1.
Eter
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R
dapat berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum
adalah pelarut dan anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3).
Eter sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan biokimia, karena gugus ini
merupakan gugus penghubung pada senyawa karbohidrat dan lignin.
Eter merupakan isomer atau turunan dari alkohol (unsur
H pada OH diganti oleh alkil atau aril). Eter mengandung unsur C, H, dan O.
-
Senyawa
eter rantai C pendek berupa cair pada suhu kamar dan TD nya naik dengan
penambahan unsur C.
-
Eter
rantai C pendek medah larut dalam air, eter dengan rantai panjang sulit larut dalam air dan larut
dalam pelarut organik.
-
Mudah
terbakar
-
Unsur
C yang sama TD eter > TD alkana dan < TD alkohol (metil, n-pentil eter
140oC, n-heptana 98oC, heksil alkohol 157oC).
3.
Pembuatan eter :
-
Sintesis
Williamson
-
Alkoksi
mercurasi – demercurasi
4.
Penggunaan eter :
-
Dietil
eter : sbg obat bius umum, pelarut dari minyak, dsb.
-
Eter-eter
tak jenuh : pada opersi singkat : ilmu kedokteran gigi dan ilmu kebidanan.
5.
Tatanama eter
-
Eter
diberi nama berdasarkan gugus alkil atau arilnya menurut urutan abjad, diikuti
dengan kata eter misalnya :
Untuk eter dengan stuktur kompleks, kadang-kadang
diperlukan nama gugus –OR sebagai gugus alkoksi. Misalnya, dalam sistem IUPAC
eter diberi nama sebagai hidrokarbon dengan substitusi alkoksi.
6.
Struktur
dan ikatan
Eter memiliki ikatan C-O-C yang
bersudut ikat sekitar 110° dan jarak C-O sekitar 140 pm. Sawar rotasi ikatan
C-O sangatlah rendah. Menurut teori
ikatan valensi,
hibridisasi oksigen pada senyawa eter adalah sp3.
Oksigen lebih elektronegatif
daripada karbon, sehingga hidrogen yang berada pada posisi alfa relatif
terhadap eter bersifat lebih asam daripada hidrogen senyawa hidrokarbon. Walau
demikian, hidrogen ini kurang asam dibandingkan dengan alfa hidrogen keton.
7. Struktur Serupa
Eter tidak boleh disamakan dengan gugus-gugus
sejenis berikut yang mempunyai stuktur serupa - R-O-R.
·
Senyawa
dengan atom-atom karbon yang bersebelahan dengan oksigen terikat dengan
oksigen, nitrogen, atau sulfur:
8. Reaksi
Eter
secara umumnya memiliki reaktivitas kimia yang rendah, walaupun ia lebih
reaktif daripada alkana.
Beberapa contoh reaksi penting eter adalah sebagai berikut.
a) Pembelahan eter
Walaupun eter tahan terhadap
hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam mineral seperi asam bromat dan asam iodat. Asam klorida hanya membelah eter dengan sangat
lambat. Metil eter umumnya akan menghasilkan metil halida:
ROCH3 + HBr → CH3Br
+ ROH
Beberapa jenis eter dapat terbelah
dengan cepat menggunakan boron tribomida (dalam beberapa kasus aluminium klorida juga dapat digunakan) dan menghasilkan alkil bromida.[3] Berganting pada substituennya,
beberapa eter dapat dibelah menggunakan berbagai jenis reagen seperti basa
kuat.
b) Pembentukan peroksida
Eter primer dan sekunder dengan
gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat membentuk peroksida, misalnya dietil eter peroksida. Reaksi ini memerlukan oksigen (ataupun udaara), dan
dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan aldehida. Peroksida yang dihasilkan dapat meledak. Oleh karena ini, diisopropil eter dan tetrahidrofuran jarang digunakan sebagai pelarut.
9. Sintesis
Eter dapat disintesis melalui
beberapa cara:
a) Dehidrasi alkohol
Reaksi ini memerlukan temperatur
yang tinggi (sekitar 125 °C). Reaksi ini dikatalisis oleh asam, biasanya asam
sulfat. Metode ini efektif untukn menghasilkan eter simetris, namun tidak dapat
digunakan untuk menghasilkan eter tak simetris. Dietil eter dihasilkan dari
etanol menggunakan metode ini. Eter siklik dapat pula dihasilkan menggunakan
metode ini.
b) Sintesis eter Williamson
Reaksi ini dinamakan sintesis eter Williamson. Reaksi ini melibatkan penggunaan alkohol dengan basa
kuat, menghasilkan alkoksida, yang diikuti oleh adisi pada senyawa alifatik
terkait yang memiliki gugus lepas (R-X). Gugus lepas tersebut dapat berupa iodida,
bromida,
maupun sulfonat. Metode ini biasanya tidak bekerja
dengan baik dengan aril halida (misalnya bromobenzena). Reaksi ini menghasilkan rendemen reaksi yang tinggi untuk
halida primer. Halida sekunder dan tersier sangat rawan menjalani reaksi
eliminasi E2 seketika berpaparan dengan anion alkoksida yang sangat basa.
Dalam reaksi lainnya yang terkait,
alkil halida menjalani substitusi nukleofilik oleh fenoksida.
R-X tidak dapat digunakan untuk bereaksi dengan alkohol. Namun, fenol dapat digunakan untuk menggantikan alkohol. Oleh karena
fenol bersifat asam, ia dapat bereaksi dengan basa
kuat seperti natrium hidroksida, membentuk ion fenoksida. Ion
fenoksida ini kemudian mensubstitusi gugus -X pada alkil halida, menghasilkan
eter dengan gugus aril yang melekat padanya melalui mekanisme reaksi SN2.
C6H5OH + OH-
→ C6H5-O- + H2O
C6H5-O-
+ R-X → C6H5OR
c) Adisi elektrofilik alkohol ke alkena
R2C=CR2 + R-OH → R2CH-C(-O-R)-R2
Katalis asam diperlukan agar reaksi
ini dapat berjalan. Biasanya merkuri trifluoroasetat (Hg(OCOCF3)2)
digunakan sebagai katalis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar