakai tabung polos maka sampel darah yang
akan dipakai harus darah oxalat atau darah EDTA.
Cara
Pemeriksaan :
1. Masukkan
sampel darah ke tabung kapiler; biasanya darah akan masuk dengan sendirinya
oleh gaya kapilaritasnya; biarkan ± 10 mm bagian ujungnya tidak terisi sampel
darah.
2. Bagian
ujung lainnya ditutup dengan semacam senyawaan plastik kemudian letakkan pada
piringan dari alat sentrifuge khusus. Perhatikan cara meletakkan tabung kapiler
dengan mengingat arah gaya sentrifugalnya
3. Sentrifuge
selama 10 menit pada kecepatan ± 12.000 rpm.
4. Baca
tinggi kolom volume eritrosit pada alat pembacanya, nyatakan hasil dalam vol %.
Setelah pembacaan
nilai Hct, dapat diamati adanya 2 lapisan diatas lapisan (endapan) eritrosit :
1. Lapisan
“Buffy coat” terdiri dari leukosit dan trombosit, berbatasan dengan lapisan
eritrosit. Lapisan ini berwarna krem dan dapat dipakai untuk mengira secara kasar
jumlah leukosit dalam sampeld darah. Pada orang normal lapisan ini tebalnya 0,5
– 1,0 cm; ini setara dengan jumlah leukosit 5.000 – 10.000 per ul. Bila tebal
buffy coat > 1 cm berarti jumlah leukosit meninggi, misalnya pada leukemia
akut.
2. Lapisan
plasma, terletak diatas lapisan buffycoat. Plasma normal berwarna kuning muda.
Pada kelainan tertentu, warna ini berubah. Misalnya : merah berarti ada
hemolisis, putih dijumpai pada hipercholes terolemia, keruh ada kemungkinan
multiple myeloma. (Herdiana Herman, 2012)
D.
Sumber – sumber kesalahan dalam penetapan nilai
hematokrit
1.
Bila
memaki darah kapiler tetesan darah pertama harus dibuang karena mengandung
cairan intrastitial.
2.
Bahan
pemeriksaan yang ditunda lebih dari 6 – 8 jam akan meningkatkan hematokrit.
3.
Bahan
pemeriksaan tidak dicampur hingga homogen sebelum pemeriksaan dilakukan.
4.
Darah
yang diperiksa tidak boleh mengandung bekuan.
5.
Didaerah
beriklim tropis, tabung kapiler yang mengandung heparin cepat rusak karena itu
harus disimpan dilemari es.
6.
Kecepatan
dan lama pemusingan harus sesuai
7.
Konsentrasi
antikoagulan yang digunakan tidak sesuai
8.
Pembacaan
yang salah. fenikol ( Kee JL,1997 )
9.
Obat
– obatan yang dapat menurunkan hasil hematokrit, seperti : penicilin, kloram. (Iccagagah,
2009)
BAB. III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Demam berdarah
dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus (arthropode
borne virus). Penularan terjadi melalui gigitan nyamuk A. aegypti atau A.
albopictus. Diagnosis DBD
dilakukan dengan melihat gejala klinis dan laboratorium. Pemeriksaan
laboratorium yang saat ini dipakai untuk menunjang diagnosis demam dengue baik
primer maupun sekunder adalah dengan menggunakan pemeriksaan Ig
M dan atau Ig G anti dengue karena dapat diperoleh hasil yang cepat dan
sensitivitas mirip dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI). Pemeriksaan ini cukup mahal. Sehingga pemeriksaan Hematokrit dipakai untuk
menentukan derajat hemokonsentrasi seorang penderita.
2. SARAN
Jika pemeiksaan
Ig M dan atau Ig G anti dengue dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi tidak dapat
dilakukan, maka pemeriksaan Hematokrit yang dipakai untuk menentukan derajat
Hemokonsentrasi seorang penderita. Dan juga dalam pemeriksaan diperhatikan
sumber-sumber kesalahan dalam penetapan nilai hematokrit agar tidak terjadi
kesalahan dalam pemeriksaan dan penetapan nilai hematokrit.
DAFTAR PUSTAKA
Gagah, Icca. 2009. Mari Berbagi : Hematokrit,
(online), (http://iccagagah.blogspot.com/2009/05/hematokrit.html,
diakses 29 Januari 2013)
Herman, Herdiana. 2012. It’s My Live : Hematokrit,
(Online), (http://herdianaakhyar.blogspot.com/2012/10/hematokrit.html, diakses 29 Januari 2013).
Jaya, Ihsan. “Hubungan Kadar Hematokrit Awal Dengan Derajat Klinis
DBD”. Skripsi Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.
Pusparini. “Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikator diagnosis infeksi dengue primer dan sekunder”. Skripsi
Sarjana Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, 2004.
Riwayat Penulis
Belajar dari prestasi dan pengalaman dari
sang ayah, membuat ia terinspirasi mengikuti jejak karier sang ayah. Menempuh
pendidikan dari kampung ke desa, dari desa ke kota, merantau ke negeri orang
untuk mencari jati diri. Mengikuti berbagai kegiatan dan training untuk
mengumpulkan pengalaman. Berjalan mengikuti arus untuk mencapai tujuan.
Keyakinan diri yang kuat membuat ia terus berjuang untuk mencapai karier yang
di inginkan.
Belajar dari ketulusan sang ibu, membuat ia
terinspirasi untuk tulus menjalani hidup yang penuh perjuangan. Bergaul dengan
siapapun untuk berbagi pengalaman dan bertukar pikiran. Selalu mencari hal baru
yang bermanfaat untuk mencapai impian dan bermanfaat untuk orang banyak.
Berjuang keras untuk menemukan jalan hidup yang lebih baik.
Uraian kata untuk ayah dan ibu “ I love you forever, Dad, Mom. You are an
inspiration in my life. I would not waste the struggle, love and affection you
for me. I will keep your faith, I will not make you disappointed. I’ll dedicate
my life to you, Dad, Mom. Thank you for all you gave to me”.
Penulis memiliki hobi mendengar musik,
baginya hidup tanpa musik terasa sunyi. Selalu mencoba berkarya di bidang
musik, walau sering gagal namun ia terus berusaha. Selain itu, penulis juga
memiliki hobi di bidang fotografi, baginya foto selalu memberikan keindahan
dalam hidupnya. Dengan foto, ia selalu berekspresi yang menggambarkan
kepribadian dan suasana hatinya.
Dalam menempuh pendidikan di Program Studi
D-3 Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar, penulis memiliki 2
orang sahabat yang selalu memberi motivasi dan membantu setiap masalah. Dua
orang sahabat itu adalah Hendry Igor. S dan Syamsul Bahri. Dan juga memiliki
seorang pemimpin yang sangat berwibawa yaitu Rasdi Yudarmawan sebagai Ketua
Tingkat di kelas. Selalu berjuang bersama dalam mencapai tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar