BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Di zaman atau diera global sekarang ini, orang sangat mudah
memperoleh informasi, tontonan dan pergaulan luas. Tak jarang anak-anak pun ikut
dalam hal tersebut. Anak-anak terjerumus dalam pergaulan yang salah, yang bebas
dan fulgar. Mereka menjadi mudah tergoda dan melakukan sex bebas yang membuat
mereka terpaksa kawin saat masih usia muda atau masih sekolah.
- Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang masalah seperti yang diraikan
diatas, maka penulis menuliskan masalah sebagai berikut : “Mengapa anak muda
(usia sekolah) begitu mudah melakukan hal yang seharusnya dilakukan setelah
upacara wiwaha?”
- Tujuan Pembuatan Masalah
sesuai dengan rumusan
masalah yang telah penulis ajukan maka
penulis mengajak para pembaca/pendengar untuk bersama-sam mencari/menemukan
pemecahan dari masalah tersebut.
Anak-anak sekarang pergaulannya bebas, luas dan mengikuti
era global yang serba canggih, sehingga kegiatan mudah memperoleh tontonan,
informasi dan apa saja tanpa batas. Bila hal ini dibiarkan tanpa pengawasan dan
kontrol anak-anak akan terjerumus kedalam pergaulan yang salah, seperti
melakukan sex bebas (pranikah).
- Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat
yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
- Bagi
Mahasiswa : mahasiswa menjadi tahu apa itu wiwaha atau perkawinan.
Perlunya wiwaha bagi manusia normal dan kapan waktu yang tepat melakukan
pernikahan.
- Bagi
masyarakat : masyarakat menjadi lebih tahu dan mengerti apa itu wiwaha,
sehingga lebih memeperhatikan anak dengan bimbingannya dalam hal
pergaulan dan penanaman nilai – nilai agama sejak dini
- Bagi kehidupan : dengan adanya tulisan ini diharapkan kehidupan bermasyarakat khususnya yang menyangkut pawiwahan menjadi lebih harmonis yaitu sejalan dengan ajaran agama hindu
BAB
II
PEMBAHASAN
- Hakekat Wiwaha/Perkawinan
Perkawinan menurut hindu adalah “Yadnya” sehingga orang yang
memasuki ikatan perkawinan menjadi grahasta asrama merupakan lembaga suci yang
harus dijaga keberadaannya dan kemuliaanya. Didalam grahasta inilah tiga usaha
yang harus dilaksanakan yaitu memenuhi :
-
Dharma
Dharma
yang dimaksud adalah aturan – aturan yang harus ditaati dengan kesadaran yang
berpedoman pada dharma agama dan dharma Negara.
-Artha
Segala
sesuatu kebutuhan hidup berumah tangga merupakan material dan pengetahuan.
-Kama
Rasa
kenikmatan atau kebahagiaan yang dapat diwujudkan dalam berkeluarga.
Dengan
demikian keluarga hindu harus mampu hidup dalam kesadaran sujud pada Tuhan,
bebas dari kegelapan, selalu giat bekerja dan sadar untuk beryadnya, sehingga
tercipta keluarga yang tentram, harmonis dan damai.
- Syarat – Syarat Wiwaha
Menurut ajaran agama hindu syah atau tidaknya suatu
perkawinan terkait dengan sesuai atau tidaknya persyaratan yang ada dalam
ajaran agama. Suatu perkawinan dianggap syah menurut hindu adalah sebagai
berikut :
- Perkawinan syah bila dilakukan
menurut ketentuan hukum hindu
- Untuk mengesahkan perkawinan
menurut hindu harus dilakukan oleh pendeta/rohaniawan/pejabat agama yang
memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu.
- Perkawinan syah bila kedua
calon mempelai menganut agama hindu
- Berdasarkan tradisi yang
berlaku dibali, perkawinan syah bila telah melaksanakan upacara
byakala/byakaonan sebagai rangkaian upacara wiwaha.
- Calon mempelai tidak terikat
oleh suatu ikatan pernikahan.
- Tidak ada kelainan seperti
tidak banci, tidak sakit jiwa atau calon mempelai harus sehat jasmani dan
rohani.
- Calon mempelai cukup umur, pria
berumur 21 tahun, dan wanita minimal 18 tahun.
- Calon mempelai tidak mempunyai
hubungan darah dekat atau spinda.
Bila calon mempelai tidak memenuhi persyaratan tersebut
diatas, maka perkawinan tersebut tidaklah syah. Yang tidak kalah penting agar
perkawinan itu dianggap syah dan kukuh, maka harus dibuatkan “akta perkawinan”
sesuai dengan undang – undang yang berlaku.
Orang yang berwenang mengawinkan adalahyang mempunyai status
kependetaan atau dikenal dengan mempunyai status Loka Pala Sraya. Demikian juga
yang dapat mengajukan pembatalanperkawinan menurut pasal 23 bab IV
Undang-undang No. 1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:
- Para keluarga dalam garis
keturunan lurus lurus ke atas dari suami atau istri.
- Suami/istri
- Pejabat yang berwenang hanya
selama perkawinan belum di putuskan.
- Tujuan Wiwaha
Wiwaha atau perkawinan dalam masyarakat hindu memiliki
kedudukan dan arti yang sangat penting, sesuatu yang mulia seperti yang
dijelaskan dalma kitab Manawa Dharma Sastra, yaitu : wiwaha bersifat sakral,
yang hukumnya wajib, dalam artian harus dilakukan oleh seseorang yang normal
sebagai sesuatu kewajiban di dalam hidupnya.
Wiwaha tidak boleh dilakukan karena paksaan atau pengaruh
orang lain. Ini dilakukan untuk menghindari terjadinya ketegengan setelah
menjalani grahasta atau berumah tangga. Menurut kitab Manu Smrti, perkawinan
bersifat religius dan obligor karena dikaitkan dengan kewajiban seseorang untuk
mempunyai keturunan dan untuk menebus dosa-dosa orang tua dengan jalan
melahirkan seorang putra. “Kata putra berasal dari bahasa sansekerta yang
berarti ”Ia yang menyeberangkan atau menyelamatkan arwah orang tuanya dari
neraka”
Jadi tujuan utama wiwaha adalah untuk memperoleh
keturunan/sentana terutama yang suputra yaitu anak yang hormat kepada orang
tua, cinta kasih terhadap sesama dan bakti kepada tuhan. Lebih jauh dijelaskan
dalam kitam Manawa Dharma Sastra bahwa wiwaha itu disamakan dengan samskara
yang menempatkan kedudukan perkawinan sebagai lembaga yang memiliki keterkaitan
erat dengan agama hindu.
Oleh
karena itu, semua persyaratan yang ditentukan hendaknya dipatuhi oleh umat
hindu. Dalam upacara wiwaha samskara(upacara perkawinan) dipandang merupakan
puncak dari upacara manusa yadnya, yang harus dilaksankan oleh seseorang dalam
hidupnya. Wiwaha bertujuan unruk membayar hutang-hutang kepada orang
tua/leluhur, maka disamakan dengan dharma. Wiwaha samskara diabadikan
berdasarkan weda, karena itu merupakan salah satu sarira samsakra atau
penyucian diri melalui perkawianan. Sehubungan dengan itu Manawa Dharma Sastra
menjelaskan
bahwa
: untuk menjadikan bapak dan ibu maka diciptakan wanita dan pria oleh tuhan,
dan karena itu weda akan diabadikan oleh dharma yang harus dilaksanakan oleh
pria dan wanita sebagai suami-istri.
Dari
pemaparan diatas jelas kiranya bagi para pembaca/ pendengar menentukan saat
yang tepat melaksanakan wiwaha.
Wiwaha
jangan menjadi hal yang gampangan, wiwaha dilaksanakan jika ada hal yang
dianggap aib (karena hamil diluar nikah)
Disinilah
dituntut peran aktif orang tua dalam mendidik anak menanamkan etika dan nilai
agama. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan sex sejak dini secara
fulgar namun kearah yang benar melalui diskusi-diskusi saat santai atau
cerita-cerita dimasyarakat. Kurangnya perhatian orang tua apalagi ditambah
dengan tipisnya pemahaman keagamaan makin mendorong anak-anak tidak tahu mana
yang baik dan tidak boleh dilakukan bertindak yang tidak diinginkan, anak tidak
bisa mengontrol diri, tidak siapnya mental dan materi dalam menjalani jenjang
grahasta/wiwaha akan membuat suatu perkawinan mudah hancur atau tidak harmonis.
BAB
III
SIMPULAN
Dari pembahasan yang telah penulis paparka dapat diambil
simpulan, sebagai berikut:
- dalam
wiwaha ada tiga hal yang harus dipatuhi sebagai usaha dalam jenjang grahasta
asrama, yaitu :
- Dharma
- Artha
- Kama
- Dalam
melaksanakan wiwaha hendaknya memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah
ditetapkan menurut ajaran hindu
- Demi
mencapai tujuan dari wiwaha, seperti yang telah penulis paparkan
hendaknyalah apa yang telah ditetapakn dalam syarat-syarat wiwah ditaati,
agar apanyang diharapkan dapat terwujudnya keluarga yang berbahagia
berdasarkan dharma agama.
- Tujuan wiwaha melanjutkan keturunan, membina rumah tangga, bermasyarakat, melaksanakan panca yajna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar