BAB. 1 PENDAHULUAN
Pemahaman mendalam terhadap latar
belakang historis, dan konseptual tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 bagi setiap warga negara, merupakan suatu bentuk kewajiban sebelum kita dapat
melaksanakan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi formal dan konsekuensi
logis dalam kedudukan kita sebagai warga negara. Karena kedudukan Pancasila
sebagai Dasar Negara (Filsafat Negara), maka setiap warga negara wajib loyal
(setia) kepada dasar negaranya. Perjalanan hidup suatu bangsa sangat tergantung
pada efektivitas penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar negara
merupakan dasar dalam mengatur penyelenggaraan negara disegala bidang, baik bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam. Era global menuntut
kesiapan segenap komponen bangsa untuk mengambil peranan sehingga dampak
negatif yang kemungkinan muncul, dapat segera diantisipasi.
Terkait
dengan soal penafsiran ideologi,penting di ketahui adanya dua macam watak
ideologi yaitu: ideologi tertutup dan ideologi terbuka. Masing- masing
mempunyai ciri khusus pancasila adalah ideologi yang memiliki watak terbuka.
Namun pada masa orde lama dan terlebih lagi pada masa orde baru, pancasila
dijadikan ideologi tertutup.pancasila dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka
karena pancasila memenuhi semua
persyaratan sebagai ideologi terbuka antara lain
1. Pancasila adalah pandangan
hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat Indonesia.
2. Isi pancasila tidak
langsung oprasional.
3. Pancasila bukan ideologi
yang memperkosa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat.
4. Pancasila juga bukan
ideologi totaliter.
5. Pancasila menghargai
plulalitas.
LATAR BELAKANG
Proses
terjadinya pancasila dapat di badakan menjadi dua yaitu: asala mula yang
langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengrtian asal mula tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Asal Mula Langsung
Pengertian
asal mula secara ilmiah filsafati di bedakan menjadi empat yaitu: causa materialis, causa formalis, causa efficient.
Adapun rincian
asal mual langsung Pancasila menurut Notonegora adalah sebagai berikut:
a. Asal mula bahan (causa
materialis)
Asal bahan
Pancasila adalah bangsa Indonesia itu sendiri karena Pancasila di gali dari
nilai-nilai, adapt-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius yang
terdapat dalam kehidupan sehari hari bangsa Indonesia.
b. Asal mula bentuk (causa
formalis)
Hal ini di
maksudkan bagaimana asal mula bentu atau bagaimana bentuk Pancasila itu di
rumuskan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945. maka asal mula bentuk
Pancasila adalah ; Soekarno bersama-sam denagn Drs. Moh Hatta serta anggota
BPUPKI lainya merumuskan dan membahas pancasila terutama hubungan bentuk,rumusan
dan nama Pancasila.
c. Asal mula karya
(causa efficient)
Asala mula
karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar Negara menjadi
dasar negarayang satu. Adapun asal mula krya adalah PPKI sebagai pembentuk
Negara dan atas dasar pembentuk Negara tang mengesahkan Pncasila menjadi dasar
Negara yang sah, setelah melakukan pembahasan baik yang di lakuakan oleh BPUPKU
, Panitia Sembilan.
2. Asal mula tidak langsung
Asal mula tidak
langsung pancasila bila dirinci adalah sebagai berikut:
unsur unsur Pancasila
tersebut sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar filsafat Negara.
Nilai-nilainya yaitu nilai ketuhanan, niali kemanusiaan, nilai persatuan, niali
kerakyatan, niali keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia sebelum membentuk Negara.
Nilai-nilai
tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk Negara, yang berupa nilai-nilai adapt istiadat, nilai kebudayaan
serta nilai religius. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman dalam memecahkan
problema kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
Dengan demikian
dapat disimpulakan bahwa asal mula tidak langsung Pancasila pada hakikatnya
bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai “Kausa
materialis” atau sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.
Bab. 2 PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI TERBUKA
A. ARTI IDEOLOGI TERBUKA
Nama ideologi berasal dari kata ideas
dan logos. Idea berarti gagasan,konsep, sedangkan logos berarti ilmu.
Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan,
kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya dan keagamaan.
Ciri-cirii deologi adalah sebagai
berikut:
1.
Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
2. Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Fungsi ideologi menurut beberapa pakar dibidangnya:
2. Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Fungsi ideologi menurut beberapa pakar dibidangnya:
1.
Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual.(Cahyono,1986)
2.
Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding
fathers) dengan generasi muda.(Setiardja,2001)
3.
Sebagai kekuatan yang mampu member semangat dan motivasi individu, masyarakat,
dan bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan. (Hidayat, 2001)
Ideologi
terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar,
melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakatnya sendiri.
Ideologi
terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan
adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu
sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, “...
terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis
itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih
mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya“.
B.
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila
memiliki dua hal yang harus dimiliki oleh ideologi yang terbuka yaitu cita –
cita yang ( nilai ) bersumber dari kehidupan budaya masyarakat itu sendiri.
Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri bukan bangsa lain. Pancasila
merupakan wadah / sarana yang dapat mempersatukan bangsa itu sendiri karena
memiliki falsafah dan kepribadian yang mengandung nilai – nilai luhur dan
hukum. Pancasila juga memiliki cita – cita moral dan merupakan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila juga memiliki fleksibel
dan kelenturan kepekaan kepada perkembangan jaman. Sehingga nilai – nilai
Pancasila tidak akan berubah dari zaman ke zaman. Dan Pancasila harus memiliki
kesinambungan atau saling interaksi dengan masyarakat nya. Maka, apa yang
menjadi tujuan negara dapat tercapai tanpa ada nya pertentangan. Semua orang
tanpa terkecuali harus mengerti dan paham betul tentang tujuan yang ada dalam
Pancasila tersebut. Dengan demikian secara ideal konseptual, Pancasila adalah
ideologi, kuat, tangguh, bermutu tinggi dan tentunya menjadi acuan untuk
semangat bangsa Indonesia.
Makna
dari ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka.
Ciri-ciri ideologi terbuka adalah:
Ciri-ciri ideologi terbuka adalah:
IdeologiTerbuka
a. Merupakan cita-cita yang
sudah hidup dalam masyarakat.
b. Berupa nilai-nilai dan
cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
c. Hasil musyawarah dan
konsensus masyarakat.
d.Bersifat dinamis dan
reformis.
Menurut Kaelan, nilai-nilai
yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah
sebagai berikut:
a) Nilaidasar, yaitu
hakekat kelimasila Pancasila.
b) Nilai instrumental, yang
merupakan arahan, kebijakan strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaanya.
c) Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
c) Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
pandangan hidup dan tujuan serta cita – cita
masyarakat Indonesia
-Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis untuk mencapai tujuan nasional
-Pengalaman sejarah bangsa Indonesia
-Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis untuk mencapai tujuan nasional
-Pengalaman sejarah bangsa Indonesia
-Terjadi atas dasar
keinginan bangsa ( masyarakat ) Indonesia sendiri tanpa campur tangan atau
paksaan dari sekelompok orang
-Isinya tidak operasional
- Menginspirasikan kepada
masyarakat agar bertanggung jawab sesuai dengan nilai – nilai Pancasila
- Menghargai pluralitas,
sehingga dapat diterima oleh semua masyarakat yang memiliki latar belakang dan
budaya yang berbeda.
Nilai
luhur yang terkandung dalam ideologi Pancasila tentunya perlu implementasi,
yang menjalankan adalah seluruh rakyat warganegara, tanpa aktualisasi maka
nilai tersebut tidak mempunyai arti apa-apa. Disinilah perlunya partisipasi,
sedang partisipasi adalah dukungan nyata. Hal ini memerlukan keterbukaan antar
warganegara sendiri, antara yang kebetulan menjadi penyelenggara negara maupun
rakyat jelata, bahkan keterbukaan sistem politik nasional termasuk ideologi
Pancasila sendiri. maka suatu keharusan adanya ideologi Pancasila yang terbuka.
Masyarakat pluralistik memerlukan keterbukaan sistem, sehingga semua aspirasi
mereka dapat tertampung.
Sejarah
perjalanan politik sendiri menunjukkan, bahwa sejak berkembangnya pemikiran
demokrasi, orang telah mengembangkan keterbukaan di semua aspek kehidupan,
lebih-lebih dalam bidang politik. Karakteristik keyakinan politik serta kultur
politik modern menuntut adanya “perubahan yang terus menerus” bagi perbaikan
hidup manusia. Idealisme kuno yang statis sudah lama ditinggalkan. Modernisme
selalu berisi pemikiran-pemikiran untuk terus maju, kemudian disemua aspek
hidup itu terus berkembang dalam tamansarinya perdamaian, kebebasan, keadilan,
kesejahteraan dan ketentraman, dan menentang serta mengeliminasi semua bentuk
kemiskinan, penindasan, kekerasan, kejahatan, penyakit dan ketidak tertiban.
Ketika
Marquis de Condorcet diguillotine dalam revolusi Perancis, dia lantang
mengumandangkan perbaikan masyarakat untuk terus maju menuju “kesempurnaan”
hidup. Condorcet meninggal, namun idea kemajuan telah dicatat sejarah.
Condorcet yakin, bahwa manusia mampu untuk mencapai perbaikan hidup menuju
kesempurnaan yang tidak terbatas, dengan kemampuan reason yang dimiliki
manusia. Di kalangan umat Nasrani, dalam memasuki zaman modern dan industri,
dikembangkan apa yang dinamakan “Work Ethics” atau etika kerja keras untuk
mencapai kesejahteraan yang maksimal di bumi yang telah diberikan Tuhan bagi
manusia. Juga umat Islam dianjurkan oleh agamanya untuk : Merubah suatu ni’mat
yang telah dianugerahkan-Nya (Allah) kepada sesuatu bangsa, sehingga bangsa itu
merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri” (Surat Al-Anfal 53).
Sila-sila
dalam Pancasila bisa tetap sebagai landasan statis, namun dalam menuju nilai
tujuan, ideologi Pancasila akan tetap terbuka untuk mencapai sasaran-sasaran
yang dinamis. Tuhan sebagai Maha Pencipta alam semesta saja membebaskan manusia
untuk merubah dan memperbaiki sikapnya di dunia untuk merubah ni’mat Tuhan
kepada posisi yang lebih baik. Maka Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah
terbuka bagi pemahaman yang konstruktif untuk mencapai nilai tujuan yang
diciptakan bersama.
Sebagai
landasan statis, sebagai istilah Bung Karno, maka sila-sila dalam Pancasila pun
dapat dibahas terbuka secara ilmiah, seperti yang pernah dikemukakan Prof.
Notonegoro dari Universitas Gajah Mada dan pakar-pakar lainnya secara akademik.
Namun sila-sila tersebut nyatanya telah teruji secara sejarah akan
authentisitasnya bersumber dari rakyat, yang dalam istilah Prof. Beer sebagai
“Political Belief”, maka ideologi politik adalah realitas apa adanya (what is),
ini berarti tetap terbuka juga untuk penyelidikan ilmiah kapan saja. Pendapat
Beer ini kelihatan juga tidak jauh dari pandangan pendekar demokrasi liberal
John Locke, ketika mengemukakan prinsip-prinsip ideologis demokrasi liberalnya,
bahwa prinsip itu telah menjadi hukum alam yang tetap, namun kapanpun orang
bisa berdebat tentang itu. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi, baik
dilihat dari sandaran “Landasan Statis” maupun sasaran “Leidster dinamis”, akan
tetap terbuka bagi pembahasan yang mendalam atau deliberatif. Dalam keterbukaan
itu orang tidak perlu menakutkan timbulnya kondisi akan melemahkan posisi
maupun eksistensi ideologi bangsa, akan tetapi justru sebaliknya akan menemukan
penguatan kondisi maupun eksistensinya, sebab sekali lagi sebagai sebuah kultur
yang telah memiliki label political belief, eksistensinya tidak perlu diragukan
lagi.
Mungkin
perlu sekali lagi kita mendengar pendapat filosuf politik humanitarian Marquis
de Condorcet (1743-1794) yang banyak berpengaruh ketika ideologi politik sedang
banyak diluncurkan di Europa, bahwa manusia akan tetap selalu menuju kearah
“Perfektibilitas”, oleh sebab itu sebuah ideologi politik harus terbuka untuk
menuju ke sana. Perfektibilitas harus dicapai melalui perjuangan politik,
sedang perjuangan untuk pencapaian usaha perbaikan intellektual, perbaikan
moral dan kemampuan fisik, dengan intensifikasi pendidikan di semua lapisan
penduduk.
Bagi
masa depan bangsa dan negara, maka tidak ada ruang lain bagi ideologi Pancasila
kecuali tetap membuka diri sebagai ideologi terbuka.
C.
Perwujudan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbuka,
sangat mungkin mampun menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia. Namun demikian faktor manusia baik penguasa maupun rakyatnya,
sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideologi dalam menyekesaikan
berbagai masalah. Sebaik apapun sebuah ideologi tanpa didukung oleh sumber daya
manusia yang baik, hanyalah utopia atau angan-angan belaka. Implementasi
ideologi Pancasila bersifat fleksibel dan interaktif (bukan doktriner).
Hal ini karena ditunjang oleh eksistensi ideologi Pancasila yang memang
semenjak digulirkan oleh para founding fathers (pendiri negara)
telah melalui pemikiran-pemikiran yang mendalam sebagai kristalisasi yang
digali dari nilai-nilai sosial-budaya bangsa Indonesia sendiri. Fleksibelitas
ideologi Pancasila, karena
mengandung
nilai-nilai sebagai berikut:
1)
Nilai Dasar
Merupakan nilai-nilai dasar yang
relatif tetap (tidak berubah) yang terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945.
Nilai-nilai dasar Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan
Keadilan Sosial), akan dijabarkan lebih lanjut menjadi nilai instrumental dan
nilai praxis yang lebih bersifat fleksibel, dalam bentuk
normanorma
yang
berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2)
Nilai Instrumental
Merupakan
nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar yang dijabarkan secara lebih kreatif
dan dinamis dalam bentuk UUD 1945, TAP MPR, dan Peraturan
perundang-undangan lainnya.
3)
Nilai Praxis
Merupakan
nilai-nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari
baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Nilai praxis
yang abstrak (misalnya: menghormati, kerja sama, kerukunan, dan
sebagainya), diwujudkan dalam bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku sehari-hari.
Dengan demikian nilai-nilai tersebut nampak nyata dan dapat kita rasakan
bersama.
D. FAKTOR PENDORONG
KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA
Faktor yang
mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai
berikut :
a. Kenyataan dalam proses
pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
b. Kenyataan menunjukkan,
bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung
meredupkan perkembangan dirinya.
c. Pengalaman sejarah politik
kita di masa lampau.
d. Tekad untuk memperkokoh
kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat
mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.
Keterbukaan
ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola
pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga
tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai
sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai
praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai
Pancasila dijabarkan dalam norma - norma dasar Pancasila yang terkandung dan
tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah
pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang
fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai
instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya.
E. BATAS-BATAS KETERBUKAAN
IDEOLOGI PANCASILA
Suatu ideologi apapun namanya,
memiliki nilai-nilai dasar atau instrinsik dan nilai instrumental. Nilai
instrinsik adalah nilai yang dirinya sendiri merupakan tujuan (an
end-in-itself). Seperangkat nilai instrinsik (nilai dasar) yang terkandung
di dalam setiap ideologi berdaya aktif. Artinya ia memberi inspirasi sekaligus
energi kepada para penganutnya untuk mencipta dan berbuat. Dengan demikian, bahwa
tiap nilai instrinsik niscaya bersifat khas dan tidak ada duanya.
Dalam ideologi Pancasila, nilai dasar atau nilai instrinsik yang dimaksud
adalah nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan,
dan Keadilan Sosial yang
menjadi jatidiri bangsa Indonesia. Nilai-nilai inilah yang oleh bangsa
Indonesia dinyatakan hasil kesepakatan untuk menjadi dasar negara, pandangan
hidup, jatidiri bangsa dan ideologi negara yang tidak akan dapat dirubah oleh siapapun,
termasuk MPR hasil pemilu. Sedangkan nilai instrumental atau diistilahkan
“dambaan instrumental”, adalah didamba berkat efek aktual atau sesuatu
yang dapat diperkirakan akan terwujud. Nilai instrumental menurut
Richard B. Brandt, adalah nilai yang niscaya dibutuhkan untuk mewujudkan
nilai instrinsik, berkat efek aktual yang dapat diperhitungkan akan
dihasilkannya. Nilai isnstrumental adalah
penentu
bentuk
amalan dari nilai instrinsik untuk masa tententu. Bahwa dengan sifat terbukanya
ideologi, hal ini berarti disatu sisi nilai instrumental itu bersifat dinamik,
yaitu dapat disesuaikan dengan tuntutan kemajuan jaman, bahkan dapat diganti
dengan nilai
instrumental
lain demi terpeliharanya relevansi ideologi dengan tingkat kemajuan masyarakat.
Namun di sisi lain, penyesuaian diri maupun penggantian tersebut tidak boleh
berakibat meniadakan nilai dasar atau instrinsiknya. Dengan kata lain, bahwa
keterbukaan ideologi itu ada batasnya.
1.
Batas jenis pertama :
Bahwa yang boleh disesuaikan dan
diganti hanya nilai instrumental, sedangkan nilai dasar atau instrinsiknya mutlak
dilarang. Nilai instrumental dalam ideologi Pancsila adalah nilai-nilai lebih
lanjut dari nilai-nilai dasar atau instrinsik yang dijabarkan secara lebih kreatif
dan dinamis dalam bentuk UUD 1945, TAP MPR, dan Peraturan
perundang-undangan lainnya. Bahkan dalam mewujudkan nilai-nilai instrumental
yang lebih kreatif dan dinamis sehingga dengan mudah dapat diimplementasikan
oleh masyarakat, dapat dituangkan dalam bentuk nilai praxis. Nilai
praxis, merupakan nilai-nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam kehidupan
nyata sehari-hari (living reality) baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, maupun bernegara. Nilai praxis yang bersifat abstrak, seperti :
menghormati, kerja sama, kerukunan, gotong royong, toleransi dan sebagainya, diwujudkan
dalam bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku
sehari-hari.
2.
Batas jenis kedua, yaitu
terdiri dari 2 (dua) buah norma :
1)
Penyesuaian nilai instrumental pada tuntutan kemajuan jaman, harus
dijaga agar daya kerja dari nilai instrumental yang disesuaikan itu tetap
memadai untuk mewujudkan nilai instrinsik yang bersangkutan. Sebab jika nilai
instrumental penyesuaian tersebut berdaya kerja lain, maka nilai instrinsik
yang bersangkutan tak akan pernah terwujud.
2)
Nilai instrumental pengganti, tidak boleh bertentangan antara linea
recta dengan nilai instumental yang diganti. Sebab bila bertentangan,
berarti bertentangan pula dengan nilai instrinsiknya yang berdaya meniadakan
nilai instrinsik yang bersangkutan.
Sungguhpun
demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh
dilanggar, yaitu sebagai berikut :
Stabilitas nasional yang
dinamis.
Larangan terhadap ideologi
marxisme, leninisme dan komunisme.
Mencegah berkembangnya
paham liberal.
Larangan terhadap pandangan
ekstrim yang mengelisahkan kehidupan masyarakat.
Penciptaan norma yang baru
harus melalui konsensus.
F.
SIKAP POSITIF TERHADAP PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI
TERBUKA
Pada waktu Ketua Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
membuka sidang pada tanggal 1 Juni 1945, mengemukakan bahwa di antara yang
perlu difikirkan oleh para anggota sidang adalah mengenai dasar negara bagi
negara yang akan didirikan. Oleh Bung Karno diartikan sebagai dasarnya
Indonesia Merdeka (dalam bahasa Belanda “philosofische grondslag”), yang
dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 disebutnya Pancasila.
Dalam sidang-sidang berikutnya yang
dilanjutkan dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia disepakati
oleh para anggota bahwa dasar negara tersebut adalah Pancasila, meskipun tidak
disebut secara eksplisit, tetapi rumusan sila-silanya dicantumkan dalam Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia. Begitu penting kedudukan dasar negara bagi
cwarga negara dalam hidup berbangsa dan bernegara, oleh karena itu perlu
difahami dengan secara mendalam masalah dimaksud. Dalam perkembangan lebih
lanjut, bahwa Pancasila dinyatakan sebagai ideologi terbuka tidaklah diragukan
lagi kebenarannya. Sebagai ideologi terbuka Pancasila diharapkan selalu tetap
komunikatif dengan perkembangan masyarakatnya yang dinamis dan sekaligus mempermantap
keyakinan masyarakat terhadapnya. Dengan demikian, sudah seharusnya Pancasila
dibudayakan dan diamalkan, sehingga akan menjiwai serta memberi arah proses
pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Dengan memperhatikan uraian-uraian
tersebut di atas, maka bagi setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya
mengambil sikap positif terhadap kebenaran Pancasila sebagai ideologi terbuka
dengan menunjukkan sikap/perilkau positif sebagai berikut :
1.
Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Ketuhanan
Bahwa
setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya memiliki pola pikir, sikap dan
perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan
menempatkan Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka setiap warga negara
Indonesia diberikan kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap dalam memeluk
salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Sikap dan perilaku
positif
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sehubungan dengan Pancasila sebagai
ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
a.
Melaksanakan kewajiban dalam keyakinannya terhadapTuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
b.
Membina kerja sama dan tolong menolong dengan pemeluk agama lain sesuai dengan
situasi dan kondisi di lingkungan masingmasing.
c.
Mengembangkan toleransi antar umat beragama menuju terwujudnya kehidupan yang
serasi, selaras dan seimbang.
d.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain, dan lain-lain.
2.
Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan
Dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan sifat ideologi
Pancasila yang terbuka, maka sikap dan perilaku kita harus senantiasa
mendudukkan manusia lain sebagai mitra sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Hak dan kewajibannya dihormati secara beradab. Dengan demikian tidak akan terjadi
penindasan atau
pemerasan.
Segala aktivitas bersama berlangsung dalam keseimbangan, kesetaraan dan
kerelaan. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara
lain :
a.
Memperlakukan manusia/orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan
sebagainya.
c.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia,tenggang rasa dan tidak
semena-mena terhadap orang lain.
d.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti : menolong oranglain, memberi
bantuan kepada yang membutuhkan, menolong korban banjir, dan lain-lain.
3.
Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Persatuan Indonesia
Menjunjung tinggi nilai-nilai
persatuan Indonesia sesuai dengan sifat idelogi Pancasila yang terbuka,
mengharuskan setiap warga Negara Indonesia agar tetap mempertahankan keutuhan
dan tegak-kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita menyadari bahwa Negara
kesatuan ini memiliki berbagai keanekaragaman (ke-Bhinneka Tunggal Ika-an) dari
segi agama, adat, budaya, ras, suku dan sebagainya yang harus didudukkan secara
proporsional. Oleh sebab itu, jika terjadi masalah atau konflik kepentingan
maka sudah seharusnya kepentingan bangsa dan negara diletakkan di atas
kepentingan pribadi, kelompok dan daerah/golongan. Sikap dan perilaku positif menjunjung
tinggi nilai-nilai persatuan Indonesia sehubungan dengan
Pancasila
sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
a.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara jika suatu saat
diperlukan.
b.
Bangga dan cinta tanah air terhadap bangsa dan negara Indonesia.
c.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
d.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa, dan lain sebagainya.
4.
Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan
mengandung makna bahwa hendaknya kita dalam bersikap dan bertingkahlaku
menghormati dan mengedepankan kedaulatan negara sebagai perwujudan kehendak seluruh
rakyat. Rakyatlah yang sesungguhnya memiliki kedaulatan atau kedudukan
terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan
sifat ideologi Pancasila yang terbuka, maka dalam memaknai nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan,
aspirasi rakyat menjadi pangkal tolak penyusunan kesepakatan bersama dengan
cara musyawarah/perwakilan. Apabila dengan musyawarah tidak dapat tercapai
kesepakatan, dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap keputusan hasil
kesepakatan bersama mengikat sedua pihak tanpa kecuali, dan semua pihak wajib
melaksanakannya. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai
permusyawaratan/perwakilan sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka
dapat ditunjukkan antara lain :
a.
Mengutamakan musyawarah mufakat dalam setiap mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
b.
Tidak boleh memaksakan kehendak, intimidasi dan berbuat anarkhis (merusak)
kepada orang/barang milik orang lain jika kita tidak sependapat.
c.
Mengakui bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama.
d.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih untuk
melaksanakan musyawarah dan menjalakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dan lain
sebagainya.
5.
Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Keadilan Sosial
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan sosial bagi seluruh rakuat Indonesia yang sesuai dengan sifat
Pancasila sebagai ideologi terbuka, hal ini akan mengarah pada terwujudnya
kesejahteraan lahir dan batin yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
tanpa kecuali. Kesejahteraan harus dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat
dan merata di seluruh daerah. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya
kesenjangan yang mencolok baik dibidang politik, ekonomi maupun sosial budaya.
Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial bagi
seluruh Indonesia sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat
ditunjukkan antara lain :
a.
Mengembangkan sikap gotong royong dan kekeluargaan dengan lingkungan masyarakat
sekitar.
b.
Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan orang
lain/umum, seperti : mencoret-coret tembok/pagar sekolah atau orang lain,
merusak sarana sekolah/umum, dan sebagainya.
c.
Suka bekerja keras dalam memecahkan atau mencari jalan keluar (solusi)
masalah-masalah pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
d.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial melalui karya nyata, seperti : melatih tenaga produktif
untuk trampil dalam sablon, perbengkelan, teknologi tepat guna, membuat pupuk
kompos, dansebagainya.
KESIMPULAN
Kata Pancasila meskipun secara
eksplisit tidak terncantum di dalam Pembukaan UUD 1945, namun secara substantif
jiwa dan semangatnya ada di dalamnya. Oleh sebab itu, Pancasila yang telah menjadi
kesepakatan bangsa Indonesia seharusnya dapat dilaksanakan secara konsisten
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Lahirnya rumusan Pancasila sebagai bukti sejarah
bersamaan dengan lahirnya negara kesatuan republik Indonesia, harus memiliki makna
pentingnya suatu dasar negara untuk penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang sesuai dengan sosialbudaya masyarakat Indonesia sendiri. Pancasila
sebagai pandangan hidup, merupakan pedoman dan pegangan dalam pembangunan
bangsa dan negara agar dapat berdiri kokoh, serta dapat mengetahui arah tujuan
dalam mengenal dan memecahkan masalah (ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan) yang dihadapi oleh bangsa dan Negara Pancasila
sebagai ideologi, merupakan idee atau gagasan-gagasan yang merupakan falsafah
hidup yang harus dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Sebagai ideologi nasional, Pancasila telah tumbuh dan berkembang dari
sosio-budaya yang terkristalisasi menjadi nilai filosofis ideologis yang
konstitusional (dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Dasar1945).
Sebagai Ideologi terbuka, Pancasila
senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak boleh
berubah, namun pelaksanaannya kita sesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata
yang kita hadapi dalam setiap kurun waktu.
Pancasila dalam dimensi ideologi,
telah memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka yang di dalamnya mengandung
dimensi realita, idealisme dan dimensi fleksibelitas. Sedangkan Perwujudan
sebagai ideolgi terbuka, Pancasila mengandung : Nilai Dasar, Nilai Instrumental
dan Nilai Praksis. Dalam kedudukannya sebagai sumber nilai, Pancasila
mengandung berbagai nilai yang diyakini telah memberikan makna dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang nampak jelas dalam
kehidupan bangsa Indonesia yaitu : a) Nilai-nilai Ketuhanan, b) Nilai-nilai
Kemanusiaan, c) Nilai-nilai Gotong royong dan Persatuan, d) Nilai-nilai
Musyawarah, dan e) Nilai-nilai Keadilan Sosial. Nilai-nilai Pancasila itu
merupakan nilai instrinsik yang
kebenarannya
dapat dibuktikan secara obyektif, serta mengandung kebenaran yang universal.
Nilai-nilai Pancasila, merupakan kebenaran bagi bangsa Indonesia karena telah
teruji dalam sejarah dan dipersepsi sebagai nilai-nilai subyektif yang
menjadi sumber kekuatan dan pedoman hidup seirama dengan proses adanya bangsa
Indonesia yang dipengaruhi oleh dimensi waktu dan ruang. Agar pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan paradigm Pancasila, maka penyelenggara dan pelaksanan
pembangunan harus mampu bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) serta bertangung
jawab penuh terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Karena yang ingin dibangun
adalah manusia dan masyarakat.
SARAN
Sebaiknya
setiap komponen masyarakat perlu bersikap positip dan broaktif terhdap
pancasila agar pancasila bias tampil menjadi idiologi terbuka dan berwibawa.
Salah satunya,dengan menjadikan pancasila sbagai badan dialog public. Selain
itu,yang paling penting,dengan memperkecil kesenjangan antara ideal-ideal
pancasila dan kenyatan hidup sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar