Jumat, 15 Februari 2013

Wiwaha


BAB I 
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Di zaman atau diera global sekarang ini, orang sangat mudah memperoleh informasi, tontonan dan pergaulan luas. Tak jarang anak-anak pun ikut dalam hal tersebut. Anak-anak terjerumus dalam pergaulan yang salah, yang bebas dan fulgar. Mereka menjadi mudah tergoda dan melakukan sex bebas yang membuat mereka terpaksa kawin saat masih usia muda atau masih sekolah.
Hakekat perkawinan/wiwaha telah bergeser dari arti yang sesungguhnya menjadi sekedar pemenuhan hawa nafsu yang tidak dapat mereka kontrol. Nilai-nilai sakral dalam wiwaha sudah tidak dianggap penting lagi. Hal inilah yang melatar belakangi penulisan makalah ini.

  1. Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang masalah seperti yang diraikan diatas, maka penulis menuliskan masalah sebagai berikut : “Mengapa anak muda (usia sekolah) begitu mudah melakukan hal yang seharusnya dilakukan setelah upacara wiwaha?”

  1. Tujuan Pembuatan Masalah
  sesuai dengan rumusan masalah yang telah penulis ajukan maka penulis mengajak para pembaca/pendengar untuk bersama-sam mencari/menemukan pemecahan dari masalah tersebut.
Anak-anak sekarang pergaulannya bebas, luas dan mengikuti era global yang serba canggih, sehingga kegiatan mudah memperoleh tontonan, informasi dan apa saja tanpa batas. Bila hal ini dibiarkan tanpa pengawasan dan kontrol anak-anak akan terjerumus kedalam pergaulan yang salah, seperti melakukan sex bebas (pranikah).


  1. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Bagi Mahasiswa : mahasiswa menjadi tahu apa itu wiwaha atau perkawinan. Perlunya wiwaha bagi manusia normal dan kapan waktu yang tepat melakukan pernikahan.
  2. Bagi masyarakat : masyarakat menjadi lebih tahu dan mengerti apa itu wiwaha, sehingga lebih memeperhatikan anak dengan bimbingannya dalam hal pergaulan dan penanaman nilai – nilai agama sejak dini
  3. Bagi kehidupan : dengan adanya tulisan ini diharapkan kehidupan bermasyarakat khususnya yang menyangkut pawiwahan menjadi lebih harmonis yaitu sejalan dengan ajaran agama hindu
BAB II
PEMBAHASAN


  1. Hakekat Wiwaha/Perkawinan
Perkawinan menurut hindu adalah “Yadnya” sehingga orang yang memasuki ikatan perkawinan menjadi grahasta asrama merupakan lembaga suci yang harus dijaga keberadaannya dan kemuliaanya. Didalam grahasta inilah tiga usaha yang harus dilaksanakan yaitu memenuhi :
- Dharma
Dharma yang dimaksud adalah aturan – aturan yang harus ditaati dengan kesadaran yang berpedoman pada dharma agama dan dharma Negara.

-Artha
Segala sesuatu kebutuhan hidup berumah tangga merupakan material dan pengetahuan.

-Kama
Rasa kenikmatan atau kebahagiaan yang dapat diwujudkan dalam berkeluarga.

Dengan demikian keluarga hindu harus mampu hidup dalam kesadaran sujud pada Tuhan, bebas dari kegelapan, selalu giat bekerja dan sadar untuk beryadnya, sehingga tercipta keluarga yang tentram, harmonis dan damai.

  1. Syarat – Syarat Wiwaha
Menurut ajaran agama hindu syah atau tidaknya suatu perkawinan terkait dengan sesuai atau tidaknya persyaratan yang ada dalam ajaran agama. Suatu perkawinan dianggap syah menurut hindu adalah sebagai berikut :
  1. Perkawinan syah bila dilakukan menurut ketentuan hukum hindu
  2. Untuk mengesahkan perkawinan menurut hindu harus dilakukan oleh pendeta/rohaniawan/pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu.
  3. Perkawinan syah bila kedua calon mempelai menganut agama hindu
  4. Berdasarkan tradisi yang berlaku dibali, perkawinan syah bila telah melaksanakan upacara byakala/byakaonan sebagai rangkaian upacara wiwaha.
  5. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu ikatan pernikahan.
  6. Tidak ada kelainan seperti tidak banci, tidak sakit jiwa atau calon mempelai harus sehat jasmani dan rohani.
  7. Calon mempelai cukup umur, pria berumur 21 tahun, dan wanita minimal 18 tahun.
  8. Calon mempelai tidak mempunyai hubungan darah dekat atau spinda.

Bila calon mempelai tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas, maka perkawinan tersebut tidaklah syah. Yang tidak kalah penting agar perkawinan itu dianggap syah dan kukuh, maka harus dibuatkan “akta perkawinan” sesuai dengan undang – undang yang berlaku.
Orang yang berwenang mengawinkan adalahyang mempunyai status kependetaan atau dikenal dengan mempunyai status Loka Pala Sraya. Demikian juga yang dapat mengajukan pembatalanperkawinan menurut pasal 23 bab IV Undang-undang No. 1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:
    1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus lurus ke atas dari suami atau istri.
    2. Suami/istri
    3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum di putuskan.

  1. Tujuan Wiwaha
Wiwaha atau perkawinan dalam masyarakat hindu memiliki kedudukan dan arti yang sangat penting, sesuatu yang mulia seperti yang dijelaskan dalma kitab Manawa Dharma Sastra, yaitu : wiwaha bersifat sakral, yang hukumnya wajib, dalam artian harus dilakukan oleh seseorang yang normal sebagai sesuatu kewajiban di dalam hidupnya.
Wiwaha tidak boleh dilakukan karena paksaan atau pengaruh orang lain. Ini dilakukan untuk menghindari terjadinya ketegengan setelah menjalani grahasta atau berumah tangga. Menurut kitab Manu Smrti, perkawinan bersifat religius dan obligor karena dikaitkan dengan kewajiban seseorang untuk mempunyai keturunan dan untuk menebus dosa-dosa orang tua dengan jalan melahirkan seorang putra. “Kata putra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti ”Ia yang menyeberangkan atau menyelamatkan arwah orang tuanya dari neraka”
Jadi tujuan utama wiwaha adalah untuk memperoleh keturunan/sentana terutama yang suputra yaitu anak yang hormat kepada orang tua, cinta kasih terhadap sesama dan bakti kepada tuhan. Lebih jauh dijelaskan dalam kitam Manawa Dharma Sastra bahwa wiwaha itu disamakan dengan samskara yang menempatkan kedudukan perkawinan sebagai lembaga yang memiliki keterkaitan erat dengan agama hindu.
Oleh karena itu, semua persyaratan yang ditentukan hendaknya dipatuhi oleh umat hindu. Dalam upacara wiwaha samskara(upacara perkawinan) dipandang merupakan puncak dari upacara manusa yadnya, yang harus dilaksankan oleh seseorang dalam hidupnya. Wiwaha bertujuan unruk membayar hutang-hutang kepada orang tua/leluhur, maka disamakan dengan dharma. Wiwaha samskara diabadikan berdasarkan weda, karena itu merupakan salah satu sarira samsakra atau penyucian diri melalui perkawianan. Sehubungan dengan itu Manawa Dharma Sastra menjelaskan
bahwa : untuk menjadikan bapak dan ibu maka diciptakan wanita dan pria oleh tuhan, dan karena itu weda akan diabadikan oleh dharma yang harus dilaksanakan oleh pria dan wanita sebagai suami-istri.

Dari pemaparan diatas jelas kiranya bagi para pembaca/ pendengar menentukan saat yang tepat melaksanakan wiwaha.
Wiwaha jangan menjadi hal yang gampangan, wiwaha dilaksanakan jika ada hal yang dianggap aib (karena hamil diluar nikah)
Disinilah dituntut peran aktif orang tua dalam mendidik anak menanamkan etika dan nilai agama. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan sex sejak dini secara fulgar namun kearah yang benar melalui diskusi-diskusi saat santai atau cerita-cerita dimasyarakat. Kurangnya perhatian orang tua apalagi ditambah dengan tipisnya pemahaman keagamaan makin mendorong anak-anak tidak tahu mana yang baik dan tidak boleh dilakukan bertindak yang tidak diinginkan, anak tidak bisa mengontrol diri, tidak siapnya mental dan materi dalam menjalani jenjang grahasta/wiwaha akan membuat suatu perkawinan mudah hancur atau tidak harmonis.
BAB III
SIMPULAN
Dari pembahasan yang telah penulis paparka dapat diambil simpulan, sebagai berikut:
  1. dalam wiwaha ada tiga hal yang harus dipatuhi sebagai usaha dalam jenjang grahasta asrama, yaitu :
      1. Dharma
      2. Artha
      3. Kama
  2. Dalam melaksanakan wiwaha hendaknya memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan menurut ajaran hindu
  3. Demi mencapai tujuan dari wiwaha, seperti yang telah penulis paparkan hendaknyalah apa yang telah ditetapakn dalam syarat-syarat wiwah ditaati, agar apanyang diharapkan dapat terwujudnya keluarga yang berbahagia berdasarkan dharma agama.
  4. Tujuan wiwaha melanjutkan keturunan, membina rumah tangga, bermasyarakat, melaksanakan panca yajna.

Tidak ada komentar: