BAB 1. PENDAHULUAN
1.
APAKAH ETIKA KEDOKTERAN ITU?
Apakah
sebenarnya etika itu dan bagaimanakah etika dapat menolong dokter berhadapan
dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu? Secara sederhana etika merupakan
kajian mengenai moralitas- refleksi terhadap moral secara sistematik dan
hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa
lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari
keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk
kata-kata seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’ dan sifat seperti
’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak
sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing),
sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan
keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang
untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan
cara yang lain.
Karena etika berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang diambil oleh manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat luas dan kompleks dengan berbagai cabang dan subdevisi. Etika kedokteran sangat terkait namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika juga berbeda dengan etika kedokteran karena tidak memerlukan penerimaan dari nilai tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal yang mendasar dalam etika kedokteran.
2.
MENGAPA HARUS BELAJAR ETIKA
KEDOKTERAN?
”Asalkan dokter memiliki
pengetahuan dan terampil, maka etika tidak akan jadi masalah”
”Etika itu dipelajari di dalam
keluarga, tidak di sekolah kedokteran”
”Etika kedokteran dipelajari
dengan mengamati bagaimana dokter senior bertindak, bukan dari buku atau
kuliah”
”Etika itu penting, tapi
kurikulum kita sudah terlalu penuh dan tidak ada ruang untuk mengajarjkan
etika”
Ini merupakan
beberapa alasan umum yang dikemukakan untuk tidak memberikan pelajaran etika mempunyai peran yang besar dalam
kurikulum sekolah pendidikan dokter. Sebagian,
hanya sebagian saja, yang valid. Secara bertahap sekolah-sekolah
pendidikan dokter di dunia mulai menyadari bahwa mereka perlu membekali
mahasiswanya dengan sumber dan waktu yang cukup untuk belajar etika. Mereka
memperoleh dukungan dari organisasi seperti World Medical Association dan
World Federation for Medical Education (lihat Apendiks C).
Sebagai
kesimpulan, etika merupakan dan akan selalu menjadi komponen yang penting dalam
praktek pengobatan. Prinsip-prinsip etika seperti menghargai orang, tujuan yang
jelas dan kerahasiaan merupakan dasar dalam hubungan dokter-pasien. Walaupun
begitu, penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam situasi khusus sering
problematis, karena dokter, pasien, keluarga mereka, dan profesi kesehatan lain
mungkin tidak setuju dengan tindakan yang sebenarnya benar dilakukan dalam
situasi tersebut.
3.
ETIKA KEDOKTERAN,
PROFESIONALISME KEDOKTERAN, HAK ASASI MANUSIA DAN HUKUM
Etika telah
menjadi bagian yang integral dalam pengobatan setidaknya sejak masa
Hippocrates, seorang ahli pengobatan Yunani yang dianggap sebagai pelopor etika
kedokteran pada abad ke-5 SM,. Dari Hippocrates muncul konsep pengobatan sebagai
profesi, dimana ahli pengobatan
membuat janji di depan masyarakat bahwa mereka akan menempatkan kepentingan
pasien mereka di atas kepentingan mereka sendiri.
Saat ini etika
kedokteran telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan dalam hak asasi manusia. Di dalam dunia yang
multikultural dan pluralis, dengan berbagai tradisi moral yang berbeda,
persetujuan hak asasi manusia internasional utama dapat memberikan dasar bagi etika
kedokteran yang dapat diterima melampaui batas negara dan kultural. Lebih dari
pada itu, dokter sering harus berhubungan dengan masalah-masalah medis karena
pelanggaran hak asasi manusia, seperti migrasi paksa, penyiksaan, dan sangat
dipengaruhi oleh perdebatan apakah pelayanan kesehatan merupakan hak asasi
manusia karena jawaban dari pertanyaan ini di beberapa negara tertentu akan
menentukan siapakah yang memiliki hak untuk mendapatkan perawatan medis.
Pengobatan
merupakan ilmu dan seni. Ilmu berhubungan dengan apa yang bisa diamati dan diukur,
dan dokter yang kompeten mengenali tanda-tanda dari kesakitan dan penyakit dan mengetahui
bagaimana mengembalikan kesehatan yang baik. Namun pengobatan ilmiah memiliki
keterbatasan terutama jika berhubungnya dengan manusia secara individual,
budaya, agama, kebebasan, hak asasi, dan tanggung jawab. Seni pengobatan
melibatkan aplikasi ilmu dan teknologi pengobatan terhadap pasien secara
individual, keluarga, dan masyarakat sehingga keduanya tidaklah sama.
BAB 2. SIFAT-SIFAT PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN
1.
APAKAH YANG MENARIK DARI
ETIKA KEDOKTERAN?
Belas kasih,
kompeten, dan otonomi tidaklah eksklusif hanya pada pengobatan. Namun demikian,
dokter diharapkan mengaktualisasikannya dengan derajat yang lebih tinggi dibanding
orang lain, termasuk berbagai profesi yang lain.
Belas kasih, memahami dan perhatian terhadap
masalah orang lain, merupakan hal yang pokok dalam praktek pengobatan. Agar
dapat mengatasi masalah pasien, dokter harus mengidentifikasi gejala yang
dialami pasien dan penyebab yang mendasarinya dan harus bersedia membantu pasien mendapatkan pertolongan. Pasien akan
merespon dengan lebih baik jika dia merasa bahwa dokternya menghargai masalah
mereka dan tidak hanya sebatas melakukan pengobatan terhadap penyakit mereka.
Kompetensi yang tinggi diharapkan dan harus
dimiliki oleh dokter. Kurang kompeten dapat menyebabkan kematian atau
morbiditas pasien yang serius. Dokter menjalani pelatihan yang lama agar
tercapai kompetensinya, namun mengingat cepatnya perkembangan pengetahuan medis,
merupakan suatu tantangan sendiri untuk dokter agar selalu menjaga
kompetensinya. Terlebih lagi tidak hanya pengetahuan ilmiah dan ketrampilan
teknis yang harus dijaga namun juga pengetahuan etis, ketrampilan, dan juga
tingkah laku, karena masalah etis baru muncul sejalan dengan perubahan dalam
praktek kedokteran dan juga lingkungan sosial dan politik.
Otonomi, atau penentuan sendiri, merupakan nilai
inti dari pengobatan yang berubah dalam tahun-tahun terakhir ini. Dokter secara
pribadi telah lama menikmati otonomi klinik yang tinggi dalam menetukan
bagaimana menangani pasien mereka. Dokter secara kolektif (profesi kesehatan)
bebas dalam menentukan standar pendidikan dokter dan praktek pengobatan. Sebagaimana
akan tampak dalam Manual ini, kedua jalan melatih otonomi dokter ini telah dimodernkan
di berbagai negara oleh pemerintah dan penguasa melakukan kontrol terhadap dokter.
Selain tantangan-tantangan ini, dokter masih menghargai otonomi profesional dan
klinik mereka, dan mencoba untuk tetap menjaganya sebanyak mungkin. Pada saat
yang sama, juga terjadi penerimaan oleh dokter di penjuru dunia untuk menerima
otonomi dari pasien, yang berarti pasien seharusnya menjadi pembuat keputusan
tertinggi dalam masalah yang menyangkut diri mereka sendiri. Manual ini akan
memberikan contoh adanya konflik yang potensial terjadi antara otonomi dokter
dan penghargaan terhadap otonomi pasein.
Selain terikat
dengan ketiga nilai inti tersebut, etika kedokteran berbeda dengan etika secara
umum yang dapat diterapkan terhadap setiap orang karena adanya pernyataan di
depan publik di bawah sumpah seperti
World Medical Association Declaration
of Geneva dan/atau kode.
Sumpah dan kode beragam di setiap negara bahkan dalam satu negara, namun ada persamaan,
termasuk janji bahwa dokter akan mempertimbangkan kepentingan pasien diatas kepentingannya
sendiri, tidak akan melakukan deskriminasi terhadap pasien karena ras, agama,
atau hak asasi menusia yang lain, akan menjaga kerahasiaan informasi pasien ,
dan akan memberikan pertolongan darurat terhadap siapapun yang membutuhkan.
2.
APAKAH ETIKA KEDOKTERAN
BERUBAH?
Hanya ada
sedikit keraguan bahwa beberapa aspek etika kedokteran telah berubah. Sampai saat
ini dokter memiliki hak dan tugas untuk memutuskan bagaimana pasien harus
diobati dan tidak ada keharusan mendapatkan ijin tertulis pasien. Berbeda dengan
versi WMA Declaration on the Right of
the Patient tahun 1995 dimulai dengan kalimat: “Hubungan antara dokter,
pasien mereka, dan masyarakat yang lebih luas telah mengalami perubahan yang
nyata saat ini. Walaupun seorang dokter harus selalu bertindak benar menurut pemikirannya,
dan selalu berdasarkan kepentingan terbaik dari pasien, usaha yang sama juga harus
tetap dilakukan dalam menjamin otonomi dan keadilan pasien”. Saat ini
orang-orang mulai berfikir bahwa diri mereka sendiri merupakan penyedia kesehatan
utama bagi mereka sendiri dan bahwa peran dokter adalah bertindak sebagai
konsultan dan instruktur. Walaupun penekanan terhadap perawatan sendiri ini
jauh dari keumuman, namun sepertinya terus menyebar dan menggejala dalam
perkembangan hubungan pasien-dokter yang memunculkan kewajiban etik yang
berbeda bagi dokter dibanding sebelumnya.
Hingga
akhir-akhir ini dokter umumnya menganggap diri mereka sendiri bertanggung jawab
terhadap diri sendiri, kepada kolega profesi kesehatan mereka, dan terhadap agama
yang dianut, kepada Tuhan. Saat ini, mereka memiliki tanggung jawab tambahan –
terhadap pasien mereka, kepada pihak ketiga seperti rumah sakit, organisasi
yang mengambil keputusan medis terhadap pasien, kepada pemegang kebijakan dan
perijinan praktek, dan bahkan sering kepada pengadilan.
Etika kedokteran
juga telah berubah dengan cara yang lain. Keterlibatan dalam aborsi dilarang dalam
kode etik dokter sampai beberapa saat yang lalu, namun sekarang dapat
ditoleransi dalam kondisi tertentu oleh profesi kesehatan di beberapa negara.
Sedangkan dalam etika kedokteran tradisional dokter hanya bertanggung jawab
terhadap pasien mereka secara pribadi, saat ini umumnya orang setuju bahwa
dokter juga harus mempertimnbangkan kebutuhan masyarakat, contohnya dalam mengalokasikan
sumber-sumber pelayanan medis yang terbatas.
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi medis memunculkan masalah etis baru yang tidak dapat
dijawab oleh etika kedokteran tradisional. Reproduksi buatan, genetika,
informatika kesehatan serta teknologi perbaikan kehidupan dan teknologi untuk
memperpanjang kehidupan, kesemuanya memerlukan keterlibatan dokter, sangat
berpotensi menguntungkan pasien namun juga sangat berpotensi merugikan pasien
tergantung bagaimana menerapkannya. Untuk membantu bagaimana memutuskan dan
dalam kondisi apa dokter dapat melakukan hal tersebut, ikatan dokter harus
menggunakan metode analisis yang berbeda tidak hanya berdasarkan kode etik yang
telah ada.
Selain perubahan
dalam etika kedokteran yang jelas memang terjadi, sudah ada persetujuan diantara
dokter bahwa nilai fundamental dan prinsip-prinsip etis tidaklah, dan memang seharusnya
tidak berubah. Karena tidak bisa dihindari bahwa manusia akan selalu memiliki masalah
kesehatan, mereka akan terus memerlukan dokter-dokter yang otonom, kompeten, dan
berbelas kasih untuk merawat mereka.
Jika berhadapan
dengan masalah dalam etika kedokteran, harus selalu diingat bahwa dokter telah
menghadapi masalah yang sama selama perjalanan sejarahnya dan bahwa pengalaman
serta kebijaksanaan akan sangat berarti pada saat ini. WMA dan ikatan dokter
lain memikul tradisi ini dan memberikan berbagai acuan bagi dokter. Terlepas
dari banyaknya ukuran konsensus dari dokter tentang masalah etik, namun setiap
orang dapat saja berbeda bagaimana berhadapan dengan masalah tertentu. Terlebih
pandangan dokter dapat berbeda dengan pasien dan penyedia layanan kesehatan
lain. Langkah pertama dalam memecahkan masalah etik, penting bagi dokter untuk
memahami berbagai pendekatan berbeda dalam mengambil keputusan etik diantara
mereka dan dengan orang lain yang mana dokter terlibat dengannya. Hal ini akan
membantu mereka menentukan jalan terbaik dalam bertindak dan menerangkan
keputusan mereka kepada orang lain.
BAB 3. KESIMPULAN
1.
TANGGUNG JAWAB DAN HAK
ISTIMEWA DOKTER
Tugas dan
tanggung jawab dokter merupakan substansi dasar dalam etika kedokteran. Seperti
juga semua manusia, dokter mempunyai hak dan juga kewajiban, dan etika
kedokteran akan tidak komplit jika tanpa mempertimbangkan bagaimana dokter
harus diperlakukan oleh orang lain, apakah pasien, masyarakat, atau kolega. Perspektif
terhadap etika kedokteran ini menjadi penting karena banyak dokter di berbagai negara
menghadapi frustasi dalam praktek profesinya baik karena sumber yang terbatas, penyampaian
layanan kesehatan oleh pemerintah dan/atau perusahaan managemen mikro, pelaporan
media terhadap kesalahan pengobatan dan tindakan tidak etik dokter, atau tantangan
terhadap otoritas dan kemampuan mereka oleh pasien dan penyedia layanan kesehatan
lainnya.
Etika kedokteran
memuat hak-hak dokter dan juga tanggung jawabnya. Kode etik kedokteran yang
sudah ada seperti World Medical Association’s Code versi tahun 1847 memuat
bagian kewajiban dokter kepada pasien dan masyarakat. Kebanyakan kewajiban
tersebut sudah kuno seperti ”Kepatuhan pasien terhadap resep yang ditulis
dokternya harus tepat dan implisit. Dia tidak boleh membiarkan opini mentahnya,
misalnya mengenai kebaikannya, mempengaruhi perhatiannya terhadap dokter”.
Meskipun demikian pernyataan ”Masyarakat boleh ... senang sekedar mengapresiasi
kualifikasi medis ... [dan] mencoba setiap upaya menyemangati dan fasilitas
untuk melakukan akuisisi pendidikan kedokteran ....,” masih valid. Dari pada merevisi
dan meng-update bagian ini, WMA akhirnya menghilangkannya dari Kode
Etik.
Selama
bertahun-tahun WMA telah mengadopsi beberapa pernyataan kebijakan pada hak-hak dokter
dan tanggung jawab orang lain, terutama pemerintah, untuk menghargainya:
A.
Statement
on Freedom to Attend Medical Meeting tahun 1984
“seharusnya tidak ada barier yang dapat mencegah dokter menghadiri pertemuan
WMA, atau pertemuan medis lain, kapanpun pertemuan tersebut berlangsung”.
B.
Declaration
on Physician Independence and Professional Freedom tahun 1986 menyatakan, “Dokter harus memiliki kebebasan profesional
untuk merawat pasien mereka ”Seperti juga semua manusia, dokter mempunyai hak
dan juga kewajiban....” tanpa campur tangan” dan “Dokter harus memiliki
kebebasan medis untuk mewakili dan membela kebutuhan kesehatan pasien melawan
semua yang menyangkalnya atau membatasi kebutuhan akan perawatan bagi yang
sakit atau terluka”.
C.
Statement
on Professional Responsibility for Standars of Medical Care tahun 1995 menyatakan “penilaian apapun terhadap tindakan atau
performa profesional dokter harus melalui evaluasi oleh doctor’s professional peers yang
oleh karena pengalaman dan pelatihan yang mereka dapat, paham terhadap
kompleksitas masalah medis yang terjadi”. Pernyataan yang sama mengutuk
”prosedur apapun dalam menilai komplain pasien atau prosedur kompensasi pasien,
yang tidak berdasarkan evaluasi yang baik terhadap tindakan dokter atau
kelalaian oleh physician’s peer”.
D.
Declaration
Concerning Support for Medical Doctors Refusing to Participate in, or to Condone,
the Use of Torture or Other Forms of Cruel, Inhuman or Degrading Treatment tahun 1997 membuat WMA berkomitmen “mendukung dan melindungi, dan mendesak
Asosiasi Kedokteran Nasional untuk mendukung dan melindungi, dokter yang menolak
terlibat dalam prosedur yang tidak manusiawi atau siapa saja yang bekerja membantu
dan merehabilitasi korban, dan juga melindungi hak untuk menjaga prinsip etika
tertinggi termasuk kerahasiaan medis”
E.
Statement
on Ethical Guidelines for the International Recruitment of Physicians tahun 2003 memanggil semua negara “melakukan usaha terbaik untuk
menjaga dokter dalam profesinya dan juga di dalam negara dengan menyediakan
dukungan yang diperlukan untuk mencapai tujuan profesional dan personal, dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan sumber-sumber yang dimiliki negara” dan
memastikan bahwa “Dokter yang bekerja di negara yang berbeda dengan negara
asalnya baik sementara atau selamanya, harus diperlakukan secara adil seperti
juga dokter lain di negara tersebut (contohnya, pilihan kesempatan berkarir
yang sama dan gaji yang sama untuk kerja yang sama).’
Walaupun
advokasi seperti itu perlu untuk kebaikan dokter, berhadapan dengan ancaman dan
tantangan seperti di atas, kadang dokter perlu juga diingatkan dengan hak
istimewa yang mereka nikmati. Survey masyarakat di beberpa negara menunjukkan
bahwa dokter merupakan pekerjaan yang sangat dihormati dan dipercaya. Dokter
biasanya menerima imbalan jasa yang jauh lebih besar dari rata-rata (sangat
jauh lebih besar bahkan di beberapa negara). Mereka masih mempunyai otonomi
klinik yang sangat besar walaupun tidak sebesar dulu. Banyak di antara mereka
terlibat dalam pencarian pengetahuan baru yang menarik melalui keikut sertaannya
dalam suatu penelitian. Paling penting, mereka memberikan layanan yang dengan nilai
yang tak terkirakan bagi pasien secara pribadi, terutama bagi yang sangat
membutuhkan, dan juga terhadap masyarakat secara umum. Sedikit pekerjaan lain
yang bisa lebih memuaskan dari pada dokter, terutama yang berhubungan dengan
keuntungan yang diberikan oleh dokter – menghilangkan sakit dan penderitaan,
menyembuhkan penyakit, dan kenyamanan dalam kematian. Pemenuhan tugas etisnya
mungkin hanya sebagian kecil dari keseluruhan hak istimewa/terhormat, privileges.
2.
TANGGUNG JAWAB TERHADAP DIRI
SENDIRI
Tanggung jawab
dokter berdasarkan pihak penerima manfaat utama: pasien, masyarakat, dan kolega
(termasuk profesi kesehatan lain). Dokter sering lupa bahwa mereka mempunyai
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, dan juga kepada keluarga mereka.
Di banyak bagian di dunia ini, menjadi dokter artinya mengabdikan sepenuhnya
dirinya terhadap praktek pengobatan dengan sedikit mempertimbangkan kesehatan
dan kebaikan dirinya. Bekerja 60-80 jam kerja dalam seminggu bukanlah hal yang asing
dan liburan dianggap kemewahan yang tidak perlu. Walaupun dokter dapat bekerja dengan
baik dalam kondisi seperti ini, keluarganya dapat saja terpengaruh sebaliknya.
Dokter yang lain lagi, jelas mengalami penderitaan karena aktivitas profesional
seperti itu, yang menyebabkan terjadinya kelelahan yang kritis sampai penyalah
gunaan bahan untuk bunuh diri. Dokter yang lalai membahayakan pasien mereka,
dengan kelelahan merupakan faktor penting mengapa bisa terjadi kecelakaan medis.
Perlunya
memastikan keselamatan pasien dan juga untuk membangun hidup sehat bagi dokter telah
dilakukan di berbagai negara dengan pembatasan jumlah jam kerja dan lamanya
jaga yang harus dilakukan oleh dokter dan peserta pelatihan. Beberapa institusi
pendidikan sekarang lebih mempermudah bagi dokter perempuan untuk menghentikan
sementara program pelatihan karena alasan keluarga. Walaupun hal tersebut dapat
berakibat baik bagi kesehatan dan kebaikan dokter, tanggung jawab utama tehadap
perawatan diri sendiri tetaplah berada di tangan dokter itu sendiri. Selain
dengan menghindari hal yang membahayakan kesehatan seperti merokok, penyalah
gunaan obat dan kerja berlebih, dokter harus melindungi dan meningkatkan
kesehatan mereka dengan mengetahui faktor yang menyebabkan stress dalam
kehidupan pribadi dan profesi dan dengan mengembangkan dan mempraktekkan strategi
yang sesuai. Jika gagal, maka harus mencari bantuan dari koleganya dan
profesional yang sesuai untuk masalah pribadinya yang mungkin dapat berpengaruh
buruk dalam hubungan dengan pasien, masyarakat, dan kolega.
3.
MASA DEPAN ETIKA KEDOKTERAN
Masa depan etika
kedokteran akan sangat tergantung pada masa depan pengobatan itu sendiri. Pada
awal abad ke-21 telah berevolusi dengan cepat dan sangat sulit memperkirakan
bagaimana hal tersebut akan dipraktekkan oleh mahasiswa kedokteran saat ini
yang akan menyelesaikan koasistensinya, dan tak mungkin mengetahui
tantangan-tantangan masa depan yang akan dihadapi sebelum siap untuk pensiun.
Masa depan tidaklah harus lebih baik dari yang ada sekarang, karena ketidak
stabilan politik dan ekonomi, degradasi lingkungan, terus menyebarnya HIV/AIDS
dan endemik potensial lain. Walaupun kita dapat berharap keuntungan dari
kemajuan kedokteran pada akhirnya akan menyebar di semua negara dan masalah
etis yang akan dihadapi pada akhirnya juga akan sama dengan yang telah dibahas
di negara kaya, hal yang sebaliknya dapat saja terjadi – negara yang saat ini
kaya dapat saja memburuk pada titik dimana dokter harus berhadapan dengan
epidemi penyakit tropis dan suplai medis yang sangat terbatas.
Karena masa
depan yang tidak dapat diduga, etika kedokteran harus fleksibel serta terbuka terhadap
perubahan dan penyesuaian. Namun kita dapat berharap bahwa prinsip dasar dari etika
kedokteran tetap berada pada tempatnya, terutama nilai akan belas kasih,
kompetensi, dan otonomi, serta kepedulian terhadap hak asasi manusia yang
fundamental dan pengabdiannya terhadap profesionalisme. Perubahan apapun yang
terjadi dalam pengobatan sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan serta
faktor ekonomi, politik dan sosial akan selalu ada orang sakit yang memerlukan
perawatan dan pengobatan, jika mungkin. Dokter telah memberikan pelayanan
tersebut bersama dengan hal lain seperti promosi kesehatan, prevensi penyakit,
dan menejemen sistem kesehatan. Walaupun keseimbangan antara aktivitas-aktivitas
tersebut mungkin akan berubah di masa datang, dokter akan terus berperan penting
dalam aktivitas tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar