SISTEM HUKUM dan PERADILAN INTERNASIONAL
A. Sistem Hukum
Internasional
1. Makna Hukum
Internasional
Hukum perdata Internasional
adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang
melintasi batas Negara. Sedangkan Hukum Internasional publik ialah keseluruhan
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas Negara yang bukan bersifat perdata.
Prof. Mochtar
Kusumaatmadja memberikan definisi tentang Hukum Internasional sebagai keseluruhan kaidah
dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara,
antara Negara dengan Negara, dan Negara dengan subjek Hukum lain bukan Negara,
atau subjek Hukum bukan Negara satu sama lain.
2. Asas-asas Hukum Internasional
Menurut
konsiderans Rovolusi Majelis Umum PBB No. 2625 tahun 1970, ada tujuh asas utama
yang harus ditegakkan dalam praktik Hukum Internasional. Asas-asas tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Setiap Negara tidak melakukan tindakan berupa
ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah dan kemerdekaan Negara lain;
b. Setiap Negara harus menyelesaikan
masalah-masalah internasional dengan cara damai.
c. Tidak melakukan intervensi terhadap urusan
dalam Negari Negara lain;
d. Negara-negara berkewajiban untuk menjalin
kerja sama dengan Negara lain
berdasar
pada
piagam PBB;
e. Asas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
f. Asas persamaan kedaulatan dari Negara;
g. Setiap Negara harus dapat di percayakan dalam
memenuhi kewajiban.
3. Subjek Hukum Internasional
Subjek
Hukum Internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam
pergaulan Internasional. Menurut Strake (1988), subjek Hukum Internasional
terdiri dari:
a. Negara.
Sejak lahirnya
hukum internasional, Negara sudah diakui sebagai subjek Hukum Internasional.
b. Tahta Suci
Tahta
Suci merupakan suatu subjek hukum dalam arti yang penting; karena itu,
mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Negara.
c. Palang Merah Internasional
Palang
Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan
sebagai subjek Hukum Internasional, walaupun dengan ruang lingkup terbatas.
d. Organisasi Internasional
Organisasi Internasional mempunyai hak dan kewajiban yang di tetapkan
dalam konvensi-konvensi internasional.
e. Orang Perseorangan (Individu)
Orang
Perseorangan juga dapat dianggap sebagai subjek Hukum Internasional, meskipun
dalam arti ang terbatas.
f. Pemberontak dan pihak dalam sengketa.
Menurut
hukum perang, dalam beberapa keadaan
tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang
bersengketa.
4. Sumber Hukum Internasional
Ada empat sumber hukum
Internasional yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam mengadili perkara
yang di ajukan kepadanya. Ke empat sumber Hukum Internasional itu adalah
sebagai berikut:
a. Perjanjian Internasional
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang di adakan antarangota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk memunculkan akibat hukum tertentu.
b. Kebiasaan Internasional
Kebiasaan Internasional merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai
hukum.
c. Prinsip hukum umum yang di akui oleh
bangsa-bangsa beradab
Artinya asas hukum yang mendasari
sistem hukum modern. Sistem hukum modern adalah sistem hukum positif yang di
dasarkan pada asas dan lembaga hukum Negara barat yang sebagian besar
didasarkan pada asas dan lembaga hukum Romawi.
d. Keputusan pengadilan dan pendapat para
sarjana terkemuka
Keputusan
pengadilan dan pendapat para ahli dapat di kemukakan untuk membuktikan adanya kaidah Hukum Internasional mengenai suatu
persoalan yang didasarkan pada sumber hukum primer yakni perjanjian Internasional,
kebiasaan, dan asas hukum umum.
B. Sistem Peradilan Internasional
Sistem Peradilan Internasional adalah kompenen-kompenen lembaga
pengadilan Internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan Internasional.
1. Mahkamah Internasional (The International Court of
Justice, ICJ)
Makamah
Internasional adalah organ utama lembaga kehakiman PBB, yang kedudukan di Den
Haag, Belanda.
a. Komposisi Mahkamah Internasional (MI)
Pasal
9 Statuta menjelaskan, komposisi MI terdiri dari15 hakim. Dua diantaranya
merangkap Ketua dan Wakil Ketua MI. Masa jabatanya adalah 9 tahun. Ke-15 calon
Hakim tersebut direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang
Hukum Internasional.
b. Fungsi utama Mahkamah Internasional (MI)
Fungsi
utama MI adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan Internasional yang
subjeknya adalah Negara. Ada
tiga kategori Negara, yaitu:
1. Negara anggota PBB;
2. Negara bukan anggota PBB yang menjadi anggota
Statuta MI;
3. Negara bukan anggota Statuta MI.
c. Yurisdiksi Mahkamah Internasional
Yurisdiksi adalah kewenangan yang di miliki oleh MI yang bersumber pada
Hukum Internasional untuk menentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum.
Yurisdiksi menjadi dasar MI dalam menyelesaikan sengketa Intenasional. Para pihak yang akan beracara di MI harus menerima
yurisdiksi MI. Ada beberapa kemungkinan cara penerima tersebut, yaitu dalam
bentuk:
1. Perjanjian khusus;
2. Penundukan diri dalam perjanjian internasional;
3. Pernyataan penundukan diri dengan Negara peserta
Statuta Mahkamah Internasioanl;
4. Keputusan Mahkamah Internasional mengenai
Yurisdiksinya;
5. Penafsiran Putusan;
6. Perbaikan Putusan.
2. Mahkamah Pidana Internasional (The International Criminal
Court, ICC)
MPI
terdiri dari permanen berdasarkan traktat multilateral. MPI bertujuan untuk
mewujudkan supremasi Hukum Internasional dan memastikan bahwa pelaku kejahatan
berat Internasional dipidana. MPI berkedudukan di Den Haag, Belanda.
a. Komposisi
Prinsip yang mendasar dari Statuta Roma ini adalah bahwa ICC “merupakan
pelengkap bagi yurisdiksi pidana Internasional”(Pasal 1). Ini berarti, Mahkamah
harus mendahulukan Sistem Nasional; jika Sistem Nasional yang ada benar-benar
tidak mampu (unable) dan tidak bersedia (unwilling) untuk melakukan
penyelidikan atau menuntut tindak kejahatan yang terjadi, maka akan diambilalih
dibawah Yurisdiksi Mahkamah (Pasal 17).
b. Yurisdiksi MPI
Yurisdiksi yang dimiliki oleh MPI untuk menegakkan uturan Hukum
Internasional adalah memutus perkara terbatas terhadap pelaku kejahatan berat
oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi Statuta Mahkamah. Pasal
5-8 Statuta Mahkamah menentukan 4 jenis kejahatan berat, yaitu:
1. Kejahatan genosida yaitu tindakan jahat yang
berupaya untuk memusnahkan keseluruhan atau sebagian dari suatu Negara, etnik,
ras atau kelompok keagamaan tertentu;
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu tindakan
penyerangan yang luas atau sistematis terhadap populasi penduduk sipil
tertentu;
3. Kejahatan perang yaitu tindakan berkenaan dengan
kejahatan perang, khususnya apabila dilakukan sebagai bagian dari suatu rencana
atau kebijakan atau sebagai bagian dari suatu pelaksanaan secara besar-besaran
dari kejahatan tersebut;
4. Kejahatan agresi yaitu tindakan kejahatan yang
berkaitan dengan ancaman terhadap perdamaian.
3. Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional (The
International Criminal Tribunals and Special Court, ICT
& SC)
Panel
Khusus Pidana Internasional (PKPI) dan Panel Spesial Pidana Internasional
(PSPI) adalah lembaga peradilan Internasional yang berwenang mengadili para
tersangka kejahatan berat Internasional yang bersifat tidak permanen (adhoc).
Artinya, setelah selesai mengadili, peradilan ini dibubarkan. Contoh-contoh
PKPI dan PSPI yaitu:
a. International Criminal Tribunal for Former
Yugoslavia (ICTY), dibentuk pada tahun 1993;
b. International Criminal Tribunal for Rwanda
(ICTR), dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB pada tahun 1994;
c. Special Court for Sierra Leone (SCSL);
d. Special Court for Cambodia (SCC);
e. Special Court for East
Timor (SCET);
f. Special Court for Iraq (SCI): Toward a trial for
Saddam Hussein and Other Top Baath Leaders.
C. Penyebab Sengketa Internasional dan Upaya Penyelesaiannya
Sengketa Internasional adalah perselisihan yang terjadi antara Negara
dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau Negara dengan
badan-badan/lembaga yang menjadi subjek Hukum Internasional. Sengketa tersebut
bisa terjadi karena berbagai sebab, antara lain:
1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam
perjanjian Intrnasional;
2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian
Internasional;
3. Perebutan sumber-sumber ekonomi;
4. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, ataupun
keamanan regional dan Internasional;
5. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara
lain;
6. Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
Secara
umum, ada dua cara penyelesaian sengketa Internasional. Pertama, penyelesaian
secara damai. Kedua, bila penyelesaian secara damai gagal dilakukan, maka
penyelesaian dilakukan dengan paksa atau kekerasan.
1. Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai
Penyelesaian sengketa Internasional secara damai merupakan cara
penyelesaian tanpa paksa atau kekerasan. Cara-cara penyelesaian secara damai
yaitu:
a. Arbitrase
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa secara damai. Proses ini
dilakukan dengan cara menyerahkan penyelesaian sengketa pada orang-orang
tertentu, yaitu arbitrator. Prosedur arbitrase yaitu:
1. Masing-masing Negara yang bersengketa tersebut
menunjuk dua arbitrator;
2. Para arbitrator tersebut kemudian memilih seorang
wasit yang bertindak sebagai ketua dari pengadilan arbitrasi tersebut;
3. Putusan diberikan melalui suara terbanyak.
b. Penyelesaian Yudisial
Penyelesaian yudisial adalah suatu penyelesaian sengketa Internasional
melalui suatu pengadilan Internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya,
dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
c. Negosiasi, Jasa-jasa Baik, Mediasi,
Konsiliasi dan Penyelidikan
Negosiasi, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, dan penyelidikan adalah cara-cara
penyelesaian yang kurang begitu formal dibandingkan dengan penyesaian yudisial
atau arbitrase.
d. Penyelesaian di bawah Naungan Organisasi
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
Melalui pasal 2 Piagam PBB, anggota PBB harus berusaha menyelesaikan
sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara damai dan menghindarkan ancaman
perang atau mengunakan kekerasan.
2. Cara-cara Penyelesaian sacara Paksa atau Kekerasan
Cara-cara penyelesaian dengan kekerasan diantaranya adalah:
a. Perang dan tindakan bersenjata non-perang
Perang
dan tindakan bersenjata non-perang bertujuan untuk menaklukkan Negara lawan dan
untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian suatu sengketa Internasional.
b. Retorsi
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu Negara terhadap
tindakan-tindakan tidak pantas yang di lakukan oleh Negara lain.
c. Tindakan-tindakan pembalasan
Pembalasan adalah cara penyelesaian sengketa Internasional yang
digunakan oleh suatu Negara untuk mengupayakan di perolehnya ganti rugi dari
Negara lain.
d. Blokade secara damai
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu
damai. Kadang-kadang tindakan tersebut digolongkan sebagai suatu pembalasan.
e. Intervensi (intervention)
Pengertian intervensi sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa
Internasional adalah tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan politik Negara
tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum Internasional.
Ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam kategori intervensi sah adalah:
1. Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB;
2. Intervensi untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan warga Negaranya;
3. Pertahanan diri;
4. Negara yang menjadi objek intervensi
dipersalahkan melakukan pelanggaran berat terhadap hukum Internasional.
D. Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah
Internasional
1. Dasar Hukum Proses Peradilan mahkamah Internasional
Ada lima
aturan yang menjadi dasar dan rujukan proses persidangan MI. Kelima aturan
tersebut meliputi: Piagam PBB (1945); Statuta MI (1945); Aturan Mahkamah (Rules
of the Court) 1970; Panduan Praktik (Practice Directions) I – IX; dan Resolusi
tentang Praktik Judisial Internal Mahkamah (Resolution Concerning The Internal
Judicial Practice of the Court).
2. Mekanisme Persidangan (Proses Beracara) Mahkamah
Internasional
Secara
umum, mekanisme persidangan MI dibedakan menjadi dua, yaitu mekanisme normal
dan mekanisme khusus.
a. Mekanisme Normal
Secara
ringkas, mekanisme normal persidangan MI dilaksanakan dengan urutan sebagai
berikut:
1. Penyerahan perjanjian Khusus (Notification of
Special Agreement) atau Aplikasi (Application)
2. Pembelaan Tertulis (Written Pleadings)
3. Presentasi Pembelaan (Oral Pleadings)
4. Keputusan (Judgement)
b. Mekanisme Khusus
Karena
sebab-sebab tertentu, persidangan MI bisa berlangsung secara khusus. Dalam
arti, ada penambahan tahap-tahap tertentu yang agak berbeda dari mekanisme
normal. Adapun sebab-sebab yang menjadikan persidangan sedikit berbeda dari
mekanisme normal tersebut, diantaranya:
F Keberatan awal
F Ketidakhadiran salah satu pihak
F Keputusan sela
F Beracara bersama
F Inervensi
E. Menghargai Putusan Mahkamah Internasional
Pada
hakikatnya putusan MI adalah pernyataan majelis hakim MI dalam siding
pengadilan terbuka, berupa ketetapan majelis terhadap masalah yang di
sengketakan, berkekuatan hukum tetap dan final, serta harus diterima oleh para
pihak yang bersengketa. Keputusan yang telah ditetapkan oleh MI hendaknya
dihargai sebagai upaya mewujudkan keadilan global.
1. Putusan MI terhadap Sengketa Kepemilikan Pulau Sipadan
dan Ligitan antara dengan
Malaysia
Indonesia pernah terlibat proses perkara di
Mahkamah Internasional, yaitu dalam usaha menyelesaikan sengketa dengan Malaysia
perihal kepemelikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Pembelajaran berharga yang
dialami oleh Bangsa Indonesia ketika pada 17 Desember 2002 harus menerima
putusan MI bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan resmi menjadi milik Malaysia. Dari
17 orang hakim yang bersidang, hanya satu orang hakim yang berpihak kepada Indonesia.
2. Putusan MI terhadap Sengket Tembok
Pembatas Wilayah yang Dibangun Israel di
Perbatasan dengan Palestina
Perdana Menteri Israel Arien Sharon menolak putusan MI tanggal 11 Juli
2004 bahwa pagar pembatas Israel di Tepi Barat adalah ilegal. Menurut Sharon,
putusan tersebut bermotif politik dan sepihak. Pernyataan penolakan PM Israel
Ariel Sharon ini meningkatkan ketegangan antara Israel
dan Palestina dan menimbulkan kecaman dari berbagai Negara, termasuk Indonesia.
F. Kesimpulan Materi
Dengan mempelajari Sistem Hukum Internasional dapat di simpulkan bahwa menurut Prof. Mochtar
Kusumaatmadja (1976,2002), definisi Hukum Internasional publik memiliki dua
kelemahan. Pertama, devinisi itu tidak tegas karena didasarkan pada suatu
ukuran yang dirumuskan secara negatif, yakni ”hubungan atau persoalan
Internasional yang tidak bersifat perdata”. Kedua, lazimnya pembahasan tentang
Hukum Internasional selalu menunjuk pada Hukum Internasional publik; karena
itu, tidak perlu membahas Hukum Perdata Internasional.
Asas-asas Hukum
Internasional menurut konsiderans Rovolusi Majelis
Umum PBB No. 2625 tahun 1970, ada tujuh asas utama yang harus ditegakkan dalam
praktik Hukum Internasional. Sejak lahirnya Hukum Internasional, Negara sudah
diakui sebagai sebagai subjek Hukum Internasional. Bahkan hingga sekarangpun
masih ada anggapan bahwa Hukum Internasional pada akhirnya adalah Hukum
Antarnegara. Hal itu sama halnya dengan soal sumber Hukum material yang juga
merupakan persoalan Ekstra-yuridis, yaitu persoalan falsapah hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar