BAB.
4
HUBUNGAN
INTERNASIONAL dan ORGANISASI INTERNASIONAL
A.
Hubungan Internasional: Pengertian, pola, Arti Penting, dan Sarananya
1.
Pengertian Hubungan Internasional
Hubungan internasional
merupakan kegiatan interaksi manusia antarbangsa baik secara individual maupun
kelompok. Oleh karena itu, secara sederhana para ahli hukum internasional mengartikan
hubungan internasional sebagai hubungan antarbangsa. Adapun wujud hubungan internasional
bisa berupa hubungan: individu; antarkelompok; dan antarnegara. Sedangkan sifat
hubungan antarbangsa tersebut dapat berupa persahabatan ataupun persengketaan,
permusuhan, dan peperangan.
Pola hubungan antarbangsa dapat dibedakan kedalan
3 bagian, yaitu
a. Pola Penjajahan
b. Pola Hubungan
Ketergantungan
c. Pola Hubungan Sama
Derajat Antarbangsa
3.
Arti Penting Hubungan dan Kerja Sama Internasional
Menurut Prof. Mochtar
Kusumaatmadja (1982), hubungan dan kerja sama tersebut timbul karena adanya
kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan alam dan perkembangan
industri yang tidak merata didunia.
4.
Sarana Hubungan Internasional
Menurut J. Frankel (1980),
ada aneka ragam sarana yang dapat digunakan oleh Negara-negara dalam hubungan
internasional, yaitu:
a. Diplomasi
Dalam arti luas, kata
“diplomasi” menunjuk pada pada seluruh kegiatan untuk melasanakan politik luar
negeri suatu Negara dalam hubungannya dengan bangsa dengan Negara lain.
b. Propaganda
Propaganda adalah usaha
sistematis yang digunakan untuk mempengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan suatu
kelompok demi kepentingan masyarakat umum.
c. Ekonomi
Sifat sarana ekonomi adalah
perkembanganya yang pesat menuju internasional.
d. Kekuatan Militer dan Perang
Bidang militer di monopoli
oleh pemerintah.
B.
Perjanjian Internasional
1.
Pengertian Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional
adalah kesepakatan antara dua atau lebih subjek hukum internasional yang
menurut hukum internasional menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang
membuat kesepakatan.
2.
Macam-macam Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional
dapat dibedakan berdasarkan beberapa kreteria, antara lain: jumlah peserta;
stukturnya; objeknya; cara berlakunya; dan instrument pembentuk perjanjiannya.
3.
Tahap-tahap Pembuatan Perjanjian Internasional
a. Menurut Para Ahli
Prof. Mochtar
Kusumaatmadja, menegaskan bahwa berdasarkan praktik beberapa Negara, cara
pembentukan perjanjian internasional yaitu: dibentuk melalui 3 tahap, yaitu
perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi.
Pierre Fraymond
mengemukakan dua prosedur pembuatan perjanjian internasional, yaitu prosedur
normal, dan prosedur yang di sederhanakan.
b. Menurut Hukum Positif Indonesia
Dalam undang-undang
ditegaskan pula bahwa pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui
tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan, dan
penandatanganan.
C. Perwakilan
Negara di Luar Negeri
1. Perwakilan
Diplomatik
Korps diplomatik yang ada
di suatu Negara dipimpin oleh kepala misi diplomatik. Kepala misi diplomatic
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu Duta Besar, Duta, dan Kuasa Usaha.
2. Perwakilan
Konsuler
Pembukaan hubungan konsuler
terjadi dengan persetujuan timbal-balik, baik secara sendiri maupun tercangkup
dalam persetujuan pembukaan hubungan diplomatic.
3. Hak
Imunitet/Kekebalan bagi Korps Diplomatik dan Konsuler
a. Hak eksteritorialitas
Hak eksteritorialitas
adalah hak kekebalan dalam daerah perwakilan, seperti kedataan besar atau
daerah kedutaan.
b. Hak kebebasan/kekebalan
Setiap anggota korps
diplomatik dibebaskan dari pajak dan bea cukai dan pemeriksaan atas tas
diplomatik.
D. Organisasi
Internasional
1.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
PBB didirikan untuk
mencapai tujuan-tujuam berikut:
1. Menjaga perdamaian
diseluruh dunia
2. Mengembangkan hubungan
bersahabat diantara bangsa-bangsa
3. Bekerja sama untuk
membantu rakyat untuk hudup lebih baik
4. Menjadi pusat untuk
membantu bangsa-bangsa mencapai tujuan di atas.
Prinsip-prinsip PBB
·
Semua
Negara anggota memiliki kedaulatan yang sederajat
·
Semua
Negara anggota harus mematuhi piagam PBB
·
Negara-negara
harus berusaha untuk menyelesaikan perselisihan mereka dengan cara damai
·
Negara-negara
harus menghindari penggunaan kekerasan
·
PBB
tidak boleh campur tangan di dalam masalah dalam negeri Negara manapun
·
Negara-negara
anggota perlu membantu PBB.
Badan/alat perlengkapan PBB
·
Majelis
Umum
·
Dewan
Keamanan
·
Dewan
Ekonomi dan Sosial
·
Dewan
Perwalian
·
Mahkamah
Pengadilan Internasional
·
Sekretariat
Badan khusus PBB
·
Organisasi
Buruh Internasional
·
Organisasi
bahan Makanan dan Pertanian PBB
·
Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB
·
Organisasi
Kesehatan Dunia
·
Bank
Pembangunan dan Perkembangan Internasional
·
Dana
Moneter Internasional
2.
Association of South East Asian Nations (ASEAN)
Tujuan ASEAN
·
Mempercepat
pertumbuhan ekonomi kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan melalui usaha
bersama
·
Meningkatkan
perdamaian dan stabilitas religonal dengan jalan menghormati keadilan dan
tertib hukum
·
Meningkatkan
kerja sama yang aktif serta saling membantu dalam masalah-masalah kepentingan
bersama
·
Saling
memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian
·
Bekerja
sama dengan efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri
mereka
·
Memelihara
kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasi-organisasi internasional dan
religional yang ada
Stuktur Organisasi ASEAN
·
Sidang
Tahunan Para Menteri
·
Standing
committee
·
Komisi-komisi
Tetap dan Komisi-komisi Khusus
·
Secretariat
Nasional ASEAN pada setiap ibukota Negara-negara Anggota ASEAN
Namun setelah KTT ASEAN di Bali tahun 1976, susunan organisasi
ASEAN di ubah menjadi sebagai berikut:
·
ASEAN
summit
·
Sidang
para Menteri Luar Negeri ASEAN
·
Sidang
para Menteri Ekonomi
·
Sidang
Menteri Keuangan ASEAN
·
Sidang
para Menteri Non-ekonomi
·
Senior
Economic Officials Meeting, Senior Officials Meeting, ASEAN Senior Financials
Officials Meeting dan Committees
·
Sub-sub
Komisi Dan Kelompok-kolompok Kerja ASEAN
·
Sekretariat
ASEAN
E. Manfaat
Kerja sama dan Perjanjian Internasional bagi Bangsa Indonesia
1. Manfaat
Kerja Sama Internasional
Melalui kerja sama internasional,
lembaga internasional tersebut sebagai pihak penengah dan sebagai pihak yang
menghentikan perselisihan antarnegara. Dengan adanya kerja sama internasional
dapat melahirkan dokumen-dokumen yang bermanfaat bagi kehidupan kenegaraan Indonesia
terutama dalam penegakan HAM.
2. Manfaat
Perjanjian Internasional
Dengan adanya perjanjian
internasional, Indonesia dapat mengatasi masalah wilayah kedaulataan. Misalnya,
setelah sidang hukum laut diGeneva tahun 1958 dapat menghasilkan beberapa
konvensi, yaitu convention on the territorial sea and the contiguous zone,
convention on the high sea,dan convention on finishing and conservation of the
living resources of the high sea.
BAB.
5
SISTEM
HUKUM dan PERADILAN INTERNASIONAL
A.
Sistem Hukum Internasional
1.
Makna Hukum Internasional
Hukum perdata Internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi
batas Negara. Sedangkan Hukum Internasional publik ialah keseluruhan kaidah dan
asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara
yang bukan bersifat perdata.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja
(1976,2002), definisi Hukum Internasional publik memiliki dua kelemahan.
Pertama, devinisi itu tidak tegas karena didasarkan pada suatu ukuran yang
dirumuskan secara negatif, yakni ”hubungan atau persoalan Internasional yang
tidak bersifat perdata”. Kedua, lazimnya pembahasan tentang Hukum Internasional
selalu menunjuk pada Hukum Internasional publik; karena itu, tidak perlu
membahas Hukum Perdata Internasional.
Prof. Mochtar Kusumaatmadja memberikan
definisi tentang Hukum Internasional sebagai keseluruhan
kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara,
antara Negara dengan Negara, dan Negara dengan subjek Hukum lain bukan Negara,
atau subjek Hukum bukan Negara satu sama lain.
2. Asas-asas Hukum Internasional
Menurut konsiderans Rovolusi Majelis Umum
PBB No. 2625 tahun 1970, ada tujuh asas utama yang harus ditegakkan dalam
praktik Hukum Internasional. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Setiap
Negara tidak melakukan tindakan berupa ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah
dan kemerdekaan Negara lain;
b. Setiap
Negara harus menyelesaikan masalah-masalah internasional dengan cara damai.
c. Tidak
melakukan intervensi terhadap urusan dalam Negari Negara lain;
d.
Negara-negara berkewajiban untuk menjalin kerja sama dengan Negara
lain berdasar
pada piagam PBB;
e. Asas
persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
f. Asas
persamaan kedaulatan dari Negara;
g. Setiap
Negara harus dapat di percayakan dalam memenuhi kewajiban.
3. Subjek Hukum Internasional
Subjek Hukum Internasional adalah
pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan Internasional.
Menurut Strake (1988), subjek Hukum Internasional terdiri dari:
a. Negara.
Sejak lahirnya hukum internasional, Negara
sudah diakui sebagai subjek Hukum Internasional.
b. Tahta Suci
Tahta Suci merupakan suatu subjek hukum
dalam arti yang penting; karena itu, mempunyai kedudukan yang sejajar dengan
Negara.
c. Palang Merah
Internasional
Palang Merah Internasional diakui sebagai
organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek Hukum
Internasional, walaupun dengan ruang lingkup terbatas.
d. Organisasi
Internasional
Organisasi Internasional mempunyai hak dan
kewajiban yang di tetapkan dalam konvensi-konvensi internasional.
e. Orang
Perseorangan (Individu)
Orang Perseorangan juga dapat dianggap
sebagai subjek Hukum Internasional, meskipun dalam arti ang terbatas.
f. Pemberontak
dan pihak dalam sengketa.
Menurut hukum perang, dalam
beberapa keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak
sebagai pihak yang bersengketa.
4. Sumber Hukum Internasional
Ada empat sumber hukum Internasional yang
digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam mengadili perkara yang di ajukan
kepadanya. Ke empat sumber Hukum Internasional itu adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian
Internasional
Perjanjian Internasional adalah perjanjian
yang di adakan antarangota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk memunculkan
akibat hukum tertentu.
b. Kebiasaan
Internasional
Kebiasaan Internasional merupakan kebiasaan
umum yang diterima sebagai hukum.
c. Prinsip
hukum umum yang di akui oleh bangsa-bangsa beradab
Artinya
asas hukum yang mendasari sistem hukum modern. Sistem hukum modern
adalah sistem hukum positif yang di dasarkan pada asas dan lembaga hukum Negara
barat yang sebagian besar didasarkan pada asas dan lembaga hukum Romawi.
d. Keputusan
pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka
Keputusan pengadilan dan pendapat para ahli
dapat di kemukakan untuk membuktikan adanya kaidah Hukum Internasional mengenai
suatu persoalan yang didasarkan pada sumber hukum primer yakni perjanjian
Internasional, kebiasaan, dan asas hukum umum.
B. Sistem Peradilan Internasional
Sistem Peradilan Internasional adalah
kompenen-kompenen lembaga pengadilan Internasional yang secara teratur saling
berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan
Internasional.
1. Mahkamah Internasional (The International Court of Justice,
ICJ)
Makamah Internasional adalah organ utama
lembaga kehakiman PBB, yang kedudukan di Den Haag, Belanda.
a. Komposisi
Mahkamah Internasional (MI)
Pasal 9 Statuta menjelaskan, komposisi MI
terdiri dari15 hakim. Dua diantaranya merangkap Ketua dan Wakil Ketua MI. Masa
jabatanya adalah 9 tahun. Ke-15 calon Hakim tersebut direkrut dari warga Negara
anggota yang dinilai cakap di bidang Hukum Internasional.
b. Fungsi utama
Mahkamah Internasional (MI)
Fungsi utama MI adalah menyelesaikan
kasus-kasus persengketaan Internasional yang subjeknya adalah Negara. Ada tiga
kategori Negara, yaitu:
1.
Negara anggota PBB;
2.
Negara bukan anggota PBB yang menjadi anggota Statuta MI;
3.
Negara bukan anggota Statuta MI.
c. Yurisdiksi
Mahkamah Internasional
Yurisdiksi adalah kewenangan yang di miliki
oleh MI yang bersumber pada Hukum Internasional untuk menentukan dan menegakkan
sebuah aturan hukum. Yurisdiksi menjadi dasar MI dalam menyelesaikan sengketa
Intenasional. Para pihak yang akan beracara di MI harus menerima yurisdiksi MI.
Ada beberapa kemungkinan cara penerima tersebut, yaitu dalam bentuk:
1.
Perjanjian khusus;
2.
Penundukan diri dalam perjanjian internasional;
3.
Pernyataan penundukan diri dengan Negara peserta Statuta Mahkamah
Internasioanl;
4.
Keputusan Mahkamah Internasional mengenai Yurisdiksinya;
5.
Penafsiran Putusan;
6.
Perbaikan Putusan.
2. Mahkamah Pidana Internasional (The International Criminal
Court, ICC)
MPI terdiri dari permanen berdasarkan
traktat multilateral. MPI bertujuan untuk mewujudkan supremasi Hukum
Internasional dan memastikan bahwa pelaku kejahatan berat Internasional dipidana.
MPI berkedudukan di Den Haag, Belanda.
a. Komposisi
Prinsip yang mendasar dari Statuta Roma ini
adalah bahwa ICC “merupakan pelengkap bagi yurisdiksi pidana
Internasional”(Pasal 1). Ini berarti, Mahkamah harus mendahulukan Sistem
Nasional; jika Sistem Nasional yang ada benar-benar tidak mampu (unable) dan
tidak bersedia (unwilling) untuk melakukan penyelidikan atau menuntut tindak
kejahatan yang terjadi, maka akan diambilalih dibawah Yurisdiksi Mahkamah
(Pasal 17).
b. Yurisdiksi
MPI
Yurisdiksi yang dimiliki oleh MPI untuk
menegakkan uturan Hukum Internasional adalah memutus perkara terbatas terhadap
pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi
Statuta Mahkamah. Pasal 5-8 Statuta Mahkamah menentukan 4 jenis kejahatan
berat, yaitu:
1.
Kejahatan genosida yaitu tindakan jahat yang berupaya untuk
memusnahkan keseluruhan atau sebagian dari suatu Negara, etnik, ras atau
kelompok keagamaan tertentu;
2.
Kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu tindakan penyerangan yang
luas atau sistematis terhadap populasi penduduk sipil tertentu;
3.
Kejahatan perang yaitu tindakan berkenaan dengan kejahatan perang,
khususnya apabila dilakukan sebagai bagian dari suatu rencana atau kebijakan
atau sebagai bagian dari suatu pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan
tersebut;
4.
Kejahatan agresi yaitu tindakan kejahatan yang berkaitan dengan
ancaman terhadap perdamaian.
5.
3. Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional (The
International Criminal Tribunals and
Special Court, ICT & SC)
Panel Khusus Pidana Internasional (PKPI)
dan Panel Spesial Pidana Internasional (PSPI) adalah lembaga peradilan
Internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat
Internasional yang bersifat tidak permanen (adhoc). Artinya, setelah selesai
mengadili, peradilan ini dibubarkan. Contoh-contoh PKPI dan PSPI yaitu:
a.
International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY),
dibentuk pada tahun 1993;
b.
International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), dibentuk oleh
Dewan Keamanan PBB pada tahun 1994;
c.
Special Court for Sierra Leone (SCSL);
d.
Special Court for Cambodia (SCC);
e.
Special Court for East Timor (SCET);
f.
Special Court for Iraq (SCI): Toward a trial for Saddam Hussein
and Other Top Baath Leaders.
C. Penyebab Sengketa Internasional dan Upaya Penyelesaiannya
Sengketa Internasional adalah perselisihan
yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau
Negara dengan badan-badan/lembaga yang menjadi subjek Hukum Internasional.
Sengketa tersebut bisa terjadi karena berbagai sebab, antara lain:
1.
Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian
Intrnasional;
2.
Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional;
3.
Perebutan sumber-sumber ekonomi;
4.
Perebutan pengaruh ekonomi, politik, ataupun keamanan regional dan
Internasional;
5.
Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain;
6.
Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
Secara umum, ada dua cara penyelesaian
sengketa Internasional. Pertama, penyelesaian secara damai. Kedua, bila
penyelesaian secara damai gagal dilakukan, maka penyelesaian dilakukan dengan
paksa atau kekerasan.
1. Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai
Penyelesaian sengketa Internasional secara
damai merupakan cara penyelesaian tanpa paksa atau kekerasan. Cara-cara penyelesaian
secara damai yaitu:
a. Arbitrase
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa
secara damai. Proses ini dilakukan dengan cara menyerahkan penyelesaian
sengketa pada orang-orang tertentu, yaitu arbitrator. Prosedur arbitrase yaitu:
1.
Masing-masing Negara yang bersengketa tersebut menunjuk dua
arbitrator;
2.
Para arbitrator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang
bertindak sebagai ketua dari pengadilan arbitrasi tersebut;
3.
Putusan diberikan melalui suara terbanyak.
b. Penyelesaian
Yudisial
Penyelesaian yudisial adalah suatu
penyelesaian sengketa Internasional melalui suatu pengadilan Internasional yang
dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
c. Negosiasi,
Jasa-jasa Baik, Mediasi, Konsiliasi dan Penyelidikan
Negosiasi, jasa-jasa baik, mediasi,
konsiliasi, dan penyelidikan adalah cara-cara penyelesaian yang kurang begitu
formal dibandingkan dengan penyesaian yudisial atau arbitrase.
d. Penyelesaian
di bawah Naungan Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
Melalui pasal 2 Piagam PBB, anggota PBB
harus berusaha menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara damai
dan menghindarkan ancaman perang atau mengunakan kekerasan.
2. Cara-cara Penyelesaian sacara Paksa atau Kekerasan
Cara-cara penyelesaian dengan kekerasan
diantaranya adalah:
a. Perang dan
tindakan bersenjata non-perang
Perang dan tindakan bersenjata non-perang
bertujuan untuk menaklukkan Negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat
penyelesaian suatu sengketa Internasional.
b. Retorsi
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu
Negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas yang di lakukan oleh Negara
lain.
c.
Tindakan-tindakan pembalasan
Pembalasan adalah cara penyelesaian
sengketa Internasional yang digunakan oleh suatu Negara untuk mengupayakan di
perolehnya ganti rugi dari Negara lain.
d. Blokade
secara damai
Blokade secara damai adalah suatu tindakan
yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang tindakan tersebut digolongkan
sebagai suatu pembalasan.
e. Intervensi
(intervention)
Pengertian intervensi sebagai cara untuk
menyelesaikan sengketa Internasional adalah tindakan campur tangan terhadap
kemerdekaan politik Negara tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum
Internasional. Ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam kategori intervensi sah
adalah:
1.
Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB;
2.
Intervensi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga
Negaranya;
3.
Pertahanan diri;
4.
Negara yang menjadi objek intervensi dipersalahkan melakukan
pelanggaran berat terhadap hukum Internasional.
D. Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah
Internasional
1. Dasar Hukum Proses Peradilan mahkamah Internasional
Ada lima aturan yang menjadi dasar dan
rujukan proses persidangan MI. Kelima aturan tersebut meliputi: Piagam PBB
(1945); Statuta MI (1945); Aturan Mahkamah (Rules of the Court) 1970; Panduan
Praktik (Practice Directions) I – IX; dan Resolusi tentang Praktik Judisial
Internal Mahkamah (Resolution Concerning The Internal Judicial Practice of the
Court).
2. Mekanisme Persidangan (Proses Beracara) Mahkamah Internasional
Secara umum, mekanisme persidangan MI
dibedakan menjadi dua, yaitu mekanisme normal dan mekanisme khusus.
a. Mekanisme
Normal
Secara ringkas, mekanisme normal
persidangan MI dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:
1.
Penyerahan perjanjian Khusus (Notification of Special Agreement)
atau Aplikasi (Application)
2.
Pembelaan Tertulis (Written Pleadings)
3.
Presentasi Pembelaan (Oral Pleadings)
4.
Keputusan (Judgement)
b. Mekanisme
Khusus
Karena sebab-sebab tertentu, persidangan MI
bisa berlangsung secara khusus. Dalam arti, ada penambahan tahap-tahap tertentu
yang agak berbeda dari mekanisme normal. Adapun sebab-sebab yang menjadikan
persidangan sedikit berbeda dari mekanisme normal tersebut, diantaranya:
F Keberatan awal
F Ketidakhadiran
salah satu pihak
F Keputusan sela
F Beracara
bersama
F Inervensi
F
E. Menghargai Putusan Mahkamah Internasional
Pada hakikatnya putusan MI adalah pernyataan
majelis hakim MI dalam siding pengadilan terbuka, berupa ketetapan majelis
terhadap masalah yang di sengketakan, berkekuatan hukum tetap dan final, serta
harus diterima oleh para pihak yang bersengketa. Keputusan yang telah ditetapkan
oleh MI hendaknya dihargai sebagai upaya mewujudkan keadilan global.
1. Putusan MI terhadap Sengketa Kepemilikan Pulau Sipadan dan
Ligitan antara dengan
Malaysia
Indonesia pernah terlibat proses perkara di
Mahkamah Internasional, yaitu dalam usaha menyelesaikan sengketa dengan
Malaysia perihal kepemelikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Pembelajaran berharga
yang dialami oleh Bangsa Indonesia ketika pada 17 Desember 2002 harus menerima
putusan MI bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan resmi menjadi milik Malaysia. Dari
17 orang hakim yang bersidang, hanya satu orang hakim yang berpihak kepada
Indonesia.
2. Putusan MI terhadap Sengket
Tembok Pembatas Wilayah
yang Dibangun Israel
di
Perbatasan dengan
Palestina
Perdana Menteri Israel Arien Sharon menolak
putusan MI tanggal 11 Juli 2004 bahwa pagar pembatas Israel di Tepi Barat
adalah ilegal. Menurut Sharon, putusan tersebut bermotif politik dan sepihak.
Pernyataan penolakan PM Israel Ariel Sharon ini meningkatkan ketegangan antara
Israel dan Palestina dan menimbulkan kecaman dari berbagai Negara, termasuk
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar