Jumat, 15 Februari 2013

Kepercayaan Hindu


Om Swastyastu,
PENDAHULUAN
Tujuan Hidup Umat Hindu adalah moksartham jagadhita – kesejahteraan dan kebahagiaan yang abadi. Kesejahteraan – sifatnya duniawi (jagat), artinya sesuatu yang bisa diukur. Misalnya sejahtera dikatakan dengan mempunyai mobil mewah, punya hotel, rumah mewah dll, yang sifatnya duniawi. Sedangkan bahagia, sangat sulit diukur, misalnya ada keluarga kecil kelihatan bahagia setelah bisa membelikan anaknya sebuah sepeda, bahkan ada yang nampak bahagia, karena bisa makan hamburger di Mc Donald. Artinya kebahagiaa itu sangat sulit diukur. Bagaimana kita bisa mencapai tujuan hidup tersebut, para resi kita
menyusun sebuah tuntutan hidup (way of life) – yang disebut sebagai Panca Shraddha, yang artinya lima keyakinan untuk mencapai moksa, atau sering disebut sebagai lima dasar agama Hindu. Apa saja Panca Shraddha tersebut, dan bagaimana menjalankannya, agar tujuan hidup – bersatunya Atman dengan Brahman, sehingga manusia terlepas dari ikatan duniawi, terlepas dari kelahiran kembali, bebas dari belenggu hidup dstnya.
Kepercayaan dalam ajaran agama hindu diyakini ada 5 yang disebut dengan Panca Srada, yaitu :

1. Kepercayaan terhadap Tuhan yang maha Esa/ Ida sanghyang widhi wasa (Brahman)
2. Kepercayaan terhadap roh (Atman)
3. Kepercayaan terhadap hukum sebab akibat (Karma Phala)
4. Kepercayaan terhadap reinkarnasi (Samsara/Punarbhawa)
5. Kepercayaan terhadap kebebasan abadi (Moksa)

1. KeyakinanTerhadap Adanya Tuhan (Widhi Sraddha)
Angkasa yang luas nan jauh disana, lautan yang luas dengan ombaknya, gunung yang tinggi menjulang ke langit, langit yang biru nan indah, ada matahari, bulan dan bintang dan galaksi lainnya serta adanya manusia dengan segala sifatnya, ada tumbuh-tumbuhan, adanya berbagai jenis binatang, dstnya. Siapa yang menciptakan semuanya itu? Pertanyaan tersebut tidak ada yang bisa menjawab, sekalipun ahli antropologi, ahli ilmu falak, ahli ilmu bumi tidak bisa menjawab dengan pasti semuanya itu. Disamping itu kita sering mendengar adanya bencana alam, ada lumpur Lapindo, ada Puting Beliung atau kejadian yang aneh-aneh, misalnya anak kecil masih tetap hidup, walaupun sudah tertimbun reruntuhan bangunan selama tiga hari akibat gempa bumi. Andaikata kita mengenang semuanya itu, maka kita yakin dan percaya ada kekuatan yang bijaksana dan cerdas yang mengadakan dan mengatur alam ini. Apa sebenarnya kekuatan itu? Ada yang menyebut hukum alam. Bagaimana itu semuanya bisa terjadi? Sangat sulit menjawabnya dengan pasti. Karena dari ceritera kakek nenek, hal tersebut sudah ada! Siapa yang menciptakannya? Karena ketidaktahuan tersebut, maka umat Hindu percaya dengan adaNYA kekuatan diluar manusia, yang menciptakan Bumi dan segala isi dan kejadiannya, yaitu Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Kuasa – Maha Pengasih, Penyayang, Pelindung, Adil dan tidak bisa terbayangkan). Atas dasar tersebut umat Hindu percaya dan yakin dengan adanya Tuhan.
Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :
·         Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam Brahman” artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna
·         Dalam mantram Tri Sandhya tersebut kata-kata: “Eko Narayanad na Dwityo Sti Kscit“ artinya hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana, sama sekali tidak ada duanya.
·         Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan “Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti“ artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para arif bijaksana menyebut dengan berbagai nama.
·         Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan : “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa” artinya berbeda-beda tetapi satu, tak ada Hyang Widhi yang ke dua.
Dengan pernyataan-pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Hyang Widhi. Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu di insafi dalam 3 aspek utama, yaitu Brahman (Yang tidak terpikirkan), Paramaatma (Berada dimana-mana dan meresapi segalanya), dan Bhagavan (berwujud)
2. KeyakinanTerhadap Adanya Atma (Jivatma) Pada Manusia
Tuhan Yang Maha Esa, yang bersifat Maha Kekal, tanpa awal dan akhir disebut sebagai Wiyapaka nirwikara. Wiyapaka berarti meresap, berada di segala temat, pada makhluk, juga pada manusia.
Didalam Veda Parikrama dikatakan: Satu That yang tersembunyi dalam setiap makhluk yang mengisi semuanya yang merupakan jiwa bathin semua makhluk. Raja dari semua pebuatan, yang tinggi dalam setiap makhluk, saksi yang hanya ada dalam pikirannya saja. Atman atau Jivatman adala percikan Tuhan yang ada pada setiap manusia. Sehari-hari kita sering mendengar Hati Nurani, cahaya yang ada dalam diri setiap makhluk, cahaya kejujuran yang ada pada manusia. Atman tidak dipengaruhi oleh badan kasar kita (buana alit), karena atman adalah bagian dari Brahman (disebut sebagai a little Brachman). Dengan adanya keyakinan terhadap Atman, umat hindu akan berusaha berpikir, berkata dan berbuat sesuai dengan hati nurani untuk mencapi tujuan hidup. Artinya, umat hindu sadar, bahwa di dalam dirinya ada percikan Tuhan yang maha tahu, apa yang sudah kita lakukan, sehingga kita selalu berpikir untuk berbuat baik, agar moksa yang dituju dapat tercapai. Atman pada hakekatnya adalah Brahman yang ada didalam setiap makhluk, maka atman luput dari WISAYA (Keadaan lahir, sakit, mati dll), akan tetapi jiwa (sebagai saktinya atman) bisa kena wisaya, karena dapat digelapkan oleh badan rohani (menangis, memfitnah, berbohong, mencaci), dapat ditekan oleh badan jasmani (sakit, merana, luka dsb). Dalam kitab Bhagawadgita ditegaskan sebagai berikut: Orang yang jiwanya tidak terikat oleh sentuhan duniawi, akan mendapat kebahagiaan bathin, dan orang yang suksmanya selalu manunggal dengan Brahman itu, ia akan mencapai kebahagiaan abadi. Oleh karena itu, kita selalu melakukan sembahyang, mendekatkan diri kepada-NYA, agar jiwa kita bebas dari ikatan badan rohani – disebut sebagai Bathin kita tenang – perasaan tenang, pikiran jernih bebas dari belengu MAYA (bebas dari khayalan).
Atma yang berasal dari Hyang Widhi mempunyai sifat “ Antarjyotih “ (bersinar tidak ada yang menyinari, tanpa awal dan tanpa akhir, dan sempurna). Dalm kitab Bhagadgita disebut sifat-sifat atma sebagai berikut :
1.Achodyhya artinya tak terlukai oleh senjata
2. Adahya artinya tak terbakar oleh api
3. Akledya artinya tak terkeringkan oleh angin
4. Acesyah artinya tak terbasah oleh air
5. Nitya artinya abadi, kekal
6. Sarwagatah artinya ada dimana-mana
7. Sthanu artinya tak berpindah-pindah
8. Acala artinya tak bergerak
9. Sanatana artinya selalu sama
10. Adyakta artinya tak terlahirkan
11. Achintya artinya tak terpikirkan
12. Awikara artinya tak berjenis kelamin
Seperti diketahui tubuh manusia terdiri dari 3 lapis badan yang disebut Tri sarira yang terdiri dari:
a. Sthula Sarira
yaitu badan kasar yang didapat di tingkatan alam terendah atau bhur loka ini.Sthula sarira terjadi dari Panca Tan mantra dan Panca Maha Bhuta.
Bagian bagian Panca Tan Mantra:
1. Ganda Tan Mantra : sari suara
2. Rupa Tan Mantra : sari warna
3. Sparsa Tan Mantra : sari rabaan
4. Rasa Tan Mantra : sari rasa
5. Sabda tan mantra : sari suara
Kemudian Panca Tan mantra berubah menjadi Panca Maha Bhuta.
Bagian bagian Panca Maha Bhuta:
1. Pertiwi membentuk tulang
2. Teja membentuk suhu badan
3. Bayu membentuk nafas
4. Apah membentuk darah
5. Akasa membentuk rambut

b. Suksma Sarira
atau Linggha Sarira, badan halus didapat di tingkatan alam kedua dari bawah yang dinamai Bwah loka. Suksma Sarira memiliki hubungan dengan Panca Maya Kosa yaitu lima pembungkus dari badan halus yang terdiri dari:
1. Anamaya kosa: badan dari sari makanan
2. Pranamaya kosa: badan dari sari nafas
3. Manomaya kosa: badan dari sari pikiran
4. Wijnanamaya kosa: badan dari sari pengetahuan
5. Anandamaya kosa: badan kebahagian

c. Antah Karana Sarira
Merupakan badan yang lebih halus yang didapat di tempat-tempat sendiri di ruang alam tingkat ketiga dari bawah yaitu Swah loka.Antah Karana Sarira berkaitan dengan Dasendriya yaitu 10 indra manusia yang terdiri dari 2 bagian:

1.Panca Budhindriya yaitu lima indriya untuk mengetahui yang terdiri dari:
1. Srotendriya: indriya pada telinga
2. Tuakindriya: indriya pada kulit
3. Caksuindriya: inrdriya pada mata
4. Jihwendriya: indriya pada lidah
5. Granendriya: indriya pada hidung

2. Panca Karmendriya yaitu lima indriya pelaku yang terdiri dari:
1. Panindriya: indriya pada tangan
2. Padendriya: indriya pada kaki
3. Garbhendriya: indriya pada perut
4. Upasthendriya: indriya pada kelamin laki-laki
Bhagendriya: indriya pada kelamin wanita
5. Payuwindriya: indriya pada anus
Jelaslah atma itu sifatnya sempurna. Tetapi pertemuan antara atma dengan badan yang kemudian menimbulkan ciptaan menyebabkan atma dalam keadaan “ Awidhya “. Awidhya artinya gelap lupa kepada kesadaran . Awidhya muncul karena pengaruh unsur panca maha butha yang mempunyai sifat duniawi. Sehingga dalam hidup ini atma dalam diri manusia di dalam keadaan awidhya. Dalam keadaan seperti ini kita hidup kedunia bertujuan untuk menghilangkan awidhya untuk meraih kesadaran yang sejati dengan cara melaksanakan Subha karma. Menyadari sifat atma yang serba sempurna dan penuh kesucian menimbulkan usaha untuk menghilangkan pengaruh awidhya tadi. Karena apabila manusia meninggal kelak hanya badan yang rusak, sedangkan atmanya tetap ada kembali akan mengalami kelahiran berulang dengan membawa “Karma Wasana“ (bekas hasil perbuatan). Oleh karena itu, manusia lahir kedunia harus berbuat baik atas dasar pengabdian untuk membebaskan Sang Hyang Atma dari ikatan duniawi. Sesungguhnya jika tidak ada pengaruh duniawi Hyang Widhi dan Atma itu adalah tunggal adanya (Brahman Atman Aikyam)
3. KeyakinanTerhadap Adanya Hukum Karma (Karma Phala)
Karma – berarti perbuatan, pahala – berarti hasil. Karma Phala adalah hasil dari perbuatan – dan banyak yang menyebut sebagai Hukum Sebab Akibat – sangat terkenal dengan HUKUM KARMA.
Bagaimaa keyakinan terhadap Hukum Karma ini ada? Tiada lain disebabkan adanya tujuan hidup, yaitu moksa. Artinya untuk mencapai tujuan hidup tersebut, maka kita harus tahu benar, mana yang benar dan mana yang salah. Hukum Karma menuntun umat hindu mencapai Moksa. Hal ini sangat kita yakini, bahwa untuk menuju ke kebahagiaan yang abadi, kita harus membebaskan badan kita, jiwa kita dan atman dari hal-hal yang melanggar hukum, melanggaran aturan2, melanggar norma2 hidup dan agama. Agar kita umat hindu senantiasa ingat dengan Atman/Brahman, maka kita harus berbuat baik, agar kita mendapatkan pahala yang baik dari hasil perbuatan tersebut, karena apa yang kita lakukan tercatat dalam pikiran dan hati kita. Hal ini akan dapat mempengaruhi watak kita dan juga berpenbagruh terhadap jiwa kita. Hukum karma juga kita yakini dapat diterima oleh anak cucu atau keturunan kita. Banyak contoh yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, seseorang pada masa hidupnya mencari dan mendapatkan kekayaan dengan cara tidak halal (melawan dharma), hidup mewah. Namun setelah meninggal dan kekayaannya diwarisi oleh anak cucunya, maka watak anak cucunya tidk waras (gila), tidak normal dan bahkan sekejap mereka sudah menghabiskan dan menghambur-hamburkan kekayaan itu sampai ludes, sehingga akhirnya menjadi orang yang melarat. Untuk hal yang demikian, kita sering mendengar “ITULAH KARMANYA”. Oleh karena itu, marilah kita jalani hidup ini berdasarkan Dharma.
Jika dilihat dari sudut waktu, Karma phala dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
·         Sancita karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Bila karma kita pada kehidupan yang terdahulu baik, maka kehidupan kita sekarang akan baik pula (senang, sejahtera, bahagia). Sebaliknya bila perbuatan kita terdahulu buruk maka kehidupan kita yang sekarang inipun akan buruk ( selalu menderita, susah, dan sengsara)
·         Prarabda karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita pada kehidupan sekarang ini tanpa ada sisanya, sewaktu masih hidup telah dapat memetik hasilnya, atas karma yang dibuat sekarang. Sekarang menanam kebijaksanaan dan kebajikan pada orang lain dan seketika itu atau beberapa waktu kemudian dalam hidupnya akan menerima pahala, berupa kebahagiaan. Sebaliknya sekarang berbuat dosa, maka dalm hidup ini dirasakan dan diterima hasilnya berupa penderitaan akibat dari dosa itu.
Prarabda karma phala dapat diartikan sebagai karma phala cepat.
·         Kriyamana karma phala
Adalah pahala dari perbuatan yang tidak dapat dinikmati langsung pada kehidupan saat berbuat. Tetapi, akibat dari perbuatan pada kehidupan sekarang akan dan di terima pada kehidupan yang akan datang, setelah orangnya mengalami proses kematian serta pahalanya pada kelahiran berikutnya. Apabila karma pada kehidupan yang sekarang baik maka pahala pada kehidupan berikutnya adalah hidup bahagia, dan apabila karma pada kehidupan sekarang buruk maka pahala yang kelak diterima berupa kesengsaraan.
Tegasnya cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Kita tidak dapat menghindari hasil perbuatan kita itu baik atau buruk. Maka kita selaku manusia yang dilengkapi dengan bekal kemampuan berpikir, patutlah sadar bahwa penderitaan dapat diatasi dengan memilih perbuatan baik. Manusia dapat berbuat atau menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
4. Keyakinan Pada Kelahiran Kembali (Punarbawa Tattwa)
Banyak orang menyangsikan dan bahkan mencemoh adanya kelahiran kembali (punarbawa) ini. Sebagai manusia yang merasa diri sangat kecil dihadapan Hyang Widhi, kita dapat merasakan kejadian-kejadian yang aneh-aneh mengenai kelahiran atau bakat-bakat dan keadaan kehidupan manusia sehari-hari. Ada seseorang (anak kecil) mempunyai sifat atau watak tidak berbeda dengan leluhurnya (nenek moyangnya). Secara ilmu genetika, faktor keturunan akan berlanjut pada anak cucunya, termasuk sifat, kesenangan (hobby), ukuran tubuh, dan bahkan kecerdasan. Ahli genetika tidak menampik teori, bahwa gen-gen seseorang yang lahir dari bukan keluarga dapat muncul pada seseorang yang baru lahir. Hal tersebut didasarkan atas sejarah kehidupan manusia yang dimulai dari 2 manusia berlainan jenis (Adam dan Hawa), kemudian lahir manusia-manusia dengan berbagai bentuk tubuh, sifat, watak, kemampuan, dan bahkan cita-cita yang sama dengan manusia sebelumnya. Agama Hindu mengajarkan kapada kita semua untuk berpikir, berkata dan berbuat baik (Tri Kaya Parisudha), agar di kehidupan yang akan datang kita bisa menjelma tetap sebagai manusia yang mulia, bukan sebagai binatang (akibat dari perbuatan sebelumnya). Bahkan, jika memungkinkan kita tidak perlu menjelma kembali ke dunia, karena sudah menemukan kebahagian yang abadi, artinya Atman sudah bersatu dengan Brahman. Philosofi hidup (Filsafat Punarbawa) ini akan mengajarkan kepada kita untuk selalu berbuat baik, agar dosa kita berkurang (kalau mungkin habis – sempurna), sehingga kita tidak perlu lahir kembali untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan sebelumnya.
Pembebasan dari samsara berarti mencapai penyempurnaan atma dan mencapai moksa yang dapat dicapai di dunia ini juga. Pengalaman kehidupan samsara ini dialami oleh Dewi Amba dalam cerita Mahabharata yang lahir menjadi Sri Kandi.
Selanjutnya keyakinan adanya Punarbhawa ini akan menimbulkan tindakan sebagai berikut
·         Pitra Yadnya
Yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, karena kita percaya leluhur itu masih hidup di dunia ini yang lebih halus.
·         Pelaksanaan dana Punya (amal saleh), karena perbuatan ini membawa kebahagiaan setelah meninggal.
·         Berusaha menghindari semua perbuatan buruk karena jika tidak, akan membawa ke alam neraka atau menglami kehidupan yang lebih buruk lagi.
Perlu saya tambahkan, bahwa filsafat Karma dan Punarbawa adalah merupakan sebuah proses yang terjalin sangat erat satu dengan yang lainnya. Karma adalah perbuatan yang meliputi pikiran, perkataan, dan tingkah laku jasmni (perbuatan), sedangkan PUNARBAWA adalah perwujudan dari kesimpulan semuanya itu.
5. Keyakinan Terhadap Adanya Moksa (Bersatunya Atman dengan Brahman)
Moksa atau Mukti atau Nirwana berarti sebuah kebebasan, kemerdekaan. Merdeka atau bebas dari ikatan karma, kelahiran, kematian dan belenggu maya/penderitaan duniawi. Moksa adalah tujuan akhir umat hindu, di dalam veda disebut sebagai Moksartham Jagaditiha Ya Ca Iti Dharma. Pengertian ini sangat mendasar, yaitu mencapai kebahagiaan lahir dan bathin dengan jalan Dharma. Bagaimana kita menuju ke tujuan tersebut? Ini yang perlu kita pahami, bahwa setiap manusia tiada yang sempurna. Oleh karena itu, marilah kita selalu mendekatkan diri dan berbakti kepadaNYA, agar apa yang kita pikirkan, yang akan kita katakan dan lakukan selalu dijalan Dharma. Kita datang ke Pura saat ini untuk bersembahyang – mendekatkan dan berbakti (Ngaturan bakti) kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa. Kita berdoa agar dunia dengan segala isinya selamat, baik, hidup kita sejahtera dan bahagia dst. Demikian pula, kitab suci telah menyediakan dan menuntun bagaimana caranya melaksanakan pelepasan diri dari ikatan maya, sehingga akhirnya atman dapat beratu dengan Brahman, sehingga penderitaan dapat dikikis habis dan tidak menjelma kembali ke dunia sebagai hukuman, tetapi sebagai penolong sesama manusia yaitu sebagai AWATARA. Banyak hal yang perlu kita lakukan, yang tertuang di dalam kitab suci Wedha, antara lain Yadnya (Dewa Yadnya, Resi, Pitra, Manusa, dan Buta Yadnya), Yoga (Jnana, Bhakti dan Karma Yoga) atau Marga, yaitu jalan yang bisa kita lewati untuk menyembah dan berbakti kepada Hyang Widhi.

Tingkatan Moksa

Moksa dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
1. Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi dan para Maharsi. Beliau dalam melakukan Yoga Samadhi telah dapat melepaskan unsur unsur maya, sehingga beliau dapat mendengar wahyu Tuhan. Dalam keadaan demikian, Atman berada sangat dekat sekali dengan Tuhan. Setelah beliau selesai melakukan samadhi, maka keadaan beliau kembali biasa.Emosi pikiran dan organ jasmani aktif kembali.
2. Sarupya (Sadharmya) adalah suatu kebebasan yang didapat seseorang di dunia ini, karena kelahirannya. Kedudukan Atman merupakan pancaran dari kemahakuasaan Tuhan, seperti halnya Sri Rama, Buddha Gautama, dan Sri Kresna. Walaupun Atman telah mengambil suatu perwujuda tertentu, namun ia tidak terikat oleh sesuatu yang ada di dunia ini.
3. Salokya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh atman, dimana atman itu sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan Tuhan. Dalam keadaan seperti itu dapat dikatakan Atman telah mencapai tingkatan Dewa yang merupakan manifestasi dari tuhan itu sendiri.
4. Sayujya adalah suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi dimana atman telah bersatu dengan Brahman.

Istilah lain untuk mengklarifikasikan tingkat-tingkat moksa :
1. Jiwa Mukti adalah kebebasan yang dapat didapat seseorang dalam hidup di dunia ini, dimana atma tidak terpengaruh oleh indriya dan unsur-unsur maya. Dengan demikian Jiwa Mukti sama sifatnya dengan Sasmipya dan Sarupya.
2. Wideha Mukti (Karma Mukti) adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup. Dimana atma telah meninggalkan badan kasar. Dengan demikian maka Wideha Mukti dapat disamakan dengan Salokya.
3. Purna mukti adalah kebebasan yang paling sempurna dan yang tertinggi, dimana atman telah bersatu dengan Tuhan. Dengan demikian Purna mukti dapaat disamakan dengan Sayujya.

Untuk mecapai Moksa kita mengenal empat jalan yang disebut Catur Marga. Yang terdiri dari:
a. Bhakti Marga adalah cara penyatuan atman dengan brahman melalui cara sujud bhakti berdasarkan cinta kasih.
b. Karma Marga adalah cara penyatuan atman dengan brahman melalui jalan berbuat baik tanpa pamrih.
c. Jnana Marga adalah cara penyatuan atman dengan brahman melalui ilmu pengetahuan.
d. Raja Marga Yoga adalah cara penyatuan atman dengan brahman melalui tapa yoga semadhi.

Penutup
Teman-teman sekalian, demikian yang bisa kami sampaikan, semoga apa yang kami sampaikan dapat teman-teman mengerti dan dapat bermanfaat untuk kita semua, terima kasih banyak atas perhatiannya. Jika ada yang salah dalam tutur kata, pengucapan dan penyampaian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, dan dengan ini saya akhiri dengan parama shanti:
Om Shanti Shanti Shanti Om

Tidak ada komentar: