Jumat, 15 Februari 2013

Pengawet


PENDAHULUAN 
a. Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini di semua media massa marak mengiklankan me bahan pengawet dalam berbagai jenis makanan. Sebagai contoh yang banyak diberitakan di media massa, penggunaan bahan pengawet pada ikan mentah yang dijual di pasaran dengan maksud agar tidak cepat membusuk. Ataupun banyak bahan dan makanan lainnya seperti bakso, mie, tahu, dan sebagainya. Bahan tersebut merupakan bahan pengawet kimiawi, yang tentu saja dapat membahayakan kesehatan karena bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker).
Bahan-bahan pengawet yang terdapat pada makanan dan minuman kemasan kerapkali dituding sebagai zat berbahaya bagi kesehatan. Padahal, sebagai salah satu jenis bahan tambahan pangan (BTP), bahan pengawet diperlukan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang memiliki atau tidak memiliki nilai gizi. Untuk itu, tidak semua jenis bahan pengawet pada makanan dan minuman dilarang oleh Badan POM.

b. Tujuan
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis bahan pengawet makanan dan minuman yang diperbolehkan dan dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.

PEMBAHASAN

a. Pengertian Bahan Pengawet
Bahan-bahan pengawet kimia merupakan salah satu dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan, sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan, ataupun penyimpanan.
Untuk penyesuaian dengan penggunaannya dalam pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan pengawei ini sebaiknya :
o  Tidak menimbulkan penipuan.
o  Tidak menurunkan nilai gizi dari bahan pangan.
o  Tidak memungkinkan pertumbuhan organisme-organisme yang dapat menimbulkan keracunan bahan pangan sedangkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya tertekan yang menyebabkan pembusukan menjadi nyata.
Pada dasarnya, bahan-bahan pengawet kimia dalam penggunaannya ditujukan untuk menghambat, menutupi atau menahan proses fermentasi, pembusukkan, pengasaman atau dekomposisi lainnya di dalam atau pada setiap bahan pangan. Tujuan tersebut tidak lain ditujukan untuk membuat makanan tahan lama disamping lebih menarik dan enak rasanya.
Efisiensi bahan pengawet kimia tergantung terutama pada konsentrasi bahan tersebut, komposisi bahan pangan dan tipe organisme yang akan dihambat. Konsentrasi bahan pengawet yang diijinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh karena itu sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis.
Jumlah bahan pengawet yang diijinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk suatu jangka waktu tertentu, tetapi akan kurang efektif jika dicampurkan ke dalam bahan-bahan pangan membusuk atau terkontaminasi secara berlebihan. Selain itu, penggunaan bahan pengawet kimia sebagai pengendalian terhadap mikroorganisme, juga ditujukan untuk pengendalian oksidasi ataupun aktivitas enzimatik.

b. Bahan Pengawet Kimia yang Diperbolehkan
            Bahan-bahan pengawet yang terdapat pada bahan pangan kerapkali dituding sebagai zat berbahaya bagi kesehatan. Padahal, sebagai salah satu jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP), bahan pengawet diperlukan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang memiliki atau tidak memiliki nilai gizi. Untuk itu, tidak semua jenis bahan pengawet pada makanan dan minuman dilarang oleh Badan POM.
            Bahan pengawet kimia masuk ke dalam bahan tambahan makanan yang penggunaannya telah diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku disetiap negara. Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan tersebut telah diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor.1168/MENKES/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa bahan kimia tertentu diijinkan untuk dipergunakan, misalnya Asam Askorbat (Ascorbic Acid) untuk jenis bahan makanan tepung dengan batas maksimum penggunaan 200mg/kg.
Adapun bahan pengawet yang paling banyak digunakan dan telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan badan-badan otoritas Internasional dalam hal keamanan pangan, seperti FDA, WHO, FAO, EU, CODEX adalah Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat.
Studi dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa Natrium Benzoat adalah bahan pengawet yang sangat cocok untuk jus buah dan minuman ringan. Sedangkan Kalium Sorbat banyak digunakan pada kue, margarine, mentega, minuman soda, minuman ringan, pasta gigi, yoghurt, susu, dan lainnya. Kedua jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP) tersebut telah melalui pengujian yang dibuktikan aman untuk kesehatan dan telah digunakan secara luas dalam berbagai produk makanan dan minuman di Indonesia maupun di seluruh dunia selama lebih dari 80 tahun.
            Sodium Benzoat secara alami terdapat pada apel, cengkih, dan kayu manis. Sedangkan Kalium Sorbat secara alami terdapat pada pohon Sorbus Americana. Penggunaan Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat sebagai bahan pengawet dikarenakan sifat bahan tersebut sebagai bahan antibakteria untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada makanan dan minuman, selain untuk menghindarkan oksidasi dan menjaga nutrisi makanan.
            Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, penggunaan Bahan Tambahan Pangan sangat diperlukan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme yang dapat merugikan kesehatan. Sementara itu, sebagian masyarakat Indonesia karena keterbatasan informasi yang didapatkannya, masih menganggap zat kimia sebagai zat yang berbahaya. Padahal banyak senyawa kimia yang aman digunakan dengan batas-batas tertentu, seperti garam, gula pasir, bumbu masak, dan lain sebagainya.
            Untuk menjamin keamanan produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik yang diproduksi di dalam maupun di luar negeri, BPOM mengharuskan produsen untuk terlebih dahulu melalui proses uji coba ekstensif oleh BPOM Indonesia sebelum dipasarkan untuk konsumsi oleh masyarakat luas. Apabila produk tersebut dinyatakan lulus uji coba, maka keamanan produk tersebut untuk dikonsumsi tidak perlu diragukan lagi.

c. Bahan Pengawet Kimia yang Dilarang
            Bahan pengawet memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen. Dengan demikian, pengawet diperlukan dalam pengolahan makanan, namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Hingga kini, penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah semakin luas, tanpa mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan konsumen.
            Sesuai SK Menkes RI No.722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Food and Drugs Administration (FDA), keamanan suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi toksisitas yang dapat terjadi dari pengawet jika dicerna oleh manusia dan hewan, termasuk potensi menyebabkan kanker. Pengawet tidak boleh digunakan untuk mengelabui konsumen dengan merubah tampilan makanan dari seharusnya. Contohnya, pengawet yang mengandung Sulfit dilarang digunakan pada daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah pada daging, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut merupakan daging segar atau bukan.
Adapun bahan tambahan makanan yang dilarang oleh badan kesehatan dalam penggunaannya karena dapat membahayakan kesehatan selain diantaranya bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker), sebagai berikut :
  
v  FORMALIN
Menurut kimianya formalin atau formaldehide atau formo adalah merupakan suatu golongan aldehide dari organik alifatis compound dengan rumus molekul CHO. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet.
Sifat dari formalin adalah merupakan bahan yang mudah menguap pada temperatur kamar (bau merangsang yang tidak enak) dan merupakan larutan yang tidak berwarna yang dapat larut dalam air. Zat ini dapat dioksdasi, direduksi, mengadisi dan dapat membentuk alkohol sekunder.
Formalin dikenal luas sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Sejauh ini, pemanfaatannya tidak dilarang namun setiap pekerja yang terlibat dalam pengangkutan dan pengolahan bahan ini harus ekstra hati-hati, mengingat resiko yang berkaitan dengan bahan ini cukup besar.
Formalin dalam berbagai konsentrasi digunakan sebagai antiseptis (ditambah dengan metil-alkohol secukupnya untuk mencegah polimerisasi dan inaktivasi). Formalin juga dapat digunakan untuk desinfeksi sputum penderita tuberculosis, sterilisasi alat-alat kedokteran, sebagai baktrisid dan bahan ini juga penting dalam imunologi dalam membuat toxoid, penting dalam zat warna sintesis dan juga penting dalam industri kulit dan sebagai bahan pengawet jenazah. Larutan 10% juga membunuh kuman tetapi dalam jangka waktu yang lama.
Untuk pemakaian formaldehide dalam praktek yang laku adalah formalin atau formolin yaitu nama dagang suatu larutan dengan lebih kurang 40% foraldehida atau para fonnadehida (paraform).
Pada bagian Anatomi Fakultas Kedokteran, formalin dengan konsentrasi 40% digunakan sebagai bahan pengawet Cadaver untuk bahan praktikum mahasiswa, baik sewaktu detrasi maupun sewaktu diseksi dan praktical test. Pada waktu demonstrasi semua alat-alat tubuh manusia ditunjukkan kepada mahasiswa untuk dipelajari. Cadaver tersebut setelah digunakan pada setiap praktikum disimpan dalam bak yang berisi formalin 40% atau di dalam alkohol 90% dan pada saat praktikum/ demonstrasi/ diseksi/ praktikal test dikeluarkan lagi di atas meja praktikum. Dan oleh karena sifat formalin yang menguap dalam temperatur kamar, tentu saja ruangan praktikum akan dipenuhi dengan uap formalin yang mempunyai sifat irritatif. Oleh sebab itu, para praktikan yang menggunakan uji coba bahan formalin diharapkan senantiasa menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi dengan tubuh.
Adapun penggunaan lain dari formalin dalam berbagai bidang, yaitu sebagai berikut :
o   Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian.
o   Pembasmi lalat dan berbagai serangga lainnya.
o   Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
o   Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
o   Bahan untuk pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
o   Bahan untuk pembuatan produk parfum.
o   Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
o   Pencegah korosi untuk sumur minyak.
o   Bahan untuk insulasi busa.
o   Bahan perekat untuk produk kayu lapis.
o   Cairan pembalsam (pengawetan mayat).
o   Dalam konsentrasi sangat kecil (<1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin, dan pembersih karpet.

Dalam bidang industri, biasanya formalin diperdagangkan di pasaran dengan nama yang berbeda-beda, antara lain :
o  Formol
o  Morbicid
o  Methanal
o  Formic Aldehyde
o  Methyl Oxide
o  Oxymethylene
o  Methylene Aldehyde
o  Oxomethane
o  Methylene glycol
o  Polyoxymethylene glycols
o  Superlysoform
o  Tetraoxymethylene
o  Trioxane

Penggunaan formalin yang adalah hal yang sangat disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan Laboratorium, ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh produk pangan yang sering mengandung formalin  misalnya ikan segar, ayam potong, mie basah, dan tahu yang beredar di pasaran. Namun yang perlu diingat, tidak semua produk pangan itu mengandung formalin. Untuk memastikan apakah sebuah produk pangan mengandung formalin atau tidak memang dibutuhkan uji Laboratorium. Namun, kita dapat membedakan produk pangan yang mengandung formalin melalui ciri sebagai berikut :
Tahu
o   Memiliki bentuknya sangat bagus dan kenyal.
o   Tidak mudah hancur/ rusak/ busuk sampai tiga hari pada suhu kamar (25oC) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10oC).
o   Terlampau keras, namun tidak padat.
o   Bau agak mengengat bau formalin (dengan kandungan formalin 0,5-1ppm).

Mie
o   Mie basah yang awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin.
o   Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25oC) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10oC).
o   Bau agak menyengat.
o   Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal.

Ayam
o   Ayam potong berwarna putih bersih.
o   Awet dan tidak mudah membusuk.

Ikan
o   Ikan basah yang memiliki daging berwarna putih bersih dan kenyal.
o   Insangnya berwarna merah tua dan tidak cemerlang.
o   Awet sampai beberapa hari dan tidak mudah membusuk, tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25oC).
o   Bau menyengat (bau formalin).
Bakso
o   Bakso yang tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar (25oC).
o   Teksturnya sangat kenyal.

Ikan Asin
o   Ikan asin yang tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25oC).
o   Bersih cerah.
o   Tidak berbau khas ikan asin.

Berbagai bentuk penyalahgunaan bahan pengawet seperti formalin, tentu saja mendatangkan efek yang bersifat merugikan, terutama terhadap kesehatan seseorang. Adapun efek formalin terhadap kesehatan manusia antara lain sebagai berikut :
o   Efek akut pada kesehatan manusia langsung terlihat seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing.
o   Efek kronik pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang, seperti iritasi yang kemungkinan parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem syaraf pusat, menstruasi, dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker, dan pada manusia diduga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker). Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang, karena terjadi akumulasi formalin dalam tubuh.

Efek yang disebabkan pemakaian formalin tentunya dapat menyerang tubuh manusia siapa pun. Untuk itu, apabila seseorang mengalami keracunan akut yang mungkin disebabkan oleh pengaruh penggunaan formalin, sebaiknya diberi pertolongan pertama. Pertolongan pertama tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami oleh korban keracunan. Misalnya sebagai berikut :
o  Sebelum ke Rumah Sakit berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan melakukan rangsang muntah pada korban karena akan menimbulkan resiko trauma korosif pada saluran cerna atas.
o  Apabila telah berada di Rumah Sakit, dilakukan bilas lambung (gastric lavage). Untuk mendiagnosis terjadinya trauma esofagus dan saluran cerna dapat dilakukan tindakan endoskopi. Untuk meningkatkan eliminasi formalin dari tubuh dapat dilakukan hemodyalisis (tindakan cuci darah), indikasi tindakan cuci darah bila terjadi keadaan asidosis metabolik berat pada korban.

Dari efek yang ditimbulkan, formalin jelas besifat karsinogenik karena dari penelitian menggunakan hewan percobaan, formalin dengan konsentrasi 6-15 ppm selama 2 tahun ternyata dapat menginduksi Squasmous-cell Carcinoma pada rongga hidung tikus dan mencit. Karena penggunaan formalin masih marak di masyarakat. Realitas yang ada pengawet masih tetap dibutuhkan, maka diperlukan adanya alternatif lain yang dapat menggantikan formalin sebagai bahan pengawet. Misalnya dengan menggunakan asam organik seperti asam asetat. Bahan pengawet jenis ini aman dikonsumsi karena tidak meninggalkan residu dalam tubuh manusia, dan tidak ada batas maksimal penggunaan walaupun dalam waktu yang lama dapat dimetabolisir oleh tubuh dan kemudian dikeluarkan sendiri oleh tubuh. Ataupun dengan penggunaan alternatif bahan-bahan dari alam, seperti penggunaan biji Kepayang sebagai bahan pengawet alami pengganti bahan pengawet kimia.

Ada berberapa cara yang dapat untuk mendeteksi formalin, yaitu sebagai berikut :
o Larutan yang mengandung formalin sebanyak 20 tetes + Pereagen Fehling A 10 tetes dan Fehling B 10 tetes, kemudian dipanaskan maka akan terbentuk endapan merah.
o Larutan formalin 20 tetes + 3 tetes Pereagen Nessler, maka akan terbentuk endapan coklat kemerahan sampai abu-abu.
o Larutan formalin 10 tetes + pereagen kromotropik 10 tetes, kemudian dipanaskan maka akan terbentuk larutan berwarna ungu.

v  NITRAT DAN NITRIT
Nitrat dan Nitrit merupakan salah satu jenis bahan pengawet kimia yang dapat menimbulkan efek bagi kesehatan, ataupun dalam bentuk garamnya (garam kalium dan natrium). Pengawet jenis ini seringkali digunakan untuk makanan yang berasal dari bahan daging.
Pada dasarnya, nitrat dan nitrit digunakan sebagai bahan pengawet kimia dengan tujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri. Keracunan bahan pengawet dapat menyebabkan terjadinya botulisme yang disebabkan oleh Clostridium Botulinum yang dapat menyebabkan kematian.
Selain menyebabkan keracunan, mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung Nitrat dan Nitrit dapat pula mengakibatkan berbagai gangguan dalam tubuh, seperti diantaranya :
o Rasa mual.
o Muntah-muntah.
o Menyebabkan pening pada bagian kepala.
o Tekanan darah menjadi rendah.
o Menyebabkan kanker.
o Rasa sakit pada daerah perut.
o Mengakibatkan lemah otot.
o Kadar nadi tidak menentu.

v BORAKS
Boraks berasal dari Bahas Arab yaitu Bouraq. Merupakan kristal lunak yang mengandung unsur Boron. Sinonimnya Natrium Biborat, Natrium Piroborat, Natrium Tetraborat. Sifatnya berwarna putih dan sedikt larut dalam air.
Boraks merupakan garam Natrium Na2 B4O7 10H2O yang banyak digunakan dalam berbagai bidang industri non pangan antara lain sebagai berikut :
o   Digunakan dalam industri pengolahan kertas.
o   Digunakan sebagai bahan pembersih.
o   Digunakan dalam pembuatan gelas, seperti dalam industri pembuatan gelas pyrex.
o   Membantu dalam proses pengawetan kayu dan keramik.
o   Sebagai antiseptik pada kayu
o   Pengontrol kecoak.
o   Membantu dalam pengawetan besi agar tidak mudah berkarat semacam cat mennigitu.
Boraks juga sejak lama telah digunakan oleh masyarakat dalam bidang pangan. Misalnya dalam pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Di samping itu boraks juga digunakan dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso, bahkan dalam pembuatan kecap.
Bila ditinjau dari sumber bahan, boraks terdiri dari bahan sintesis yang tidak berbahaya dari segi kesehatan. Akan tetapi, perlu diperhatikan bila penggunaan bahan pengawet tersebut melebihi batas dan terus-menerus. Konsumsi boraks secara terus-menerus dalam jumlah banyak dapat mengganggu kesehatan, antara lain sebagai berikut :
o  Dapat menyebabkan ganguan otak.
o  Gangguan pada hati dan lemak.
o  Gangguan fungsi ginjal.
o  Hilang nafsu makan.
o  Menyebabkan kejang perut.
o  Menyebabkan diare.
o  Menyebabkan radang pada kulit
Dan dalam jumlah yang banyak, boraks dapat menyebabkan antara lain sebagai berikut :
o  Menyebabkan demam.
o  Anuria (tidak terbentuk urin).
o  Merangsang sistem syaraf pusat.
o  Menimbulkan depresi.
o  Menyebabkan apatis.
o  Tekanan darah menurun.
o  Kerusakan ginjal.
o  Menyebabkan sianosis.
o  Karsinogenik (menyebabkan kanker).
o  Pingsan.
o  Dapat menyebabkan kematian. Pada anak kecil bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gr atau lebih, dan pada orang dewasa kematian terjadi pada dosis 10-20 gr.

Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk terhadap kesehatan, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan, namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya mengganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga mengganggu alat reproduksi pria.
Efek yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan pengawet seperti boraks tentu saja dapat kita hindari, terutama melalui bahan pangan atau makanan yang biasa dikonsumsi. Memang cukup sulit menentukan apakah suatu bahan pangan atau makanan mengandung boraks. Hanya melalui uji laboratorium, semuanya bisa nampak jelas. Namun, penampakan luar tetap bisa dicermati karena ada perbedaan yang bisa dijadikan pegangan untuk menentukan suatu makanan aman dari boraks atau tidak, antara lain sebagai berikut :
Bakso
o  Lebih kenyal  dibandingkan dengan bakso tanpa boraks.
o  Bila digigit akan kembali ke bentuk semula.
o  Tahan lama atau awet beberapa hari.
o  Warnanya tampak lebih putih. Bakso yang aman berwarna abu-abu segar merata di semua bagian, baik di pinggir maupun tengah.
o  Bau terasa tidak alami, ada bau lain yang muncul.
o  Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola kecil.

Gula merah
o  Sangat keras dan susah untu dibelah.
o  Terlihat butiran-butiran mengkilap di bagian dalam.

Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi boraks, yaitu sebagai berikut :
o Lebih kurang 25 gr sampel yang mengandung boraks ditimbang dengan seksama.
o Kemudian ditambahkan larutan HCL 4N sebanyak 5 ml dan juga Aquadest 25 ml.
o Kemudian dihancurkan dengan blender, lalu diambil filtratnya kemudian disaring.
o Filtrat tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian kertas kurkumin dicelupkan selama 1 menit lalu selanjutnya dikeringkan.
o Bila kertas kurkumin berubah menjadi warna merah, maka menunjukkan boraks positif.

Selain ketiga jenis bahan pengawet kimia yang dilarang dipergunakan, terdapat beberapa jenis lagi bahan pengawet kimia yang dilarang penggunaanya oleh Badan POM karena dapat menyebabkan karsinogenik, diantaranya Asam Salsilat dan garam-garamnya, Dietilpirokarbonat, Dulsin, Kalium klorat, Kloramfenikol, Minyak Nabati yang dibrominasi, Nitrofurazon, dan Kalium Bromat.

PENUTUP

a. Kesimpulan
Bahan-bahan pengawet kimia merupakan salah satu dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan, sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan, ataupun penyimpanan.
Bahan-bahan pengawet yang terdapat pada bahan pangan kerapkali dituding sebagai zat berbahaya bagi kesehatan. Padahal, sebagai salah satu jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP), tidak semua jenis bahan pengawet pada makanan dan minuman dilarang oleh Badan POM. Adapun bahan pengawet yang paling banyak digunakan dan telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan badan-badan otoritas Internasional adalah Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat.
Adapun bahan-bahan pengawet kimia yang dilarang dipergunakan dalam berbagai jenis industri, terutama dalam hal penyediaan bahan pangan serta makanan dan minuman, yaitu antara lain Formalin, Nitrat dan Nitrit, Boraks, dan lain sebagainya.

b. Saran
Adapun saran yang dapat kami yakni sebaiknya dalam setiap penyusunan sebuah makalah, kami mengharapkan adanya bimbingan dari para Bapak/Ibu Dosen .

DAFTAR PUSTAKA

Sentra Informasi IPTEK (Internet), Bahan Pengawet Kimia, Available From : http//www.iptek.net.ind/teknologi_pangan.co.id. Di akses, 30 Desember 2008.

Sentra Informasi IPTEK (Internet), Bahan Pengawet Kimia, Available From : http//wowsalman.blogspot.com/2006/01/bahaya-formalin-dan-boraks.html. Di akses,  3 Januari 2009..

Tidak ada komentar: