Cerita Inspiratif "Pertapa Muda &
Kepiting"
Seorang
pertapa muda sedang menolong seekor kepiting yang hampir tenggelam dalam sungai
dengan memberikan jarinya ke capit kepiting tersebut.
Kepiting
pada akhirnya tertolong tetapi jari pertapa muda itu menjadi terluka.
Melihat
kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian menegur si pertapa muda, "Anak
muda, ketahuilah bahwa perbuatanmu menolong merupakan hal yang sangat baik.
Tetapi, mengapa kamu membiarkan capit kepiting tersebut melukaimu hingga
terluka seperti itu?"
"Paman,
seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Oleh karena
itu saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong
nyawa makhluk lain, walaupun itu hanyalah seekor kepiting," jawab si
pertapa muda.
Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Lantas si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya.
"Lihatlah
anak muda. berlatih mengembangkan sikap welas asih merupakan hal yang sangat
baik, tetapi harus pula disertai dengan KEBIJAKSANAAN. Bila tujuan kita baik,
yaitu menolong makhluk lain, sangatlah tidak BIJAKSANA dengan cara mengorbankan
diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan".
Seketika
itu, si pertapa muda tersadar.
"Terima
kasih, Paman. Hari ini saya telah mempelajari sesuatu, yaitu mengembangkan
cinta kasih haruslah disertai dengan KEBIJAKSANAAN. Di kemudian hari, saya akan
selalu ingat apa yang telah paman ajarkan."
Pesan Cerita
:
Temanku yang
budiman, mempunyai sifat welas asih, mau memperhatikan dan menolong orang lain
adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita,
orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun.
Tetapi,
kalau cara kita salah, sering kali perhatian atau bantuan yang kita berikan
bukannya menyelesaikan masalah, namun justru menjadi bumerang.
Oleh karena
itu dengan adanya niat dan tindakan nyata untuk berbuat baik, hendaknya kita
menggunakan cara yang TEPAT dan BIJAKSANA.
Writed By :
Surya Lie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar