BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak pertengahan abad ke-20, peranan bahan tambahan
pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan
kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis sejalan dengan
kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis. Banyaknya bahan
tambahan relatif murah akan mendorong meningkatkan pemakaian bahan tambahan
pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, agar kita dapat
mengetahui apa yang dimaksud dengan zat aditif tersebut dan juga mengetahui
jenis-jenis dari zat aditif baik yang penggunaannya dilarang ataupun yang
diizinkan menurut PERMENKES serta bagaimana dampak kesehatan dari penggunaan
zat aditif tersebut.
1.3 Metodologi Penulisan
Dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, penulis
mengambil bahan / data-data yang ingin di tulis dengan membaca beberapa
referensi atau literatur (buku) yang ada hubungannya dengan topik dari makalah
yang penulis buat.
BAB II
ZAT ADITIF
2.1 Pengertian Zat Aditif
Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan
selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu.
Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan
kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang
mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan.
Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. umunya zat aditif
tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan manusia. Akan tetapi, jumlah
penduduk bumi yang makin bertambah menurut jumlah yang lebih besar sehingga zat
aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh
karena itu industri makanan memproduksi makan yang memakai zat aditif buatan
(sintesis). Bahan baku pembuatan adalah dari zat-zat kimia yang kemudian
direaksikan. zat aditif yang berlebihan dapat menimbulkan beberapa efek samping
misalnya : gatal-gatal dan kanker.
Penambahan ini sebetulnya sudah lama dilakukan oleh
masyarakat, salah satu contoh zat aditif alami yang sering digunakan oleh
masyarakat adalah garam yang digunakan sebagai pemberi rasa asin atau pengawet,
zat aditif alami yang lain seperti gula, kecap-, asam dan bumbu dapur serta
kunyit, pandan, cabe yang merupakan zat aditif alami yang diberikan sebagai
pemberi warna disamping pula memberikan rasa yang khas.
Dengan berkembangnya industri makanan, selain bahan-bahan
aditif yang alami di gunakan pula zat aditif sintesis sebagai tambahan dalam
proses pembuatan makanan, sebagai zat pewarna, pemberi rasa manis buatan,
pengawet, pewangi buatan be aroma buah-buahan, vitamin dan mineral yang
diberikan sebagai pelengkap nutrisi sebagai pengganti dari nutrisi yang hilang
dalam proses pembuatan makanan.
golongan BTP yang diizinkan PERMENKES RI NO 722/MENKES /
PER / IX/ 88 yaitu :
·
Anti Oksidan
·
Anti kempal
·
Pengatur keasaman
·
Pemanis Buatan
·
Pemutih pematangan tepung dan pengeras
·
Pengemulsi, pemantap dan pengental
·
Pengawet
·
Pengeras
·
Pewarna
·
Penyedap rasa dan aroma
·
Sekuestran
·
Enzim, penambahan gizi, humektan
Sedangkan
golongan BTP yang dilarang di gunakan menurut PERMENKES PERMENKES RI NO
722/MENKES/PER/IX/88 dan NO 1168/MENKES/PER/X1999 yaitu :
·
Natrium Tetraborat
·
Formalin
·
Minyak nabati dan dibrobinasi
·
Kloramfenikol
·
Kalium klorat
·
Diethylpirokarbonat
·
Nitrofuranzon
·
P-phenetikarbamida
·
Asam salisilat dan garamnya
·
Rodamin B (pewarna merah)
·
methanyl yellow (pewarna kuning)
·
Dulsin (pemanis sintesis) potassium bromat (pengeras)
2.2
Macam-macam zat aditif
2.2.1 Zat Pewarna
Zat pewarna adalah bahan yang dapat memberi warna pada
makanan, sehingga makanan tersebut lebih menarik, secara garis besar
berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam
golongan BTP, yaitu pewarna alami pewarna sintesis. beberapa contoh zat pewarna
alami yaitu anoto (orage), caramel (coklat hitam ), beta karoten (kuning ),
klorofil (hijau). sedangkan contoh pewarna buatan yaitu biru berlian, coklat
HT, eritrosit dan hijau FCF.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh “Soleh
(2003)”, menunjukkan bahwa dari 25 sampel makanan minuman jajanan yang beredar
di wilayah kota Bandung, terdapat lima sampel yang positif mengandung zat warna
yang dilarang oleh pewarna, yaitu Rhodamin B (Produk sirup jajanan), krupuk,
terasi merah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh “YLKI (1990) terhadap
pangan jajanan di bawa Jakarta dan Semarang. menunjukkan bahwa pisang moleng
dan manisan kedondong yang dijual setelah di uji positif mengandung methanyl
yellow.
2.2.2 Penyedap Rasa Dan
Aroma Serta Penguat Rasa.
Zat aditif ini dapat memberikan, menambah, mempertegas
rasa dan aroma makanan. Zat aditif ini terdiri atas dua golongan yaitu alami
dan buatan. Contoh yang alami yaitu penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa
sedangkan yang buatan yaitu zat pemanis buatan.
ü Penyedap rasa dan
aroma (flavor)
Penyedap
rasa dan aroma yang banyak di gunakan berasal dari golongan ester, contoh ;
isoamil asetat (rasa pisang), isoamil valerat (rasa apel), butir-butiran (rasa
nanas), isobutyl propionate (rasa rum)
ü Penguat rasa
(flavuor echancer)
Bahan
penguat rasa atau penyedap makanan yang paling banyak di gunakan adalah MSG
(monosodium glutamate) yang sehari-hari dikenakan dengan nama vet sin.
ü Zat pemanis
buatan
Bahan
ini tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi, contohnya natrium
(kemanisanya 500x gula), dulsin (kemanisanya 250x gula), dan natrium siklamat
(kemanisanya 50x gula) dan serbitol.
2.2.3 Pengawet
Zat aditif ini dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengemasan atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorg
anisme.
Contoh bahan
pengawet dan penggunaanya ;
a)
Asam bezoat, natrium dan kalsium benzoat, untuk minuman
ringan, kecap, acar ketimun dalam botol dan caos.
b)
Natrium nitral (NaNo3), untuk daging olahan dan keju
c)
Natrium nitrit (NaNo2), untuk daging olahan, daging
awetan dan kornet kalangan.
d)
Asam propionate untuk roti dan sediaan keju olahan
2.2.4 Antioksidan
Zat aditif ini
dapat mencegah atau menghambat oksidasi.
contoh ;
a)
Asam askorbat (bentukan garam kalium, narium, dan
kalium), di gunakan pada daging olahan, kaldu dan buah kalangan.
b)
Butil hidroksianisol (BHA), di gunakan untuk lemak dan
minyak makanan.
c)
Butyl hidroksitoluen (BHT), di gunakan untuk lemak,
minyak makan, margarine dan mentega.
2.2.5 Pengemulsi,
Pemantap, Dan Pengental
Zat
aditif dapat membantu pembentukan atau pemantapan sistem depresi yang homogen
ada makanan.
Contoh
; agar-agar, gelatin, dan gom Arab
2.2.6 Pemutih Dan
Pematang Tepung
Zat
aditif ini dapat mempercepat proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga
dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
Contoh : Asam
askorbat, aseton, peroksida, kalium bromat.
2.2.7 Pengatur Keasaman
Zat
aditif ini dapat mengemaskan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman
makanan. Contoh ; asam asetat aluminium ammonium sulfat, ammonium bikarbonat,
asam klorida, asam sitrat, asam tetrat, dan natrium bikarbonat.
2.2.8 Anti Kempal
Zat
aditif ini mencegah pengempalan makanan yang berupa serbuk, contoh : aluminium
silikat (susu bubuk), dan kalsium aluminium silikat (garam meja)
2.2.9 Pengeras
Zat
aditif ini dapat memperkeras atau mencegah melunakkan makanan. Contoh :
aluminium ammonium sulfat (pada acar ketimun botol), dan kalium glukona (pada
buah kalangan).
2.2.10 Sekuestran
Adalah bahan yang
mengikat ion logam yang ada dalam makanan.
Contoh
: asam fosfat (pada lemak dan minyak makan), kalium sitrat (dalam es krim),
kalsium dinatrium EDTA dan natrium EDTA
2.2.11 Penambah Gizi
Zat aditif yang
ditambahkan adalah asam amino, mineral, atau vitamin untuk memperbaiki gizi
makanan.
2.4
Efek terhadap kesehatan zat aditif
2.4.1 Efek terhadap kesehatan dari penggunaan BTP
yang diizinkan
ü Zat pewarna
Pada
zat aditif ini, dampak negatif timbul apabila penggunaannya berulang walaupun
dalam jumlah kecil, dimakan dalam jangka waktu lama, tergantung dengan daya
tahan tubuh yang berbeda-beda, seperti pada umur, jenis kelamin, berat badan,
mutu pangan sehari-hari dan keadaan fisik. Dampak negatifnya seperti timbulnya
kanker hati.
ü Zat pengawet
1.
Pengawet organik
a.
Asam benzoat dan garamnya
Efeknya : dalam jumlah besar akan mengkritisi lambung
khususnya pada penderita asma dan orang yang menderita antikaria.
b.
Asam sorbet dan
garamnya
Efeknya : Pada diet tidak menimbulkan aktifitas
carcinogenic karena tingkat fasilitasnya rendah kemungkinan asam sorbet hanya
memberikan efek intasi kulit apabila langsung di pakai pada kulit.
c.
Asam propionat dan garamnya
Efeknya : tidak menimbulkan toksin apabila natrium
propionat di berikan dalam dosis reenrollsehari 6 gr untuk laki-laki.
d.
Ester dari asam
benzoot
Efeknya : memberikan gangguan berupa reaksi yang
spesifik, reaksi yang spesifik seperti timbulnya reaksi alergi pada mulut dan
kulit yang dapat terjadi pada orang penderita asma, urtikaria, dan
sensitif.
e.
Nisin
Efeknya
: Timbulnya neproteksik
2.
Pengawet anorganik
Efeknya : apabila mengandung belerang dioksida dapat
menyebabkan luka usus sedangkan pada pemakaian nitrit dengan dosis yang tinggi
menyebabkan kanker. pada penderita metamogloginemia itu menjadi pucat, sinosis
sesak nafas, muntah dapat syok.
ü Zat pemanis
a.
Sakarin
Efeknya :
menyebabkan kanker khususnya kanker kentong benih
b.
Skala siklamat
Efeknya : bersifat konsigenik, sedangkan hasil
metabolisme dari siklamat yang diekskresikan melalui urin dapat merangsang
pertumbuhan serta dapat menyebabkan atropi.
Contoh
: asam askorbat, feri fosfat, vitamin A, dan vitamin D.
c.
Aspartame
Efeknya : dapat menyebabkan kerusakan otak yang pada
akhirnya akan mengakibatkan cacat mental khususnya pada penderita penyakit
keturunan dan kelemahan mental (penil keton urea / PKU)
d.
Nitro-propoksi-analin
Efeknya : bersifat carcinogenic yang penggunaannya di
batasi bagi orang-orang penderita penyakit OM karena senyawa ini tingkat
komunikasinya paling tinggi (4110 x kemanisan gula tebu murni) senyawa ini juga
bersifat racun seperti aniline yang dapat mengakibatkan kanker kemin.
e.
Solbitol
ü Penyedap Rasa dan
aroma
a.
Monosodium glutamate (MSG)
Efeknya
: menimbulkan gejala Chinese restavrant sydrom (CRS) seperti kesemutan pada
punggung, leher, rahang bawah, wajah berkeringat, sesak dada bagian bawah dan
kepala pusing.
b.
L-asam glutamate
Efeknya :
menyebabkan CRS
c.
Potosium hidrogen L-Glutamate (mono potassium glutamate)
Efeknya
: menyebabkan mual, muntah dan kejang-kejang perut walaupun taksisisitas amnya
relatif kecil, potosium berbahaya bagi penderita ginjal dan tidak boleh di
berikan pada bayi di umur (12 minggu)
d.
Kalsium di hidrogen di –L- glutamate
Efeknya
: belum diketahui, tetapi tidak boleh di berikan kepada bayi yang berumur di
bawah 12 minggu.
e.
Guanosin S-
disodium fosfor (sodium glutamate) : inosin S- disodium fosfor (sodrum inosat)
; sodium S- ribunokleotida
Efeknya : tidak
diketahui tetapi dilarang di gunakan pada pangan bayi dan anak-anak begitu pula
untuk penderita encek yang harus mengindari purin dilarang mengkonsumsi zat
ini.
ü Anti Kempal
Efek
: anti kempal tidak menunjukkan akibat kekurangan pada tingkat penggunaan yang
tepat. Akan tetapi masuknya ferrosinida dalam golongan anti kumpal yaitu 0,025
/ kg berat badan yang membayakan suka dikonsumsi.
ü Antioksidan
a.
Asam L-askorbid (vit-c)
Efeknya
: jika dikomsumsi lebih daro 100 gr / hari mudah terkena batu ginjal dari dosis
yang tinggi dapat menyebabkan diare erosi pada gigi
b.
Natrium L-askorbad (vit-c natrium L-c-t) askorbad
Efeknya :
karsionogen yang merugikan
c.
kalsium L-askorbat (kalsium askorbat)
Efeknya : dapat
menyebabkan batuk ginjal
d.
Asam 6-0 pallmitol-L askorbit (askorbit palmital)
Efeknya : tidak
merugikan
e.
ekstra tokoperois dalam (vit-e)
Efeknya :
menyebabkan penimbunan lemak
f.
sintesic alfa toko ferol (vit-E : OL-alfa-tokoferol);
sintetik delta tokoferot (vit-E : DL- delta-tokoferol)
Efeknya :
menyebabkan penimbunan lemak
g.
Sintetik gamma-tokoferol (vit-E ; DL- gamma-tokoferol)
Efek : terjadi
penimbunan lemak.
h.
propil gallaf ;
aktil gollat ; dan dodekil gallat
Efek :
menyebabkan iritasi pada lambung dan kulit
i.
butil hidroksil anisol (BHA)
Efeknya :
menyebabkan timbulnya kanker sekitar lambung, alergi.
j.
Butil hidroksiltoluen
Efeknya
: menyebabkan kulit menjadi kasar serta dalam dosis yang tinggi dapat
menyebabkan liver membesar.
ü pengemulsi,
pemantap dan pengenta
ü Pengatur kesamaan
Efeknya : dapat
menyebabkan jaringan mati dan terjadi peradangan
ü pemutih,
pematangan tepung dan pengeras
Beberapa efek
bahan tambahan pangan pemutih, pematang tepung, serta pengeras terhadap
kesehatan.
1.
Pemutih dan pemotong tepung
a.
Asam acrobat
Efeknya
: dapat meningkat pada kasus potologek misalnya asisten rematik dan
meningkatkan kandungan air feses, sehingga dapat menghasilkan terjadinya diare.
b.
Kalsium sterol – 2- lakatilat, natrium sterol fumarat,
dan natrium -12- lokilat.
Efeknya
: dapat menyebabkan hiperkalsimea dalam darah yang terjadi apabilah dalam tubuh
terjadi kelainan klinik, misalnya hiperporatirodisme, keracunan vit , serkoldes
dan kanker.
c.
L- cyistein
Efeknya
: dapat menyebabkan penyakit seborrhea,, kerapuhan kuku atau jaringan tanduk
(keratin, dan alopisia)
2.
Bahan pengeras
a.
Garam-garam (aluminium ammonium sulfat, aluminium kalium
sulfa, almunium natrium sulfat (annidrat)
Efeknya
: tasistas dari aluminium dan beda kelebihan konsumsi logam adminium dapat
m,enimbulkan efek toksis pada susunan saraf dan menyebabkan penyakit alzaimer
(gangguan saraf)
b.
Garam-garam kalsium (kalsium glikonat, kalsium karbonat,
kalsium klorida, kalsium laktat, kalsium setrat, kalsium sulfat dan mono
kalsium fosfat.
Efeknya
: gangguan saraf dan otot serta hipoparatirodisma/ insufiensi ginjal bila kadar
kalsium dalam darah turun di bawah normal.
2.3
Tujuan dan penggunaan zat aditif
1.
Dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan
kualitas daya simpan.
2.
Membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan
3.
Mempermudah preparesi bahan pangan.
4.
Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang
berkualitas rendah.
5.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan
pangan.
2.4
Efek terhadap kesehatan zat aditif
2.4.1 Efek terhadap
kesehatan dari penggunaan BTP yang diizinkan
·
Zat pewarna
Pada
zat aditif ini, dampak negatif timbul apabila penggunaannya berulang walaupun
dalam jumlah kecil, di makan dalam jangka waktu lama, tergantung dengan daya
tahan tubuh yang berbeda-beda, seperti pada umur, jenis kelamin, berat badan,
mutu pangan sehari-hari dan keadaan fisik. Dampak negatifnya seperti timbulnya
kanker hati.
·
Efek terhadap kesehatan dari pengemulsi, pemantap, dan
pengental.
No
|
Nama
BTP
|
Efek
terhadap kesehatan
|
1.
|
Lesitin
|
Lesitin
adalah nutrisi dan bersifat nontoksi
|
2.
|
Sodium
laktat
|
Dapat
menimbulkan keracunan tertentu pada anak-anak karena anak-anak tidak tahan
terhadap laktosa, tetapi tidak ditemui sifat racunnya pada orang dewasa.
|
3.
|
Potasiun
laktat
|
Dapat
menimbulkan keracunan tertentu pada anak-anak karena anak-anak tidak tahan
terhadap laktosa, tetapi tidak di temui sifat racunnya pada orang dewasa.
|
4.
|
Kalsium
laktat
|
Tidak
satupun diketahui.
|
5.
|
Asam
sitrat
|
Asam
sitrat apabila dikomsumsi terlalu banyak menyebabkan eroso pada gigi dan
dapat menyebabkan iritasi lokal.
|
6.
|
Sodium
sitrat
|
Dapat
mengubah sekresi urin sehingga apabila dalam pemberian obat dapat menyebabkan
obat kurang efektif bekerja atau bahkan dapat menjadi racun.
|
7.
|
Ammonium
ferri sitrat
|
Mencegah
anemia.
|
8.
|
Kalsium
disodium EDTA
|
Pemakaian
EDTA yang berlebihan dalam pangan dapat mengikat logam-logam yang diperlukan
oleh tubuh, seperti besi, seng, Cu, sehingga tubuh kekurangan logam isensial.
|
9.
|
Asam
alginate
|
Pemakaian
yang berlebihan dalam bahan pangan dapat menghambat proses penyerapan nutrisi
tertentu seperti mineral dan unsur renik.
|
10.
|
Sorbitol
|
Tidak
terdapar resiko keracunan yang nyata, tetapi penggunaan yang berlebihan dapat
menyebabkan flatulensi sementara atau intestinal distention, tetapi juga
mengurangi kadar kolesterol darah.
|
2.4.2 Efek terhadap
kesehatan dari penggunaan BTP yang tidak di izinkan
ü Natrium
Tetrabonat
Asam
ini dapat menyebabkan keracunan dengan gejala seperti mual, muntah, diare, suhu
tubuh menurun, lemah, sakit kepala dan bahkan dapat menimbulkan syok.
ü Formalin
Jika
kandungan dalam tubuh tinggi dapat menekan fungsi sel sehingga menyebabkan sel,
selain itu juga dapat menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat
carcinogenic dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi atau jaringan)
ü Dulsin (pemanis
sintetis )
Efeknya
: dapat menimbulkan dampak yang berbahaya apabila komsumsi dursin yang
berlebihan karena ternyata dosis letalnya pada anjing sebesar1,0 gl/2kg BT.
ü Nitrofuransen
Efeknya
: dapat menyebabkan skinlassion pada kulit serta infeksi pada kandung kemih.
ü Asam salisilat
dan garamnya
Efeknya
: bersifat iritatif sekali, pada pemberian peroral asam salisilat dapat
menimbulkan efigastrik, pusing, berkeringat, mual, dan muntah serta gejala
toksisitas yang serius yang terjadi perubahan keseimbangan asam basa dan
komposisi elektrolit yaitu hiperfentilasi, demam ketosis, respirasi alkalosis
dan asidosis metabolic.
ü Potassium Bromat
Efeknya
: penggunaan dalam jumlah yang besar akan mengakibatkan iritasi terhadap
saluran pernafasan, gangguan pada fungsi ginjal, serta mengakibatkan hemolisis
dari sel darah merah dan methemohglobinomia.
ü Kloromfenikol
Efeknya
: apabila di berikan sebanyak 50 mg/kg BB neonatus, terutama yang permatur
dapat mengalami gray sickness.
ü Diethilpirokarbonat
Efeknya
: dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan hidung serta diikuti pusing-pusing.
2.5.1. Analisis Bahan
Pengawet
- Bahan
Pengawet Anorganik.
- Analisis sulfite dalam bahan pangan
1.
Metode Spectrophotometer (AOAC,1990 dan 1995)
- Pereaksi
1.
Larutan p-rosanilin 9acid bleached p-rosanilin-rohn)
Timbang
100 mg p-rosanilin klorida, masukkan kedalam labu uku 1 liter, tambahkan 100 ml
air dan 160 ml HCI (1 : 1), kemudian encerkan sampai tanda batas. biarkan 12
jam sebelum di pergunakan.
2.
Natrium tetrakloromerkurat
Larutkan
4,7 gr NaCI dan 10,9 gr HgCI2 dalam kira-kira 1.900 ml H2
O, kemudian encerkan sampai 2 liter.
3.
larutan formaldehid HCHO 0,015%
Encerkan
2 ml formalin sampai 100 ml dengan air, kemudian encerkan kembali 2 ml larutan
tersebut sampai 1000 ml.
4.
Larutan natrium sulfit 1 mg/ml
Larutkan
100 mg natrium sulfit dalam 100 ml larutan naterakloromerkurat.
- Persiapan kurva standar sulfit
1.
Pipet 0,1,2,3,4,5, dan 6 ml larutan Na sulfit ke dalam 7
buah labu ukur 100 ml, tambahkan 50 ml larutan Na- tetrakloromerkurat pada
masing-masing labu, encerkan dengan akuades sampai tanda batas.
2.
pindahkan 1,0 ml alikot dari setiap labu ukur ke dalam
tabung reaksi 200 mm, tambahkan 5 ml larutan rasionalin dan kocok, tambah 10 ml
larutan HCHO, kocok dan biarkan selama 30 menit.
3.
baca resapannya pada panjang gelombang 550 nm. Plotkan
resapan tersebut terhadap kepekatan.
- Penetapan sulfit
1.
Pipet 5,0 ml alikot ke dalam tabung reaksi 200 mm yang
mengandung 5 ml Na-tetrakloromerkurat, kocok.
2.
Pindahkan 1,0 ml larutan yang telah diencerkan tadi ke
dalam tabung reaksi lainnya, tambahkan 5 ml larutan p-rosanalin, aduk.
3.
Tambahkan 10 ml larutan HCHO aduk dan biarkan 30 menit.
Apabila terbentuk warna lembayung sering melalui penyaring gelas dan kaca
resapannya. 1 ml alokot yang di uji mengandung 0,1 gram daging sehingga 0,01 mg
sesuai dengan Na-sulfit0,01%. apabila warna terlalu pekat, emcerkan larutan
dari tabung pertama dengan larutan Na-tetrakloromerkurat (1 : 1).
2.
Metode Titrasi (AOAC, 1990 dan SNI, 1992-1994)
a.
Peralatan
Neraca
analitis, labu destilasi, gelas ukur, burette, botol timbang, dan alat
destilasi.
b.
Perekasi
- Asam phosphate 88% (d = 1,75)
- Larutan hidrogen peroksida 0,2% (w/v)
Larutan
0,7 ml hidrogen peroksida ke dalam 100 ml. Dibuat baru setiap akan di
gunakan/harus selalu segar.
- Larutan NaOH 0,01 N
Standardisasi
dengan K-hidrogen phtalat, yang telah dikeringkan pada suhu 110oC.
- Methanol
- Larutan campuran indikator
campurkan
50 ml larutan merah meil 0,03% dalam alkohol dan 50 ml larutan biru 0,05% dalam
alkohol, kemudian saring.
c.
Cara Kerja
- Timbang atau pipet sejumlah contoh ke dalam labu destilasi sebagai petunjuk seperti tabel di bawah ini.
Kandungan SO2
(mg/kg)
|
Sejumlah contoh untuk yang ditimbang (g/ml)
|
Volume air suling yang di tambahkan (ml)
|
< 10
10 – 100
> 100
|
40 – 50
20 – 25
5 – 10
|
20
30
40
|
- Tambahkan air suling ke dalam labu sebagai
petunjuk. Tambahkan 50 ml methanol dan campurkan. masukkan kedalam penampung
destilasi, 10 ml larutan H2O2, 60 ml air suling dan
beberapa pengujian indikator. Tambahkan beberapa pengujian NaOH 0,01N
sampai terbentuk warna hijau.
- tambahkan sejumlah yang sama larutan H2O20,2%
yang sudah di netralkan ke dalam botol pencuci
- Hubungkan ke atas alat dan atur nitrogen mengalir
kira kira-kira 60 gelembung per menit
- Tambahkan 15 ml asam posphat 88% ke dalam
pipa/funnel dan alirkan ke dalam labu distilasi.
- Panaskan dengan cepat untuk mendidihkan campuran
dan kemudian biarkan mendidih selama 30 menit.
- lepaskan penampung dari alat destilasi dan bilas
pipa.
- Titrasi asam sulfat yang ada/ terbentuk dengan
larutan NaOH 0,01 perhitungan.
SO2
yang terkandung (mg/kg atau mg/1) = b
x c x 32 x 1.000
a
a = Bobot cuplikan
(gram)
b = Volume larutan NaOH
yang diperlukan untuk peniter (ml)
c = Normalitas larutan
NaOH
2.5.2 ANALISIS BAHAN
PEWARNA SINTETIS
Telah diketahui bahwa berbagi jenis pangan dan minuman
yang beredar di Indonesia, baik secara maupun tidak disengaja telah diwarnai
dengan pewarna tekstil atau yang bukan food
grade, yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan. Pewarna-pewarna
tersebut memang lebih banyak digunakan untuk tekstil, kertas atau kulit.
1.
Teknik Analisis Sederhana
Babu, S dan indushekhar,S.,(1990), dari NIN Hyderabad
India, telah melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetis
dapat dilakukan secara sederhana dan dengan menggunakan peralatan yang
sederhana seperti gelas, air dan kertas saring. sehingga tidak diperlukan
adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan khusus. Metode dapat
dikerjakan dirumah maupun dilapangan. Keistimewaan atau keuntungan penting dari
metode tersebut karena cara analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat
pewarna-pewarna standar apapun.
Sedangkan prinsip kerjanya adalah kromotografi kertas
dengan pelarut air (PAM,destilasi,atau air sumur,Setelah zat pewarna diuji
diujung kertas rembesan (elusi),air dari bawah mampu menyeret zat-zat pewarna
yang larut dalam air (zat pewarna pangan) lebih jauh dibandingkan dengan zat
pewarna tekstil.
Cara kerja analisis tersebut adalah melarutkan suatu zat
pewarna yang dicurigai kedalam air destilasi, sehingga diperoleh konsentrasi
1.0 mg/ml atau 1g/l,kemudian larutan tersebut diujikan (spot) pada + 2 cm dari ujung kertas saring yang berukuran
20 x 20 cm. Selanjutnya, kertas saring tersebut dimasukkan kedalam gelas yang
telah diisi air secukupnya (diletakkan1-1,5 cm dari dasar gelas). Air akan
dihisap secara kapiler atau merembes ke atas, dan air dibiarkan merembes sampai
3/4 tinggi gelas. Kertas saring diangkat dan dikeringkan
diudara. Setelah kering, kertas dilipat dua dan dilipat lagi menjadi tiga,
sehingga terdapat 8 bagian antara spot asli dan batas pelarut. Seluruh analisis
itu dapat selesai kurang dari 1,5 jam. Hasilnya, zat pewarna tekstil tidak
bergerak pada tempatnya.
2.
Analisis Zat Warna yang dilarang (Rhodamin B dan Methanyl
yellow)
a.
Cara reaksi kimia
(SNI 1992)
Cara
reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut: HCI
pekat, H2SO4 NaOH 10 %, dan NH4OH 10%. Lalu reaksi apa yang terjadi (reaksi perubahan
warna) pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan pemisahan dari
bahan-bahan pengganggu (matriks).
b.
Cara kromotografi
kertas (Charles, J.P.S.,1990, dan Tri Indraswari,W.,2000)
Sejumlah cuplikan 30-50g ditimbang dalam gelas kimia 100
ml, ditambahkan asam asetat encer kemudian dimasukkan benang wool bebas lemak
secukupnya, lalu dipanaskan diatas nyala api kecil selama 30 ,enit sambil
diaduk. Benang wool dipanaskan dari larutan dan dicuci dengan air dingin
berulang-ulang hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan
penambahan ammonia 10% di atas penangas air hingga sempurna. Larutan berwarna
yang didapat dicuci lagi dengan air hingga bebas dari ammonia.
Totolkan pada kertas kromotografi, juga totolkan zat
pewarna pembanding yang cocok (Larutan pekatan yang berwarna merah gunakan
pewarna zat warna merah). Jarak rambatan
elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon:
aseton: air = 70:30:30) dan eluen II (2g NaCI dalam 100 ml etanol 50%).
Keringkan kertas kromatografi di udara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak
yang timbul.
Perhitungan/penentuan zat warna dengan cara mengukur
nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak
zat terlarut oleh jarak zat pelarut.
Rf = Jarak
gerak zat pelarut
Jarak gerak zat pelarut
2.5.3 BEBERAPA METODE ANALISIS
1. Analisis Kualitatif Pemanis Sintetis secara Umum
Analisis pemanis sintetis dalam pangan, minuman maupun
dalam obat-obatan. agak sulit dilakukan, karena biasanya bahan tambahan yang
ditambahkan kedalam pangan/minuman tersebut tidak hanya pemanis saja, tetapi
banyak bahan tambahan lainnya, seperti pengawet, pewarna dan lain-lain Hal itu
menyulitkan dalam analisis karena berbagai bahan tambahan dalam produk
pangan/minuman tersebut saling mengganggu dalam analisis, sampel biasanya
mendapat perlakuan pendahuluan, seperti
ekstraksi dengan pelarut organik atau direaksikan dengan pereaksi
tertentu. Secara umum analisis bahan pemanis sintetis sakarin, siklamat,
dulsin, aspartame, dan sorbitol yang terdapat dalam minuman secara kualitatif
dapat dilakukan dengan kromotografi lapisan tipis (thin layer chromathography/TLC). Sedangkan penentuan kadar bahan
pemanis dapat dilakukan dengan cara spektrofotodensitometri atau
spektrofotometri UV/tampak.
- Prinsip Analisis Kromatografi Lapis Tipis (TLC)
TLC adalah
metode pemisahan secara fisikokimia yang berdasarkan sifat perbedaan afinitas
zat (analit terhadap fase diam dan fase geraknya). Fase diam biasanya berupa
zat padat (adsorben) uang ditempatkan pada suatu penyangga berupa lempeng gelas
atau logam. Sedangkan fase geraknya adalah cairan yang terdiri dari campuran
beberapa pelarut. Sampel yang telah melalui
perlakuan pendahuluan dipekatkan, kemudian ditotolkan pada lapisan
tipis. Lempeng/lapisan tipis tersebut diletakkan pada bejana tertutup yang
berisi larutan yang cocok (fase gerak). Adsorben yang biasa digunakan adalah
silika gel aluminium oksida,kieselgur,selulosa, dan turunannya atau poliamida.
Untuk
mendeteksi senyawa yang telah terpisah dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu
1.
Cara fisika dilakukan jika senyawa tidak berwarna dan
untuk senyawa yang dapat menunjukkan penyerapan di daerah panjang gelombang 254
nm.
2.
Cara kimia, senyawa yang akan dipisahkan disemprot dengan
pereaksi kimia tertentu.
3.
Cara biologi dilakukan untuk senyawa yang mempunyai
aktifitas fisiologi.
Deteksi yang sering dilakukan dengan menggunakan lampu UV
gelombang pendek (254 nm). Jarak pemisahan senyawa pada kromatogran dinyatakan
dengan Rf.
Rf = Jarak gerak zat pelarut
Jarak
gerak zat pelarut
Identifikasi
analit di dalam sampel dilakukan dengan cara membandingkan harga Rf yang
didapat dari larutan standar.
- Prinsip Kerja Spektrofotodensitometri
Spektrofotodensitometri adalah pengukuran noda pada
kromatogram dengan cara melewatkan cahaya yang intensitasnya diukur dengan
detector sinar UV. Penentuan kadar dilakukan dengan cara menghitung luas noda
atau dengan menggunakan kurva kalibrasi.
- Prinsip Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotometri
UV/Sinar Tampak
Absorpsi molekul pada daerah UV/sinar tampak berhubungan
erat dengan strukturnya. Dalam penentuan kadar suatu larutan sampel secara
spektrofotometri didasarkan atas hubungan antara absorban dengan konsentrasi.
Persamaan Lambert – Beer : A = ε b c
Dimana : A :
Absorbans
ε :
Absortivitas molar Larutan
b
: Lebar sel yang dilewati sinar
c
: Konsentrasi analit.
Beberapa
cara yang biasa digunakan untuk penentuan:
a.
Secara langsung dengan membandingkan absorbans suatu
sampel dengan larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya pada panjang
gelombang maksimumnya.
b.
Dengan menggunakan kurva kalibrasi, yaitu yang menyatakan
hubungan antara absorbans dengan konsentrasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ü Secara umum zat
aditif adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya
bukan merupakan komponen has makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai,
yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemesan, dan
penyimpanan.
ü Jenisjenis zat
aditif terbagi atas dua golongan yaitu golongan zat aditif alami dengan
golongan zat aditif buatan (sintetis). Selain itu, penggunaan dari zat aditif
ada yang diizinkan penggunaannya oleh MENKES dan ada juga yang dilarang.
ü Efek dari
penggunaan zat aditif khususnya zat pewarna yaitu efek kronis senyawa azo
mengakibatkan kanker, sedangkan pada zat pengawet menimbulkan iritasi pada kulit
dan mulut.
3.2 Saran
ü Penggunaan zat
aditif makanan haruslah hati-hati terutama zat aditif sintetis, karena zat
sintetis ini merupakan zat asin bagi tubuh yang dapat menyebabkan penyakit.
ü Penggunaannya
juga harus sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan
demi menjaga atau melindungi kesehatan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi,
W., 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara.
Jakarta.
Rohman,
A., dan Sumatri, 2007. Analisis Makanan, Gadjah Mada
University frees. Yogyakarta .
Sartono, 2001, Racun dan Keracunan, Widya Medika, Jakarta.
Yuliarti N.,
2008, Racun di Sekitar Kita, C.V.
Andi Offset, Yogyakarta.
Zat
Aditif. http:// dahlanforum. wordpres. com/2007/07/27. Kamis, 11/12/2008.
Makassar.
Zat Aditif. http://
bangadi. blogspot. com. Kamis, 11/12/2008. Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar